BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dewasa
ini tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap Bahan Bakar Minyak
(BBM) sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi BBM yang
terus meningkat dari tahun ketahun. Salah satu kebutuhan pokok yang akhir-akhir
ini mendapat sorotan adalah minyak tanah. Kenaikan harga eceran tertinggi (HET)
dan kelangkaan minyak tanah telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Sebab, sebagian besar masyarakat Indonesia telah terbiasa menggunakan minyak
tanah dalam kehidupannya sehari – hari.
Selama
ini pemerintah terus memberikan subsidi BBM kepada masyarakat termasuk subsidi
terhadap minyak tanah. Tujuan utama pemerintah memberikan subsidi BBM adalah
untuk mendorong dan merangsang sektor indsutri di Indonesia. Disamping itu,
membantu masyarakat golongan menengah kebawah yang mayoritas menggunakan BBM
dalam kehidupannya sehari-hari. Namun, kenyataannya Pemerintah harus
mengeluarkan dana APBN yang sangat besar dalam memberikan subsidi ini, yakni
kurang lebih 50 triliun setiap tahunnya.
Apabila
harga minyak tanah dalam negeri hendak dipertahankan, pemerintah harus
mengeluarkan dana APBN yang begitu besar untuk mensubsidi. Sementara itu
cadangan minyak bumi di Indonesia sekarang ini sudah semakin menipis. Sejak
tahun 2003, Indonesia sebenarnya sudah menjadi negara net importer bahan-bakar
minyak. Di lain pihak, potensi cadangan LPG di perut bumi
Indonesia masih
melimpah atau setidaknya jauh lebih besar jika dibanding cadangan minyak bumi
yang ada (Pertamina: 2006).
Oleh karena itu
pemerintah beserta DPR telah sepakat untuk menghapuskan subsidi BBM secara
bertahap seperti tertuang pada UU No.25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (Propenas). Program konversi minyak tanah ke gas LPG (Liquid
Petroleum Gas) ditetapkan oleh pemerintah sebagai satu-satunya alternatif
agar masyarakat dapat menggunakan bahan bakar untuk memasak dengan harga yang
jauh lebih murah. Selain itu, isu cadangan bahan bakar minyak dunia yang
semakin menipis menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk melakukan konversi
terhadap bahan bakar gas yang masih tersedia dalam jumlah besar. Hal ini juga
didukung dengan UU No. 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2007 yang menyatakan bahwa penganggaran subsidi LPG
merupakan kebijakan Pemerintah dalam mengurangi subsidi minyak tanah.
Pemerintah telah
melaksanakan program pengalihan minyak tanah ke LPG sejak tahun 2007. Dimana
Pemerintah melakukan pembagian Paket LPG Tabung 3 Kg yang terdiri dari tabung
LPG 3 Kg beserta katup/valve termasuk isi perdana dan kompor gas satu tungku
beserta selang gas dan regulator secara cuma-cuma kepada kepada masyarakat yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Adapun target sasarannya adalah para
ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan, pengguna minyak tanah murni,
keluarga yang penghasilannya kurang dari 1,5 juta Rupiah perbulan, serta para
pengusaha mikro yaitu pengguna minyak tanah untuk bahan bakar dalam usahanya.
Konversi energi
dari minyak tanah ke gas LPG ini dinilai menghemat anggaran negara hingga Rp
33,3 triliun. Angka ini merupakan jumlah komulatif sejak konversi energi
dicanangkan sejak 2007 hingga April 2011. Jumlah Rp 33,3 triliun ini didapat
dari penghematan subsidi Rp 45,3 triliun dikurangi biaya konversi Rp 12
triliun. Sejak 2007, terhitung sudah ada penarikan 17,1 juta kiloliter minyak
tanah dan sudah ada 5,7 juta metrik ton gas yang sudah disalurkan pada LPG 3
kilogram. Direktur Pembinaan Usaha Hilir, Dirjen Migas ESDM Saryono Hadiwidjoyo
menyatakan konsumsi gas makin meningkat seiring dengan program konversi ini
(Tempo Interaktif : 2011).
Dikota Medan
sendiri, Program konversi minyak tanah ke gas ini mulai dijalankan sejak tahun
2009. Dimana sebanyak 322.221 unit tabung gas lengkap berserta aksesorisnya
dibagikan secara gratis kepada para masyarakat . Konversi minyak tanah ke gas
ini awalnya kurang mendapat sambutan positif dari masyarakat. Pada awalnya di
Kota Medan terjadi penolakan oleh ratusan masyarakat yang tergabung dalam
Aliansi Masyarakat Pemakai Minyak Tanah Subsidi. Mereka menilai pembagian gas
yang disalurkan kepada masyarakat tidak efektif digunakan jika dilihat dari
proses pembelian yang tidak dapat dibeli secara eceran, selain itu sebagian
warga beralasan biaya ekonomis gas lebih besar daripada minyak tanah dan adanya
wacana bahwa tabung elpiji 3 Kg mudah meledak sehingga dapat terjadi kebakaran
yang akhirnya akan menelan korban jiwa. Kendati begitu, masyarakat yang tidak
berminat menggunakan gas dalam tabung ukuran 3 kilogram ini berpikir untuk
menjual kembali tabung gas milik
mereka yang
dibagikan secara gratis dari kelurahan. dan belum tentu aman digunakan di rumah
karena takut meledak (MedanPunya : 2009).
Ketakutan
masyarakat menggunakan elpiji dalam kehidupan sehari-hari memang bukan tidak
beralasan. Sejak dibagikannya tabung gas 3 kg kemasyarakat, banyak sekali
terjadi peristiwa peledakan dan kebakaran yang sudah banyak menelan korban.
Tabung Gas 3 Kg dianggap sebagai “bom waktu” yang bisa meledak sewaktu-waktu.
Sepanjang tahun 2007 terjadi sekitar 5 kasus ledakan elpiji dengan 4 orang
korban luka. Pada tahun 2008-2009 jumlahnya mengalami kenaikan berturut-turut
menjadi 27 kasus dan 51 kasus. Pada tahun 2010 jumlahnya naik drastis menjadi
106 kasus dengan jumlah korban sebanyak 251 orang, dimana korban luka sebanyak
226 orang, dan korban jiwa sebanyak 26 orang (rakyatmerdekaonline : 2011).
Bila dilihat
dari sisi positifnya, LPG terbukti jauh lebih efektif dan efisien bila dibandingkan
penggunaan minyak tanah. Untuk saat sekarang ini, di kota Medan harga eceren
tertinggi minyak tanah telah menyentuh angka Rp. 8.000/liter, sedangkan untuk
tabung gas 3 kg harga eceran tertingginya sebesar Rp. 15.000,-. Konsumsi 1
liter minyak tanah kurang lebih setara dengan 1/2 kg elpiji, berarti 3 kg
elpiji (Rp. 15.000) = 6 liter minyak (Rp. 48.000,-) atau diperoleh keuntungan
sekitar Rp.33.000. Jadi bila sebuah keluarga menggunakan minyak tanah dalam
satu bulan 30 liter kemudian beralih ke gas, maka dia butuh 5 tabung isi 3 kg
dan akan memperoleh untung sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya. Dengan
demikian program konversi minyak tanah ke elpiji ini dapat meningkatkan
pendapatan rill masyarakat keluarga sederhana. Selain itu,
Penggunaan LPG
juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang cukup besar karena
nilai kalor efektif LPG lebih tinggi dibandingkan minyak tanah dan mempunyai
gas buang yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Kebijakan publik
adalah berbagai tindakan yang dilakukan pemerintah untuk memecahkan masalah
publik, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat diartikan
sebagai bentuk keterlibatan masyarakat (baik fisik maupun mental) dalam upaya
ikut serta mendukung suatu kegiatan atau program yang ada yang menyangkut
kepentingan bersama. Bentuk Partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik
dapat dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan dan mendukung
kebijakan publik.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Partisipasi Masyarakat Terhadap Permintaan Gas Dibandingkan
Minyak Tanah di Kota Medan”.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah penelitian yang
diajukan adalah :
1. Bagaimana tingkat Partisipasi
masyarakat terhadap LPG dibandingkan minyak tanah di Kota Medan?
2. Bagaimana
pengaruh faktor persepsi harga, keamanan, dan kepraktisan penggunaan terhadap
permintaan masyarakat menggunakan LPG di Kota Medan?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana
partisipasi masyarakat terhadap LPG dibandingkan minyak tanah di Kota Medan.
2. Mengetahui
pengaruh faktor persepsi harga, keamanan, dan kepraktisan penggunaan terhadap
permintaan masyarakat menggunakan LPG 3 Kg di Kota Medan.
1.4 Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan yang
bermanfaat bagi Pemerintah ataupun bagi institusi yang terkait.
2. Sebagai bahan studi atau
literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
3. Sebagai bahan
tambahan informasi dan bahan masukan bagi mahasiswa/mahasiswi khususnya
mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi yang ingin melaksanakan penelitian sejenis
selanjutnya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi