Selasa, 19 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI

BAB II DAKWAH, ZAKAT,  DAN PENGELOLAANNYA  SERTA PERUBAHAN STATUS MANUSIA DALAM DAKWAH-ZAKAT 2.1.  Konsep Dakwah dan Zakat 2.1.1.  Dakwah  2.1.1.1.  Pengertian Dakwah Kata  dakwah  dalam  Kamus  Al-Munawwir:  Arab-Indonesia (1997:  406)  berasal  dari  kata  yang  artinya  “memanggil,  mengundang,  mengajak  atau  menyeru.  Dalam  Ilmu  Tata  Bahasa Arab kata dakwah berbentuk isim masdar yaitu اوعد , sedangkan  bentuk fi‟il-nya adalah  اعدىعدي  .
Sementara  pengertian  dakwah  secara  konseptual  telah  dirumuskan  oleh  para  ulama  dengan  pengertian  yang  beragam.
Pengertian  dakwah  tersebut  dikemukakan  oleh  para  pakar  dakwah  sebagai berikut: 1)  Menurut  Ali  Mahfudz,  dakwah  adalah  mendorong  manusia  kepada  kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah mereka berbuat  ma‟ruf  dan  mencegahnya  dari  perbuatan  munkar  agar  mereka  memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Awaluddin, 2006: 6).
2)  Menurut   Amrullah  Achmad  (1983:  17)  mengungkapkan  bahwa  dakwah  adalah  mengadakan  dan  memberikan  arah  perubahan.

Mengubah struktur masyarakat  dan budaya dari kedhaliman ke arah  19   keadilan,  kebodohan  ke  arah  kemajuan/kecerdasan,  kemiskinan  ke  arah  kemakmuran,  keterbelakangan  ke  arah  kemajuan  yang  semuanya  dalam  rangka  meningkatkan  derajat  manusia  dan  masyarakat ke arah puncak kemanusiaan.
3)  Quraish  Shihab  mendefinisikan  dakwah  sebagai  seruan  atau  ajakan  kepada  keinsafan,  atau  usaha  mengubah  situasi  yang  tidak  baik  kepada  situasi  yang  lebih  baik  dan  sempurna  baik  terhadap  pribadi  maupun masyarakat (Munir, 2006: 20).
Dari beberapa definisi dakwah di atas, sesuai dengan kerangka  teoritik penelitian ini, maka di sini akan digunakan definisi yang kedua  yaitu  dakwah  adalah  mengadakan  dan  memberikan  arah  perubahan.
Mengubah  struktur  masyarakat  dan  budaya  dari  kedhaliman  ke  arah  keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke arah  kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam  rangka meningkatkan derajat manusia dan masyarakat ke arah puncak  kemanusiaan.
2.1.1.2.  Dasar Hukum Dakwah Dasar  hukum  kewajiban  dakwah  banyak  disebutkan  dalam  alQur‟an, di antaranya adalah surat Ali Imran ayat 104Artinya:  “Dan  hendaklah  ada  di  antara  kamu  segolongan  umat  yang  menyeru  kepada  kebajikan,  menyuruh  kepada  yang  ma'ruf  dan  mencegah  dari  yang  munkar,  merekalah  orang-orang  yang beruntung.” (Dept. Agama, 1978: 93).
Di  samping  itu,  pandangan  yang  menyatakan  bahwa  dakwah  hukumnya wajib juga didasari hadits Nabi SAW Artinya: “barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah  merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan,  jika  tidak  mampu  dengan  hati  dan  itu  selemah-lemah  daripada iman” (HR. Ahmad).
2.1.1.3.  Fungsi Dakwah Dilihat  dari targetnya, fungsi dakwah  dapat dibedakan menjadi  empat  yaitu:  i‟tiyadi,  muharrik,  iqaf  dan  takhfif.  Dalam  Kamus  AlMunawwir:  Arab-Indonesia  istilah  i‟tiyadi  berasal  dari  kata  “aa‟da”  yang  artinya  kembali,  kebiasaan  atau  adat.  Sedangkan  kata  Muharrik merupakan  bentuk  masdar  dari  kata  “harraka”  yang  artinya  bergerak  atau penggerak. Kemudian kata  iqaf  berasal dari kata “waqafa”  yang  artinya berhenti atau penghentian, dan yang terakhir kata takhfif  berasal  dari kata “khaffafa” yang artinya meringankan.
Dari  istilah  tersebut  di  atas,  fungsi  dakwah  yang  dimaksud  adalah sebagai berikut:   1.  I‟tiyadi, yaitu ketika target dakwah adalah normalisasi tata nilai yang  telah ada, hidup dan berkembang di suatu komunitas agar tata nilai  itu kembali kepada yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
2.  Muharriq,  ketika  target  dakwah  berupa  peningkatan  tatanan  sosial  yang  sebenarnya  sudah  Islami  agar  semakin  meningkat  lagi  nilainilai keislamannya hidup dalam komunitas tersebut.
3.  Iqaf,  ketika  dakwah  adalah  upaya  preventif  dengan  sejumlah  petunjuk-petunjuk  dan  peringatan-peringatan  yang  relevan  agar  komunitas  tersebut  tidak  terjerumus  ke  dalam  tatanan  yang  tidak  Islami atau kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman.
4.  Takhfif,  ketika  target  dakwah  adalah  upaya  membantu  untuk  ikut  meringankan beban penderitaan akibat problem-problem yang secara  riil  telah  mempersulit  kehidupan  komunitas  (Sulthon,  2003:  140-141).
2.1.1.4.  Unsur-unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat  dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur dakwah tersebut adalah: a.  Da‟i (Pelaku dakwah) Da‟i  adalah  orang  yang  menyampaikam  pesan  atau  menyebarluaskan  ajaran  agama  kepada  masyarakat  umum.  Sedangkan  secara praktis, da‟i dapat dipahami dalam dua pengertian. Pertama, da‟i adalah  setiap  muslim/muslimat  yang  melakukan  aktivitas  dakwah  sebagai  kewajiban  yang  melekat  dan  tak  terpisahkan  dari  misinya   sebagai  penganut  Islam  sesuai  dengan  perintah  “ballighu  „anni  walau  ayat” (Awaluddin, 2006: 21).
Menurut pengertian ini, semua muslim termasuk dalam kategori  da‟i,  sebab  ia  mempunyai  kewajiban  menyampaikan  pesan-pesan  agama  setidak-tidaknya  kepada  anak,  keluarga  atau  pada  dirinya  sendiri.  Jadi,  pengertian  da‟i  semacam  ini  lebih  bersifat  universal,  karena semua orang Islam termasuk dalam kategori da‟i.
Kedua, da‟i dialamatkan kepada mereka yang memiliki keahlian  tertentu  dalam  bidang  dakwah  Islam  dan  mempraktekkan  keahlian  tersebut  dalam  menyampaikan  pesan-pesan  agama  dengan  segenap  kemampuannya  baik  dari  segi  penguasaan  konsep,  teori,  maupun  metode  tertentu  dalam  berdakwah.  Dengan  kata  lain,  kategori  da‟i  di  sini  hanyalah  mereka  yang  secara  khusus  menekuni  bidang  dakwah  yang  dilengkapi  dengan  ilmu-ilmu  pendukungnya  (Awaluddin,  2006:  22).
Oleh  karena  itu,  visi  seorang  da‟i,  karakter,  keluasan  dan  kedalaman  ilmu,  keluhuran  akhlak,  kredibilitas,  kapabilitas,  akseptabilitas  dan  sikap-sikap  positif  lainnya  sangat  menentukan  keberhasilan  seorang  da‟i  dalam  menjalankan  tugas  dakwah.  Inilah  salah  satu  aspek  yang  ditunjukkan  oleh  Nabi  Muhammad  dihadapan  umatnya  sehingga  beliau  mendapatkan  keberhasilan  yang  gemilang  dalam menjalankan tugas dakwah.
 Selanjutnya,  dakwah  Islam  sebaiknya  dirancang  untuk  lebih  memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan  umat. Untuk itu  dapat  dilakukan  beberapa  hal  yang  bermakna,  yaitu  dakwah  untuk  pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan budaya,  dan pendidikan sebagai pusat dakwah Islam (Awaluddin, 2006: 28).
b.  Mad‟u (Objek dakwah) Mad‟u,  yaitu  manusia  yang  menjadi  sasaran  dakwah,  atau  manusia  penerima  dakwah,  baik  sebagai  individu  maupun  sebagai  kelompok,  baik  manusia  yang  beragama  Islam  maupun  tidak;  atau  dengan  kata  lain,  manusia  secara  keseluruhan.  Kepada  manusia  yang  belum  beragama  Islam,  dakwah  bertujuan  untuk  mengajak  mereka  untuk  mengikuti  agama  Islam;  sedangkan  kepada  orang-orang  yang  telah  beragama  Islam,  dakwah  bertujuan  meningkatkan  kualitas  iman,  Islam, dan ikhsan (Munir, 2006: 23).
Oleh  karena  masyarakat  yang  menjadi  sasaran  dakwah  sangat  heterogen  dan  memiliki  pluralitas  yang  sangat  tinggi  dalam  berbagai  aspek,  baik  segi  usia,  status  sosial,  tingkat  ekonomi,  profesi,  tradisi,  masyarakat, aspirasi politik dan keragaman aspek-aspek lainnya, maka  seorang  da‟i  dituntut  untuk  memiliki  ketajaman  yang  kreatif  untuk  mendeteksi  dan  mengidentifikasi  kondisi  riil  masyarakat  yang  akan  dihadapi.  Kekeliruan  penerapan  cara  dalam  membidik  komunikan  sangat  memungkinkan  terjadinya  kegagalan  dalam  melakukan  tugas  dakwah.
 Dalam  hal  ini,  maka  da‟i  sebelum  terjun  ke  lapangan  untuk  berhadapan  dengan  komunikan,  harus  melakukan  kerja  pra-kondisi.
Da‟i harus menganalisis secara tepat metode, strategi, materi dan media  yang  akan  digunakan  dalam  melakukan  tugas  dakwah.  Tanpa  melalui  tahapan  ini  maka  sangat  dimungkinkan  pesan-pesan  dakwah  yang  diberikan kepada komunikan akan mengalami pembiasan yang jauh dari  harapan. Sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan akan sia-sia belaka  dan  tidak  memiliki  signifikansi  yang  strategis  bagi  masyarakat  itu  sendiri.
c.  Materi Dakwah Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh da‟i kepada  mad‟u  yang  mengandung  kebenaran  dan  kebaikan  bagi  manusia  yang  bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dengan demikian materi dakwah  merupakan inti dari dakwah itu sendiri. Oleh karena itu hakekat materi  dakwah tidak lepas dari tujuan dakwah.
Tujuan  dakwah  dilihat  dari  segi  materi  ada  tiga  macam.
Pertama, tujuan  aqidah, yakni tertanamnya aqidah tauhid yang mantap  di dalam hati setiap manusia, sehingga keyakinannya terhadap  ajaranajaran  Islam  tidak  diikuti  dengan  keragu-raguan.  Realisasi  dari  tujuan  ini adalah orang yang belum beriman menjadi beriman, dan orang yang  sudah  beriman  semakin  mantap  keimanannya.  Kedua,  tujuan  hukum,  yakni  kepatuhan  setiap  manusia  terhadap  hukum-hukum  yang  telah  ditetapkan  Allah  SWT.  Realisasi  dari  tujuan  ini  adalah  orang  yang   belum  mau  menjalankan  ibadah  menjadi  beribadah.  Misalnya  dari  orang  yang  belum  mau  mendirikan  sholat  dan  menunaikan  zakat  menjadi mau mendirikan sholat dan menunaikan zakat tanpa diseru lagi.
Ketiga,  tujuan  akhlak  yakni terbentuknya pribadi muslim yang berbudi  luhur  dan  dihiasi  denga  sifat-sifat  terpuji  serta  bersih  dari  sifat-sifat  tercela. Realisasinya dapat terwujud melalui hubungan manusia dengan  tuhannya, sikap terhadap dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan  manusia  lain  dengan  sesama  muslim  dan  lingkungannya  (Awaluddin,  2006: 12).
d.  Metode Dakwah  Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah  untuk  menyampaikan  ajaran  materi  dakwah  Islam.  Dalam  menyampaikan suatu pesan dakwah metode sangat penting karena suatu  pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak baik,  maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.
Dilihat  dari  segi  bentuk  kegiatannya,  secara  umum  dakwah  dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu dakwah bil lisan  dan bil  hal.
Dakwah  bil  lisan  adalah  dakwah  secara  langsung  dimana  da‟i menyampaikan ajaran dakwahnya kepada mad‟u (Sanwar, 1986: 77).
Dakwah  bil  hal  merupakan  kegiatan-kegiatan  dakwah  yang  diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat. Di  tengah-tengah kegairahan dan kesemarakan dakwah Islam di Indonesia  dalam  dasa  warsa  terakhir  ini,  dakwah  yang  lebih  menyentuh  dan   dinilai sebagai cara yang baik dan efektif adalah jenis dakwah  bil hal.
Dakwah  bil  hal  merupakan  dakwah  yang  lebih  mengutamakan  amal  nyata di banding sekedar berpidato di mimbar (Ayyub dkk,1998: 7) Tujuan  dakwah  bil  hal  adalah  untuk  meningkatkan  harkat  dan  martabat  umat,  terutama  kaum  dhu‟afa  atau  kaum  berpenghasilan  rendah (Pustaka Panjimas, 1989: 286). Sasaran dakwah  bil hal  adalah  golongan  berpenghasilan  rendah,  dhu‟afa  kaum  lemah  sosial  ekonomi  yang  berada   di  kota  dan  di  desa.  Terutama  di  tempat-tempt  terpencil  yang  rawan  pangan,  lahan  gersang,  daerah  transmigrasi  baru,  akibat  bencana alam dan sebagainya.

e.  Media Dakwah Media  dakwah  adalah  sarana  yang  digunakan  da‟i  untuk  menyampaikan  materi  dakwah  (ajaran  Islam)  kepada  mad‟u.  Untuk  menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan  berbagai media. Menurut Hamzah Ya‟kub dalam bukunya Munir (2006:  32)  membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu:  1)  Lisan,  seperti  dakwah  berbentuk  pidato,  ceramah,  kuliah,  bimbingan dan penyuluhan.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi