BAB II DAKWAH, ZAKAT, DAN PENGELOLAANNYA SERTA PERUBAHAN STATUS MANUSIA DALAM
DAKWAH-ZAKAT 2.1. Konsep Dakwah dan
Zakat 2.1.1. Dakwah 2.1.1.1.
Pengertian Dakwah Kata
dakwah dalam Kamus
Al-Munawwir: Arab-Indonesia (1997: 406)
berasal dari kata yang artinya “memanggil,
mengundang, mengajak atau
menyeru. Dalam Ilmu
Tata Bahasa Arab kata dakwah
berbentuk isim masdar yaitu اوعد
, sedangkan bentuk fi‟il-nya adalah اعد
– ىعدي .
Sementara pengertian
dakwah secara konseptual
telah dirumuskan oleh
para ulama dengan
pengertian yang beragam.
Pengertian dakwah
tersebut dikemukakan oleh
para pakar dakwah sebagai berikut: 1) Menurut
Ali Mahfudz, dakwah
adalah mendorong manusia
kepada kebaikan dan mengikuti
petunjuk serta memerintah mereka berbuat ma‟ruf
dan mencegahnya dari
perbuatan munkar agar
mereka memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat (Awaluddin, 2006: 6).
2) Menurut
Amrullah Achmad (1983:
17) mengungkapkan bahwa dakwah adalah
mengadakan dan memberikan
arah perubahan.
Mengubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah 19 keadilan, kebodohan
ke arah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan
ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke
arah kemajuan yang semuanya dalam
rangka meningkatkan derajat
manusia dan masyarakat ke arah puncak kemanusiaan.
3) Quraish
Shihab mendefinisikan dakwah
sebagai seruan atau
ajakan kepada keinsafan,
atau usaha mengubah
situasi yang tidak
baik kepada situasi
yang lebih baik
dan sempurna baik
terhadap pribadi maupun masyarakat (Munir, 2006: 20).
Dari beberapa definisi dakwah di
atas, sesuai dengan kerangka teoritik
penelitian ini, maka di sini akan digunakan definisi yang kedua yaitu
dakwah adalah mengadakan
dan memberikan arah
perubahan.
Mengubah struktur
masyarakat dan budaya
dari kedhaliman ke
arah keadilan, kebodohan ke arah
kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran,
keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan
masyarakat ke arah puncak kemanusiaan.
2.1.1.2. Dasar Hukum Dakwah Dasar hukum
kewajiban dakwah banyak
disebutkan dalam alQur‟an, di antaranya adalah surat Ali Imran
ayat 104Artinya: “Dan hendaklah
ada di antara
kamu segolongan umat
yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan
mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Dept. Agama, 1978: 93).
Di samping
itu, pandangan yang
menyatakan bahwa dakwah hukumnya wajib juga didasari hadits Nabi SAW Artinya:
“barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu
dengan lisan, jika tidak
mampu dengan hati
dan itu selemah-lemah daripada iman” (HR. Ahmad).
2.1.1.3. Fungsi Dakwah Dilihat dari targetnya, fungsi dakwah dapat dibedakan menjadi empat
yaitu: i‟tiyadi, muharrik,
iqaf dan takhfif.
Dalam Kamus AlMunawwir:
Arab-Indonesia istilah i‟tiyadi
berasal dari kata
“aa‟da” yang artinya
kembali, kebiasaan atau
adat. Sedangkan kata
Muharrik merupakan bentuk masdar
dari kata “harraka”
yang artinya bergerak atau penggerak. Kemudian kata iqaf
berasal dari kata “waqafa” yang artinya berhenti atau penghentian, dan yang
terakhir kata takhfif berasal dari kata “khaffafa” yang artinya meringankan.
Dari istilah
tersebut di atas,
fungsi dakwah yang
dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
I‟tiyadi, yaitu ketika target dakwah adalah normalisasi tata nilai yang telah ada, hidup dan berkembang di suatu
komunitas agar tata nilai itu kembali
kepada yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
2. Muharriq,
ketika target dakwah
berupa peningkatan tatanan
sosial yang sebenarnya
sudah Islami agar
semakin meningkat lagi
nilainilai keislamannya hidup dalam komunitas tersebut.
3. Iqaf,
ketika dakwah adalah
upaya preventif dengan
sejumlah petunjuk-petunjuk dan
peringatan-peringatan yang relevan
agar komunitas tersebut
tidak terjerumus ke
dalam tatanan yang
tidak Islami atau kurang
mencerminkan nilai-nilai keislaman.
4. Takhfif,
ketika target dakwah
adalah upaya membantu
untuk ikut meringankan beban penderitaan akibat
problem-problem yang secara riil telah
mempersulit kehidupan komunitas
(Sulthon, 2003: 140-141).
2.1.1.4. Unsur-unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah adalah
komponen-komponen yang terdapat dalam
setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur dakwah tersebut adalah: a. Da‟i (Pelaku dakwah) Da‟i adalah
orang yang menyampaikam
pesan atau menyebarluaskan ajaran
agama kepada masyarakat
umum. Sedangkan secara praktis, da‟i dapat dipahami dalam dua
pengertian. Pertama, da‟i adalah
setiap muslim/muslimat yang
melakukan aktivitas dakwah sebagai
kewajiban yang melekat
dan tak terpisahkan
dari misinya sebagai
penganut Islam sesuai
dengan perintah “ballighu
„anni walau ayat” (Awaluddin, 2006: 21).
Menurut pengertian ini, semua
muslim termasuk dalam kategori da‟i, sebab
ia mempunyai kewajiban
menyampaikan pesan-pesan agama
setidak-tidaknya kepada anak,
keluarga atau pada
dirinya sendiri. Jadi,
pengertian da‟i semacam
ini lebih bersifat
universal, karena semua orang
Islam termasuk dalam kategori da‟i.
Kedua, da‟i dialamatkan kepada
mereka yang memiliki keahlian tertentu dalam
bidang dakwah Islam
dan mempraktekkan keahlian tersebut
dalam menyampaikan pesan-pesan
agama dengan segenap kemampuannya
baik dari segi
penguasaan konsep, teori,
maupun metode tertentu
dalam berdakwah. Dengan
kata lain, kategori
da‟i di sini
hanyalah mereka yang
secara khusus menekuni
bidang dakwah yang
dilengkapi dengan ilmu-ilmu
pendukungnya (Awaluddin, 2006: 22).
Oleh karena
itu, visi seorang
da‟i, karakter, keluasan
dan kedalaman ilmu,
keluhuran akhlak, kredibilitas,
kapabilitas, akseptabilitas dan
sikap-sikap positif lainnya
sangat menentukan keberhasilan
seorang da‟i dalam
menjalankan tugas dakwah.
Inilah salah satu
aspek yang ditunjukkan
oleh Nabi Muhammad
dihadapan umatnya sehingga
beliau mendapatkan keberhasilan
yang gemilang dalam menjalankan tugas dakwah.
Selanjutnya,
dakwah Islam sebaiknya
dirancang untuk lebih memberikan
tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan
umat. Untuk itu dapat dilakukan
beberapa hal yang
bermakna, yaitu dakwah
untuk pemberdayaan ekonomi,
pemberdayaan politik, pemberdayaan budaya, dan pendidikan sebagai pusat dakwah Islam
(Awaluddin, 2006: 28).
b. Mad‟u (Objek dakwah) Mad‟u, yaitu
manusia yang menjadi
sasaran dakwah, atau manusia penerima
dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok,
baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak; atau dengan kata
lain, manusia secara
keseluruhan. Kepada manusia
yang belum beragama
Islam, dakwah bertujuan
untuk mengajak mereka untuk
mengikuti agama Islam;
sedangkan kepada orang-orang
yang telah beragama
Islam, dakwah bertujuan
meningkatkan kualitas iman, Islam,
dan ikhsan (Munir, 2006: 23).
Oleh karena
masyarakat yang menjadi
sasaran dakwah sangat heterogen
dan memiliki pluralitas
yang sangat tinggi
dalam berbagai aspek,
baik segi usia,
status sosial, tingkat
ekonomi, profesi, tradisi, masyarakat, aspirasi politik dan keragaman
aspek-aspek lainnya, maka seorang da‟i
dituntut untuk memiliki
ketajaman yang kreatif
untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi kondisi riil
masyarakat yang akan dihadapi. Kekeliruan
penerapan cara dalam
membidik komunikan sangat
memungkinkan terjadinya kegagalan
dalam melakukan tugas dakwah.
Dalam
hal ini, maka
da‟i sebelum terjun
ke lapangan untuk berhadapan dengan
komunikan, harus melakukan
kerja pra-kondisi.
Da‟i harus menganalisis secara
tepat metode, strategi, materi dan media yang
akan digunakan dalam
melakukan tugas dakwah.
Tanpa melalui tahapan
ini maka sangat
dimungkinkan pesan-pesan dakwah
yang diberikan kepada komunikan
akan mengalami pembiasan yang jauh dari harapan.
Sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan akan sia-sia belaka dan
tidak memiliki signifikansi
yang strategis bagi
masyarakat itu sendiri.
c. Materi Dakwah Materi dakwah adalah pesan yang
disampaikan oleh da‟i kepada mad‟u yang
mengandung kebenaran dan
kebaikan bagi manusia
yang bersumber dari Al-Qur‟an dan
Hadits. Dengan demikian materi dakwah merupakan
inti dari dakwah itu sendiri. Oleh karena itu hakekat materi dakwah tidak lepas dari tujuan dakwah.
Tujuan dakwah
dilihat dari segi
materi ada tiga
macam.
Pertama, tujuan aqidah, yakni tertanamnya aqidah tauhid yang
mantap di dalam hati setiap manusia,
sehingga keyakinannya terhadap
ajaranajaran Islam tidak
diikuti dengan keragu-raguan. Realisasi
dari tujuan ini adalah orang yang belum beriman menjadi
beriman, dan orang yang sudah beriman
semakin mantap keimanannya.
Kedua, tujuan hukum, yakni
kepatuhan setiap manusia
terhadap hukum-hukum yang
telah ditetapkan Allah
SWT. Realisasi dari
tujuan ini adalah
orang yang belum
mau menjalankan ibadah
menjadi beribadah. Misalnya
dari orang yang
belum mau mendirikan
sholat dan menunaikan
zakat menjadi mau mendirikan
sholat dan menunaikan zakat tanpa diseru lagi.
Ketiga, tujuan
akhlak yakni terbentuknya pribadi
muslim yang berbudi luhur dan
dihiasi denga sifat-sifat
terpuji serta bersih
dari sifat-sifat tercela. Realisasinya dapat terwujud melalui
hubungan manusia dengan tuhannya, sikap
terhadap dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia
lain dengan sesama
muslim dan lingkungannya
(Awaluddin, 2006: 12).
d. Metode Dakwah Metode dakwah adalah jalan atau cara yang
dipakai juru dakwah untuk menyampaikan
ajaran materi dakwah
Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah metode sangat
penting karena suatu pesan walaupun
baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak baik, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si
penerima pesan.
Dilihat dari
segi bentuk kegiatannya,
secara umum dakwah dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu
dakwah bil lisan dan bil hal.
Dakwah bil
lisan adalah dakwah
secara langsung dimana
da‟i menyampaikan ajaran dakwahnya kepada mad‟u (Sanwar, 1986: 77).
Dakwah bil
hal merupakan kegiatan-kegiatan dakwah
yang diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan umat. Di tengah-tengah
kegairahan dan kesemarakan dakwah Islam di Indonesia dalam
dasa warsa terakhir
ini, dakwah yang
lebih menyentuh dan dinilai
sebagai cara yang baik dan efektif adalah jenis dakwah bil hal.
Dakwah bil
hal merupakan dakwah
yang lebih mengutamakan
amal nyata di banding sekedar
berpidato di mimbar (Ayyub dkk,1998: 7) Tujuan
dakwah bil hal
adalah untuk meningkatkan
harkat dan martabat
umat, terutama kaum
dhu‟afa atau kaum
berpenghasilan rendah (Pustaka
Panjimas, 1989: 286). Sasaran dakwah bil
hal adalah golongan
berpenghasilan rendah, dhu‟afa
kaum lemah sosial
ekonomi yang berada
di kota dan
di desa. Terutama
di tempat-tempt terpencil yang
rawan pangan, lahan
gersang, daerah transmigrasi
baru, akibat bencana alam dan sebagainya.
e. Media Dakwah Media dakwah
adalah sarana yang
digunakan da‟i untuk menyampaikan materi
dakwah (ajaran Islam)
kepada mad‟u. Untuk menyampaikan
ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai media. Menurut Hamzah Ya‟kub dalam
bukunya Munir (2006: 32) membagi media dakwah menjadi lima macam,
yaitu: 1) Lisan,
seperti dakwah berbentuk
pidato, ceramah, kuliah, bimbingan dan penyuluhan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi