Senin, 03 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PENDANAAN PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA APARATUR PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN
 1.1. Latar Belakang
Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing dalam arti positif, dapat bekerjasama, kreatif dan inovatif, sehingga hasil karya atau produk yang dihasilkan dapat berkompetisi untuk mengarah pada kualitas yang semakin lama semakin meningkat. Kemampuan untuk berkompetisi dihasilkan oleh kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula. .

Berbicara tentang tantangan dan peluang tenaga profesional dalam era globalisasi, tidak dapat lepas dari perubahan lingkungan, karena perubahan lingkungan akan menuntut perubahan yang sangat besar dan mendasar terhadap cara hidup.
Tuntutan ilmu pengetahuan yang pesat mengakibatkan semakin banyaknya timbul masalah yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus modal dasar pembangunan. Manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dalam kehidupannya harus meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan. Pembangunan manusia secara fisik dan mental akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dan sekarang ini diikuti dengan adanya semangat reformasi di berbagai bidang.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntunan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran  dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip-prinsip good governance. Adapun tujuan, tugas dan kewajiban negara dan pemerintah Indonesia secara jelas diingatkan dalam alinea terakhir UUD 1945 yang berbunyi : “……….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. “ Good governance merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Good governance ( pemerintahan yang baik ) mencakup aspek kehidupan yang luas mulai dari aspek hukum, politik, ekonomi, sosial, dan terkait erat dengan tugas dan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta dengan posisi dan peran sektor dunia usaha, dengan masyarakat.
Dalam kaitan pembiayaan pelayanan publik dan pembangunan, pemerintah mengemban 3 fungsi utama yaitu : 1. Fungsi alokasi (atas sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan publik); 2. Fungsi distributif (pendapatan dan kekayaan masyarakat, dan pemerataan pembangunan); 3. Fungsi stabilitas (pertahanan, keamanan, ekonomi, dan moneter).
Dilihat dari aspek masyarakat, dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat meningkatkan tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja sama lebih efisien dan efektif terutama dalam menyediakan  layanan prima bagi seluruh masyarakat. Keserasian dan keselarasan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan pembangunan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat, merupakan landasan bagi terwujudnya tugas pemerintah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) adanya kemampuan aparat pengelola, walaupun belum memadai dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan tiap unit atau satuan kerja daerah tetapi dalam pengelolaan keuangan daerah dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat.
Di dalam pelaksanaan otonomi daerah, perlu diperhatikan unsur-unsur sebagai berikut: a. kemantapan kelembagaan, b. ketersediaan SDM yang memadai khususnya aparatur pemerintah daerah dan masyarakat, c. potensi ekonomi daerah untuk menggali sumber pendapatannya sendiri, serta d. kemampuan pengelolaan keuangan daerah.
Di dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka mencapai good governance tersebut, terdapat berbagai kendala. Menurut Kaho ( 2001 : 16 ) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang baik. Istilah keuangan di sini mengandung arti bahwa setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.
 Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Demikian juga semakin banyak pengelolaannnya semakin berdaya guna pemakaian uang tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Manullang (1973 : 67) bahwa : “Bagi kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Makin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara itu. Sebaliknya, kalau keuangan negara itu kacau maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang diberikan kepadanya. Demikian juga bagi suatu pemerintah daerah, keuangan merupakan masalah penting baginya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. “.
Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan atas penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman dari luar negeri, penerimaan dari badan usaha milik pemerintah, penerimaan dari lelang, dan sebagainya.
Menurut UU RI No. 22 Thn 1999, sumber-sumber penerimaan daerah terdiri dari 4 bagian, yakni : a. Pendapatan Asli Daerah yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah;  b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman daerah, dan ; d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Pada umumnya penerimaan pemerintah sangat diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Penerimaan pemerintah lainnya yang berupa pajak dapat dilihat dalam suatu rencana keuangan yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan untuk di daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dapat dikatakan bahwa APBD sebagai alat/ wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum.
APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas dan pemerintah daerah. Anggaran daerah digunakan untuk sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu dalam mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa mendatang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya penerimaan / pendapatan dan pengeluaran / belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah harusnya  dapat secara berdaya guna dan berhasil guna. Hal tersebut diharapkan agar sesuai dengan aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang akhir-akhir ini. Sistem pengelolaan penerimaan keuangan tersebut tentunya diterapkan melalui strategi-strategi tertentu sehingga di tengah keberadaannya di tengah-tengah masyarakat yang dinamis, pemerintah harus lebih mampu memberi berbagai pelayanan sesuai dengan kebutuhan yang dituntut oleh masyarakat.
Pamudji ( dalam Kaho, 2001 : 125 ) menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Birokrasi atau pemerintah dalam peranannya menghadapi peran ganda yakni di satu sisi pemerintah harus mampu melakukan kiat-kiat strategis dalam rangka memberikan pelayanan terbaik dan lebih baik lagi kepada masyarakat (outward looking), namun di pihak lain harus juga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungannya (inward looking).
Peningkatan sumber daya manusia tentunya tidak terlepas dari faktor pendidikan.
Pesatnya perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan kualitas SDM yang lebih lagi agar tidak ketinggalan. Dalam upayanya, sering diadakan pelatihan-pelatihan atau diklat-diklat untuk meningkatkan kualitas SDM pemerintah agar dapat sinkron dengan pendidikan mereka, bisa mengikuti perkembangan teknologi dan bisa meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Namun, dalam kenyatannya  masih banyak pelatihan atau diklat tersebut yang tumpang tindih antara satu dinas dengan dinas lainnya, ataupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, ataupun tidak sesuai lagi dengan usia mereka. Hal ini menyebabkan kurang efektifnya kegiatankegiatan tersebut dan cenderung mengakibatkan kurang efisiennya pengalokasian keuangan daerah.
Peningkatan kompetensi sumber daya manusia tersebut dimaksudkan untuk mengadakan penyempurnaan di segala bidang, dengan efektif dan efisien memberdayakan seluruh sumber daya yang dapat dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas para aparatur pemerintah, serta menambah optimalnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Terhadap Strategi Pendanaan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur Pemerintah di Kabupaten Simalungun.“ 1.2. Perumusan Masalah Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya apara aparatur pemerintah di Kabupaten Simalungun, tentunya memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, sehingga diperlukan strategi pendanaan/ pembiayaan baik yang bersumber dari sumbersumber PAD, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat maupun dari negara donor atau pihak ketiga. Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :  Bagaimana tingkat efisiensi dan efektivitas pengalokasian APBD sebagai salah satu strategi pendanaan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur pemerintah di Kabupaten Simalungun? 1.3. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut : Sejauh ini tingkat efisiensi dan efektivitas pengalokasian APBD sebagai salah satu strategi pendanaan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur pemerintah di Kabupaten Simalungun masih rendah.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi dan efektivitas pengalokasian APBD sebagai salah satu strategi pendanaan yang diterapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur pemerintah di Kab. Simalungun.
2. Untuk mengetahui program-program apa yang tepat dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan kapasitas sumber daya aparatur pemerintah, terutama di Kab. Simalungun.
 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah, instansi / lembaga yang terkait dalam menentukan kebijaksanaan dalam usaha peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya para aparatur pemerintah. .
2. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi USU, khususnya mahasiswa/i jurusan Ekonomi Pembangunan.
3. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi