BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita
dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah penduduk yang
besar berdampak langsung terhadap pembangunan ekonomi berupa tersedianya tenaga
kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi
kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak
terhadap pembangunan ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya:
1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi
dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan
dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan.
2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan
pembangunan hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya
saja. Hal ini menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata,
sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah
yang jarang penduduknya.
3.
Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di kota-kota
besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan
kelompok miskin kota.
Sekitar
200 tahun lalu Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara
pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih
dipercaya oleh banyak ahli sampai
saat ini. Dalam bukunya yang berjudul Essay on the principle of population tahun
1789, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep pertambahan hasil yang semakin
berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan suatu kecenderungan
bahwasanya jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat sangat cepat pada
deret ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang bersamaan
persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Maltus menjelaskan bahwa
tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersedian pangan dapat
menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat
terjadi akibat dari 3 faktor pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertility),
kematian (mortality) dan juga akibat dari migrasi (migration).
Dalam teorinya tersebut Malthus memiliki kelemahan karena dia tidak
memperhitungkan begitu besarnya dampak sosial dan teknologi dalam mengimbangi
laju pertumbuhan penduduk.
Di negara-negara berkembang perkembangan penduduk sangat
pesat khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi.
Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang dilakukan
oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek migrasi yang akan
mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Todaro (2000) menyatakan bahwa
munculnya urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya
pertumbuhan penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta adanya
kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi ke
kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk
sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan penduduk
di perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini disebabkan
karena adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang menyebabkan penduduk
pedesaan atau penduduk daerah lain tersebut melakukan perpindahan kedaerah
perkotaan.
Faktor-faktor pendorong (push
factor) antara lain adalah :
1. Makin berkurangnya sumber-sumber
kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas
barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil
tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di
tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin
menyempit).
3. Adanya tekanan-tekanan seperti
politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah
asal.
4. Alasan pendidikan, pekerjaan atau
perkawinan.
5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi,
tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah
:
1. Adanya harapan akan memperoleh
kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup.
2. Adanya kesempatan untuk memperoleh
pendidikan yang lebih baik,
3. Keadaan lingkungan dan keadaan
hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan
fasilitas-fasilitas publik lainnya.
4. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat
hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk
bermukim di kota besar.
Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk
pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya
ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro menyebutkan motif utama tersebut
sebagai pertimbangan
ekonomi yang rasional. Mobilitas ke
perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi dari pada yang diperolehnya di tempat asalnya.
Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pertambahan penduduk
di daerah perkotaan semakin tinggi. Tidak terkecuali di Kota Tebing Tinggi,
Sebagai sebuah kota yang termasuk kategori sedang, dalam dua dasawarsa terakhir
perekonomian Tebing Tinggi tumbuh dengan cepat seiring dengan perkembangan
fasilitas yang ada baik fasilitas ekonomi seperti sektor industri, serta
fasilitas pendukung lainnya. Pada umumnya sektor industri besar/sedang di Kota
Tebing Tinggi berstatus perorangan (tujuh unit), dan tujuh unit berstatus PT
dan satu unit CV. Lokasi usaha paling banyak di Kecamatan Bajenis (enam unit).
Tenaga kerja pada sektor industri besar/sedang umumnya bekerja pada kelompok
industri kimia yakni minyak bumi, batubara, karet dan plastik. Kelompok
industri makanan dan minuman serta tembakau. Kelompok industri barang logam
yakni mesin dan peralatan. Tenaga kerja yang lain tersebar di kelompok industri
tekstil yakni pakaian jadi dan kulit. Kelompok industri kayu yakni peralatan
rumah tangga. Kelompok industri kertas yakni penerbitan dan percetakan. Tenaga
kerja pada sektor industri besar/sedang yang akhirnya juga bekerja pada
kelompok industri pengolahan lainnya. Besarnya nilai out put yang dihasilkan
oleh sektor industri tersebut pada tahun 2008 mencapai 1.167,4 milyar rupiah.
Sementara biaya input yang dikeluarkan pada tahun 2008 mencapai 998,4 milyar
rupiah dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan pada tahun 2008 mencapai
169 milyar rupiah. Perkembangan ekonomi Kota Tebing Tinggi dipacu karena letak
strategis Kota Tebing Tinggi yang menjadi jalur lintas Sumatera. Di samping itu
karena Kota Tebing Tinggi merupakan daerah hynterland yang berkembang
menjadi wilayah kota yang maju, sehingga sebagian besar masyarakat daerah
tetangga memanfaatkan Kota
Tebing Tinggi sebagai alternative
utama dalam pemenuhan kebutuhan mereka, karena akses ke Kota Tebing Tinggi
relative lebih dekat, terjangkau, efisien dan ekonomis. Kondisi ini mendorong
perkembangan Kota Tebing Tinggi sebagai kota industri, yang tercermin dari
aktivitas yang menonjol di sektor industri. Letak geografis Kota Tebing Tinggi
yang diapit wilayah kaya sumber daya alam seperti Kabupaten Deli Serdang, dan daerah
lain di Sumatera Utara serta Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menjadi peluang
potensial dalam menggerakkan roda perekonomian. Lalu lintas antar kota
menjadikan wilayah ini daerah transit. Kota Tebing Tinggi yang merupakan
bahagian dari pemerintah kota di Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk pada
tahun 2008 mencapai 141.059 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 3.712
jiwa/Km2 (Sumatera Utara Dalam Angka 2009).
Banyaknya industri-industri dan tersedianya sarana dan prasarana yang lebih
baik di Kota Tebing Tinggi merupakan daya tarik bagi penduduk dari daerah lain
untuk dapat tinggal di kota tersebut. Banyaknya industri-industri tersebut
memunculkan harapan bagi penduduk daerah lain untuk mendapatkan pekerjaan dan
pendapatan yang lebih baik. Sehingga banyak penduduk dari luar Kota Tebing
Tinggi yang tertarik untuk melakukan migrasi ke kota tersebut.
Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk
meneliti masalah kepadatan penduduk Kota Tebing Tinggi tersebut dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Tebing
Tinggi”
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu
merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan. Bertitik
tolak dari uraian
yang telah dijelaskan diatas, maka
dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yang akan diteliti, yaitu :
1. Apakah Pendapatan Total Masyarakat
Kota Tebing Tinggi berpengaruh terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota
Tebing Tinggi?
2. Apakah Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi
berpengaruh terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi?
1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan
yang ada, dimana keberadaannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data
yang terkumpul, berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat
hipotesis sebagai berikut :
1. Pendapatan Total Masyarakat Kota
Tebing Tinggi mempunyai pengaruh positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk
Kota Tebing Tinggi.
2. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi
mempunyai pengaruh positif terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Tebing
Tinggi.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengukur seberapa besar
pengaruh Pendapatan Total Masyarakat Kota Tebing Tinggi terhadap Tingkat
Kepadatan Penduduk di Kota Tebing Tinggi.
2. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh Tingkat Penyerapan
Tenaga Kerja Kota Tebing Tinggi terhadap Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota
Tebing Tinggi. 1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi pemerintah
dalam menentukan kebijakan dalam mengatasi masalah kepadatan penduduk di Kota
Tebing Tinggi.
2. Sebagai referensi dan informasi
bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang topiknya berhubungan.
3. Untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis.
4. Menambah, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding
hasil-hasil penelitian yang sudah ada yang topiknya berhubungan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi