BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kehidupan di era globalisasi dan dengan
kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang
berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing dalam arti positif, dapat
bekerjasama, kreatif dan inovatif, sehingga hasil karya atau produk yang
dihasilkan dapat berkompetisi untuk mengarah pada kualitas yang semakin lama
semakin meningkat. Kemampuan untuk berkompetisi dihasilkan oleh kualitas sumber
daya manusia yang tinggi pula. .
Berbicara tentang
tantangan dan peluang tenaga profesional dalam era globalisasi, tidak dapat
lepas dari perubahan lingkungan, karena perubahan lingkungan akan menuntut
perubahan yang sangat besar dan mendasar terhadap cara hidup.
Tuntutan ilmu
pengetahuan yang pesat mengakibatkan semakin banyaknya timbul masalah yang
harus dihadapi oleh setiap manusia. Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus
modal dasar pembangunan. Manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dalam
kehidupannya harus meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan.
Pembangunan manusia secara fisik dan mental akan memperbesar kesempatan untuk
dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dan sekarang ini diikuti dengan
adanya semangat reformasi di berbagai bidang.
Semangat reformasi
telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntunan untuk mewujudkan
administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan
keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
dengan mempraktekkan prinsip-prinsip good governance. Adapun tujuan, tugas dan
kewajiban negara dan pemerintah Indonesia secara jelas diingatkan dalam alinea
terakhir UUD 1945 yang berbunyi : “……….melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial. “ Good governance merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan
administrasi publik dewasa ini. Good governance ( pemerintahan yang baik )
mencakup aspek kehidupan yang luas mulai dari aspek hukum, politik, ekonomi,
sosial, dan terkait erat dengan tugas dan fungsi eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, serta dengan posisi dan peran sektor dunia usaha, dengan masyarakat.
Dalam kaitan pembiayaan
pelayanan publik dan pembangunan, pemerintah mengemban 3 fungsi utama yaitu : 1.
Fungsi alokasi (atas sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan
publik); 2. Fungsi distributif (pendapatan dan kekayaan masyarakat, dan
pemerataan pembangunan); 3. Fungsi stabilitas (pertahanan, keamanan, ekonomi,
dan moneter).
Dilihat dari aspek
masyarakat, dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik maka dapat meningkatkan tuntutan masyarakat akan pemerintahan
yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja
sama lebih efisien dan efektif terutama dalam menyediakan layanan
prima bagi seluruh masyarakat. Keserasian dan keselarasan kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan pembangunan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, merupakan landasan bagi terwujudnya tugas pemerintah yang berorientasi
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Aspek Sumber Daya
Manusia (SDM) adanya kemampuan aparat pengelola, walaupun belum memadai dalam
jumlah sesuai dengan kebutuhan tiap unit atau satuan kerja daerah tetapi dalam
pengelolaan keuangan daerah dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin
kepada masyarakat.
Di dalam pelaksanaan
otonomi daerah, perlu diperhatikan unsur-unsur sebagai berikut: a. kemantapan
kelembagaan, b. ketersediaan SDM yang memadai khususnya aparatur pemerintah
daerah dan masyarakat, c. potensi ekonomi daerah untuk menggali sumber
pendapatannya sendiri, serta d. kemampuan pengelolaan keuangan daerah.
Di dalam pelaksanaan
otonomi daerah dalam rangka mencapai good governance tersebut, terdapat
berbagai kendala. Menurut Kaho ( 2001 : 16 ) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang
baik. Istilah keuangan di sini mengandung arti bahwa setiap hak yang berhubungan
dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang
cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.
Faktor
keuangan penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, hampir tidak ada kegiatan
pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang tersedia,
makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan.
Demikian juga semakin banyak pengelolaannnya semakin berdaya guna pemakaian
uang tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Manullang (1973 : 67)
bahwa : “Bagi kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting.
Makin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah
dalam negara itu. Sebaliknya, kalau keuangan negara itu kacau maka pemerintah akan
menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala
kewajiban yang diberikan kepadanya. Demikian juga bagi suatu pemerintah daerah,
keuangan merupakan masalah penting baginya dalam mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah. “.
Pada umumnya penerimaan
pemerintah dapat dibedakan atas penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.
Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari
pinjaman pemerintah baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman dari luar
negeri, penerimaan dari badan usaha milik pemerintah, penerimaan dari lelang,
dan sebagainya.
Menurut UU RI No. 22
Thn 1999, sumber-sumber penerimaan daerah terdiri dari 4 bagian, yakni : a.
Pendapatan Asli Daerah yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah; b.
Dana Perimbangan; c. Pinjaman daerah, dan ; d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang
sah.
Pada umumnya penerimaan
pemerintah sangat diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Penerimaan
pemerintah lainnya yang berupa pajak dapat dilihat dalam suatu rencana keuangan
yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan untuk di daerah
disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dapat dikatakan bahwa
APBD sebagai alat/ wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public
accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, di mana
pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum.
APBD merupakan salah
satu instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen
kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan
kapabilitas dan efektivitas dan pemerintah daerah. Anggaran daerah digunakan
untuk sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat
bantu dalam mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas
pengeluaran di masa mendatang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat
koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya penerimaan
/ pendapatan dan pengeluaran / belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.
Salah satu unsur yang
paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah
adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah harusnya dapat
secara berdaya guna dan berhasil guna. Hal tersebut diharapkan agar sesuai dengan
aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang akhir-akhir
ini. Sistem pengelolaan penerimaan keuangan tersebut tentunya diterapkan melalui
strategi-strategi tertentu sehingga di tengah keberadaannya di tengah-tengah masyarakat
yang dinamis, pemerintah harus lebih mampu memberi berbagai pelayanan sesuai
dengan kebutuhan yang dituntut oleh masyarakat.
Pamudji ( dalam Kaho,
2001 : 125 ) menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan
fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan
pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar
kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
Birokrasi atau
pemerintah dalam peranannya menghadapi peran ganda yakni di satu sisi
pemerintah harus mampu melakukan kiat-kiat strategis dalam rangka memberikan
pelayanan terbaik dan lebih baik lagi kepada masyarakat (outward looking), namun
di pihak lain harus juga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam
lingkungannya (inward looking).
Peningkatan sumber daya
manusia tentunya tidak terlepas dari faktor pendidikan.
Pesatnya perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan kualitas SDM yang lebih lagi
agar tidak ketinggalan. Dalam upayanya, sering diadakan pelatihan-pelatihan
atau diklat-diklat untuk meningkatkan kualitas SDM pemerintah agar dapat
sinkron dengan pendidikan mereka, bisa mengikuti perkembangan teknologi dan
bisa meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Namun, dalam kenyatannya masih
banyak pelatihan atau diklat tersebut yang tumpang tindih antara satu dinas dengan
dinas lainnya, ataupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, ataupun tidak
sesuai lagi dengan usia mereka. Hal ini menyebabkan kurang efektifnya
kegiatankegiatan tersebut dan cenderung mengakibatkan kurang efisiennya
pengalokasian keuangan daerah.
Peningkatan kompetensi
sumber daya manusia tersebut dimaksudkan untuk mengadakan penyempurnaan di
segala bidang, dengan efektif dan efisien memberdayakan seluruh sumber daya
yang dapat dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas para
aparatur pemerintah, serta menambah optimalnya pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat.
Berdasarkan latar
belakang di atas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk penulisan
skripsi dengan judul “Analisis Terhadap Strategi Pendanaan Peningkatan
Kapasitas Sumber Daya Aparatur Pemerintah di Kabupaten Simalungun.“ 1.2.
Perumusan Masalah Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya apara
aparatur pemerintah di Kabupaten Simalungun, tentunya memerlukan waktu dan
biaya yang tidak sedikit, sehingga diperlukan strategi pendanaan/ pembiayaan
baik yang bersumber dari sumbersumber PAD, pemerintah provinsi dan pemerintah
pusat maupun dari negara donor atau pihak ketiga. Dari latar belakang yang
telah diuraikan di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana
tingkat efisiensi dan efektivitas pengalokasian APBD sebagai salah satu
strategi pendanaan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur
pemerintah di Kabupaten Simalungun? 1.3. Hipotesis Hipotesis adalah
jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan
permasalahan di atas, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut : Sejauh
ini tingkat efisiensi dan efektivitas pengalokasian APBD sebagai salah satu strategi
pendanaan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur pemerintah
di Kabupaten Simalungun masih rendah.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui
bagaimana tingkat efisiensi dan efektivitas pengalokasian APBD sebagai salah
satu strategi pendanaan yang diterapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber
daya aparatur pemerintah di Kab. Simalungun.
2. Untuk mengetahui
program-program apa yang tepat dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan
kapasitas sumber daya aparatur pemerintah, terutama di Kab. Simalungun.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah, instansi /
lembaga yang terkait dalam menentukan kebijaksanaan dalam usaha peningkatan
kualitas dan kapasitas sumber daya para aparatur pemerintah. .
2. Sebagai bahan studi
dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi USU, khususnya
mahasiswa/i jurusan Ekonomi Pembangunan.
3. Sebagai bahan
referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik
yang sama.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi