Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah: PEMBAGIAN ZAKAT KONSUMTIF DAN PRODUKTIF BAGI MUSTAHIQ ZAKAT

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah .
Zakat  termasuk salah satu rukun Islam, Zakat mulai disyari’atkan  pada bulan Syawal tahun ke 2 Hijriah sesudah pada bulan Ramadhannya  diwajibkan zakat fitrah. Jadi mula-mula diwajibkan zakat fitrah, baru  kemudian diwajibkan zakat mal atau kekayaan.  Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai kekayaan yang  cukup nishab, yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Jika kurang dari itu kekayaan belum dikenai zakat. Adapun saat haul ialah  waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah memenuhi nishabnya (dimiliki  cukup dalam waktu setahun).

 Di dalam al-Qur’an, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat  dan shalat sejumlah 82 ayat. Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif  bahwa setelah shalat, zakat merupakan rukun Islam terpenting. Zakat dan   Zakat menurut asal kata, zakat yang berasal dari kata ةﺎآز berarti berkah, bersih, baik  dan meningkat. Ahmad Warson Munawir, Kamus Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap,  Surabaya : Pustaka Progresif, 1997, hlm. 577; zakat secara bahasa juga diartikan dengan berarti  nama’ (kesuburan),  thaharah  (kesucian),  barakah(keberkahan), dan berarti juga  tazkiyah (mensucikan). Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka  Rizki Putra, Cet. ke-10, 2006, hlm. 3; Sedangkan dalam lingkup pengertian istilah, terjadi  perbedaan penafsiran di antara ulama. Meskipun para ulama didalam menafsirkannya berbedabeda akan tetapi semuanya mengarah pada satu arti yaitu mengeluarkan sebagian harta benda  untuk diberikan kepada fakir miskin sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam alQur’an, sebagai pembersih serta penghapus kesalahan-kesalahan manusia. Lihat dalam Fazlur  Rahman, Economic Doktrines of Islam. Terj Suroyo Nastangin “  Doktrin Ekonomi Islam”, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 235.
 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara  Haji Depag RI, Pedoman Zakat, 2003, 108.
 Ibid.,hlm. 117.
1  2  shalat dalam al-Qur’an dan al-Hadist dijadikan sebagai perlambang  keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya  hubungan seorang dengan Tuhannya, sedang zakat adalah lambang  harmonisnya hubungan antara sesama manusia. Oleh karena itu zakat dan  shalat merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan Islam. Jika keduanya  hancur, Islam sulit untuk bertahan.
 Zakat menurut asal kata, zakat yang berasal dari kata   ةﺎآز berarti  berkah, bersih, baik dan meningkat.
 Sedangkan secara bahasa, berarti nama’  (kesuburan), thaharah  (kesucian), barakah(keberkahan), dan berarti juga  tazkiyah(mensucikan).
 Penjelasan makna secara harfiah tersebut mengerucut  pada pengertian zakat sebagai prosespembersihan diri yang didapatkan  setelah pelaksanaan kewajiban membayar zakat.
 Para pemikir ekonomi Islam kontemporer menyatakan bahwa zakat  dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah  ditentukan dalam al-Qur’an.
 Dalam Q.S. at-Taubah ayat 60, yang merupakan  dasar hukum distribusi zakat, memang tidak disebutkan secara langsung  mengenai zakat sebagai hak delapan golongan penerimanya. Namun dalam  firman yang lain, Allah telah memberikan penjelasan mengenai hak golongangolongan atas sedekah (zakat) yang dikeluarkan oleh umat Islam.
 Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta:  Salemba Diniyah, 2002, hlm. 12.
 Ahmad Warson Munawir, op. cit., hlm. 577.
 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, op. cit., hlm. 3.
 Fazlur Rahman, op. cit., hlm. 235.
 Nuruddin Mhd. Ali, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Raja  Grafindo Persada, Cet. ke-1, 2006, hlm. 7.
3  Dari penjelasan di atas dapat diketahui dan diperkuat bahwa zakat  merupakan hak bagi golongan penerimanya. Konsekuensinya, setelah zakat  diberikan kepada delapan golongan, maka hak penggunaan tergantung kepada  keinginan dari delapan golongan penerima tersebut yang pada dasarnya  berhubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan golongan penerima. Pada  intinya, melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orangorang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik.
 Zakat sebagai salah satu ibadah bagi umat Islam memiliki  perkembangan pelaksanaannya. Pada awalmula munculnya syari’at zakat,  belum ada ketentuan mengenai besarnyazakat dan waktu pelaksanaannya. Hal  ini terjadi pada saat periode perkembangan awal Islam di Mekkah (sebelum  hijrah). Zakat pada saat itu hanya bentuk ibadah yang diperuntukkan bagi  umat Islam yang kaya dan diperuntukkan bagi umat Islam yang kekurangan  (kurang mampu) dan biaya jihad. Sedangkan pada masa perkembangan Islam  di Madinah, zakat sudah memiliki ketentuan mengenai jenis harta, batasan  harta, besarnya zakat, dan distribusi kepada para penerimanya.
 Pendistribusian zakat merupakan penyaluran atau pembagian dana  zakat kepada mereka yang berhak. Distribusi zakat mempunyai sasaran dan  tujuan. Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan menerima  zakat, sedangkan tujuannyaadalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat   Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002,  hlm. 12.
 Terkait dengan praktek zakat pada awal perkembangan Islam dapat dilihat dalam Yusuf  Qardawi, “Fiqhus Zakat”, Terj. Salman Harun, et.al., Hukum Zakat, Bogor: Pustaka Litera Antar  Nusa, Cet. ke-10, 2007.
4  dalam bidang perekonomian sehingga dapat memperkecil kelompok  masyarakat yang kurang mampu, yang pada akhirnya akan meningkatkan  kelompok muzaki.
 Ada dua pendekatan yang digunakan dalam pendistribusian zakat ini,  Pertama: pendekatan secara parsial, dalam hal ini ditujukan kepada orang  yang miskin dan lemah serta dilaksanakan secara langsung dan bersifat  insidentil. Dengan cara ini masalah kemiskinan mereka dapat diatasi untuk  sementara.  Kedua: pendekatan secara struktural, cara seperti ini lebih  mengutamakan pemberian pertolongan secara berkesinambungan yang  bertujuan agar mustahiq zakat  dapat mengatasi masalah kemiskinan dan  diharapkan nantinya mereka menjadi muzaki.
 Pendistribusian zakat kepada para mustahiq dalam bentuk apa adanya  untuk digunakan secara konsumtif itu cocok apabila sasaran pendistribusian  ini adalah orang-orang jompo, anak yatim, ibn sabilatau fakir miskin yang  memerlukan bantuan dengan segera atau untuk hal-hal yang bersifat darurat,  pemenuhan kebutuhan fakir miskin dengan dana zakat itu hanya sebatas ia  tidak akan terlantar lagi di hari depannya. Kemudian bagi mereka yang kuat  bekerja, memiliki keterampilan dan mau berusaha, dapat diberi modal usaha  baik berupa uang ataupun barang, serta dengan cara perorangan atau secara  kelompok. Pemberian modal ini harus dipertimbangkan secara matang oleh  amil. Apakah seseorang yang diberi dana itu mampu mengelolanya apa tidak,   Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003,  hlm. 169.
 Ahmad M. Syaifudin, Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam, Jakarta :  Rajawali, 1987, hlm. 51.
5  sehingga pada suatu saat orang tersebut tidak menggantungkan hidupnya  kepada pihak lain. Dana zakat akan lebih berdaya guna jika dikelola menjadi  sumber dana yang penggunaannya sejak dari awal sebagai pelatihan atau  untuk modal usaha dan hal ini diharapkan dapat mengentaskan seseorang dari  kemiskinan.
 Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyyah atau pembahasan masalah  keagamaan penting dalam Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama di Pondok  Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, pada 25-28 November 1989  memberikan arahan bahwa dua hal diatas diperbolehkan dengan maksud  untuk meningkatkan kehidupan ekonomi para mustahiq zakat. Namun, ada  persyaratan penting bahwa para calon mustahiq itu sendiri sebelumnya harus  mengetahui bahwa harta zakat yang sedianya mereka terima akan disalurkan  secara produktif atau didayagunakan dan mereka memberi izin atas  penyaluran zakat dengan cara seperti itu.
 Pendistribusian zakat yang dilakukan oleh lembaga amil zakat  diarahkan pada program-program yang memberi manfaat jangka panjang  untuk perbaikan kesejahteran mustahiq menjadi muzaki, melalui peningkatan  kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan sosial serta pengambangan  ekonomi, seperti program pengembangan ekonomi umat, program beasiswa,   A. Qodri Azizizi, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,  2004, hlm. 149.
 Produktifitas dan Pendayagunaan Harta Zakat, www.nu.orid. 2 Nopember 2011.
6  program pelayanan sosial dan kemanusiaan, dan program dakwah  masyarakat.
 Distribusi zakat pada masasekarang menggabungkan antara  pembagian dengan fungsi konsumtif dan fungsi produktif. Banyak lembagalembaga amil zakat yang menerapkan keduanya, termasuk juga Badan  Pengelola Urusan Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam) Daerah Kendal.
Dalam penerapannya, Bapelurzam lebih menekankan pada pembagian zakat  secara produktif. Hal ini, jika disandarkan pada hasil yang diperoleh, memang  tidak begitu mengecewakan. Sebab  keberadaan zakat produktif yang  diterapkan oleh Bapelurzam Daerah Kendal untuk sementara waktu telah  berhasil menjadi solusi pengentasan mustahik menjadi muzakki. Indikator dari  keberhasilan tersebut adalah adanya peningkatan jumlah muzakki yang berasal  dari para mustahik yang sebelumnya menjadi kelompok penerima zakat  produktif.
 Peningkatan pengentasan mustahik menjadi muzakki memang  menjadi suatu hal yang menggembirakan. Namun demikian, distribusi zakat  secara konsumtif juga harus menjadi perhatian bagi Bapelurzam Daerah  Kendal. Pada hakekatnya, distribusi zakat konsumtif di Bapelurzam Daerah  Kendal memiliki persentase yang kecil jika dibandingkan dengan distribusi  zakat produktif. Selain itu, distribusi zakat konsumtif di Bapelurzam Daerah   Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara  Haji Depag RI, op. cit., hlm. 110.
 Pada tahun 2011, jumlah peningkatan muzakki sebanyak 249 orang. “Daftar Himpunan  Zakat dan Hak Tasharuf Atasan dari Cabang Bapelurzam Daerah Kendal Tahun Zakat 1431 H”,  Arsip Laporan Zakat Bapelurzam Daerah Kendal Tahun 1431 H , Bapelurzam Daerah Kendal,  2011.
7  Kendal juga masih diberlakukan dalam wilayah Muhammadiyah Daerah  Kendal, yakni pada keluarga pengurus maupun anggota Muhammadiyah  Daerah Kendal saja.
 Fenomena di atas pada satu sisiakan memperlihatkan keberhasilan  Bapelurzam Daerah Kendal dalam mendistribusikan zakat produktif. Namun  di sisi lain mengindikasikan belum maksimalnya distribusi zakat konsumtif  karena hanya berkutat pada wilayah internal Muhammadiyah semata. Hal itu  tentu dilakukan oleh Bapelurzam bukan tanpa sebab dan dasar hukum. Oleh  sebab itu, maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelusuran yang  berhubungan dengan praktek pembagian zakatdi Bapelurzam Daerah Kendal,  khususnya yang berhubungan dengan pembagian zakat konsumtif dan  produktif. Penelitian tersebut akandilaksanakan dengan judul ”Pembagian  Zakat Konsumtif dan Produktif BagiMustahik Zakat (Studi Kasus  Pembagian Zakat di Bapelurzam Daerah Kendal)”.
B.  Rumusan Masalah .
Untuk memfokuskan analisa serta membatasi lingkup kajian, maka  dalam makalah ini penulis memusatkan pada permasalahan sebagai berikut:  1.  Bagaimana pembagian zakat konsumtif di Bapelurzam Kabupaten Kendal?  2.  Bagaimana pembagian zakat produktif di Bapelurzam Kabupaten Kendal?  3.  Bagaimana tinjauan hokum Islam terhadap pembagian zakat di  Bapelurzam Kabupaten Kendal?   Mengenai jumlah dana dan jumlah penerima dapat dilihat dalam “Tasharuf Zakat  Bapelurzam Daerah KendalTahun Zakat 1431 H”, Ibid.
8  C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang  telah diajukan dalam penelitian ini. Jaditujuan penelitian ini adalah sebagai  berikut: .
1.  Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian zakat konsumtif di Bapelurzam  Kabupaten Kendal.
2.  Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian zakat produktif di Bapelurzam  Kabupaten Kendal.
3.  Untuk mengetahui tinjauan hokum Islam terhadap pembagian zakat di  Bapelurzam Kabupaten Kendal  Sedangkan manfaat penelitian ini adalah: .
1.  Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai tolok ukur dari wacana  keilmuan yang selama ini penulis terima dan pelakari dari institusi  pendidikan tempat penulis belajar,khususnya di bidang pendidikan dan  wacana tentang zakat.
2.  Dari khazanah keilmuan, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai penambah  ataupun pembanding teori-teori yang telah ada yang berkaitan dengan  zakat konsumtif dan produktif.
D. Kajian Pustaka .
Untuk menghindari adanya asumsi plagiasi dalam penelitian ini, maka  berikut ini akan penulis paparkan beberapa karya ilmiah yang memiliki  kemiripan dengan obyek masalah yang akan penulis teliti.
9  Pertama, buku karya Sayyid Sabiq yang berjudul Fiqhus Sunnahyang  diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqih Sunnah 3”. Dalam  buku ini dijelaskan tentang mustahik zakat. Dalam penjelasannya disebutkan  tentang khilafiyah pendapat di kalangan fuqaha mengenai bagian-bagian  mustahik dan proritas mustahik.
Kedua, buku karya Saifuddin Zuhri yang berjudul Zakat Kontekstual.
Dalam buku ini dijelaskan bahwasanya telah terjadi peralihan fungsi zakat  namun tidak mematikan fungsi sebelumnya, yakni dari fungsi konsumtif  menjadi fungsi produktif.
Selain pustaka dalam bentuk buku, dalam kajian pustaka ini juga akan  dipaparkan beberapa kepustakaan yang merupakan hasil penelitian lapangan.
Sepanjang penelusuran penulis, telah ada penelitian sebelumnya yang  menjadikan Bapelurzam sebagai lokasi penelitian. Hasil-hasil penelitian  tersebut adalah sebagai berikut:  Pertama, hasil penelitian Kamal Yusuf, mahasiswa Syari’ah IAIN  Walisongo Semarang yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap  Pendistribusian Zakat Produktif Sebagai Pinjaman Bagi Faqir Miskin (Studi  Di Bapelurzam Cabang Weleri Daerah Kendal). Penelitian ini dipusatkan  pada permasalahan mengenai bagaimana pendistribusian zakat di Bapelurzam  Cabang Weleri Daerah Kendal dan tinjauan hukum Islam terhadap  pendistribusian zakat produktif dalam bentuk pemberian hutang. Hasil  penelitian ini menyimpulkan bahwa pendistribusian zakat di Bapelurzam  Cabang Weleri Daerah Kendal didistribusikan dalam dua jenis pendistribusian  10  yakni melalui zakat konsumtif dan zakat produktif. Pendistribusian zakat  konsumtif dengan memberikan kepada fakir miskin sebesar Rp. 30.000,00  setiap mustahik. Sedangkan pendistribusian zakat produktif diberikan dalam  bentuk pemberian hutang (pinjaman) untuk modal usaha. Tinjauan hukum  Islam terhadap pendistribusian zakat produktif melalui pemberian hutang  menurut penelitian ini adalah tidak terjadi pertentangan dengan syari’at Islam  dan bahkan lebih cenderung berkesesuaian dengan kaidah maslahah mursalah.
Kedua, hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Dwi Kristiono,  mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dengan judul Sistem  Pengelilaan Zakat Amwal Studi Analisis Terhadap Badan Pelaksana Urusan  Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam) Cabang Weleri Daerah Kendal.
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini terkait dengan  normatifitas pengelolaan zakat dan praktek pengelolaan zakat di Bapelurzam  Cabang Weleri Daerah Kendal. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah yang  dimaksud dengan zakat amwal berbeda dengan zakat mal. Zakat amwal adalah  zakat yang dihitung berdasarkan keseluruhan pendapatan melalui perhitungan  pendapatan kotor (bruto) dikurangi beban hutang (bruto-hutang). Pengelolaan  zakat amwal dilakukan dengan cara amil menjemput zakat di tempat muzakki.
Hasil zakat dari masyarakat Weleri tidak seluruhnya disalurkan kembali oleh  Bapelurzam Cabang Weleri melainkan hanya 85% dari total pendapatan zakat,  sedangkan sisanya yakni 10%untuk Pengurus Daerah Kendal dan 5% untuk  Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah di Semarang.
11  Ketiga, hasil penelitian Ahmad Mustahal yang berjudul Analisis  Terhadap Penghilangan Nishab Zakat Penghasilan (Studi Analisis Di Badan  Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah {BAPELURZAM} PDAM Kendal).
Penelitian ini memusatkan kajian padapelaksanaan zakat penghasilan yang  dilaksanakan oleh BAPERLURZAM.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian di atas dapat diketahui bahwa  memang ada penelitian yang hampir memiliki kesamaan dengan penelitian  yang penulis laksanakan. Penelitianyang dimaksud tidak lain adalah  penelitian yang dilakukan oleh Kamal Yusuf tentang zakat produktif di  Bapelurzam Cabang Weleri Daerah Kendal. Kesamaan penelitian terdahulu  dengan penelitian yang penulis laksanakan adalah sama-sama memfokuskan  pada permasalahan zakat konsumtif dan produktif di Bapelurzam Daerah  Kendal. Meski demikian, terdapat perbedaan mendasar antara penelitian yang  penulis laksanakan dengan penelitian terdahulu yakni:  1.  Penelitian terdahulu berlokasi di Bapelurzam Cabang Weleri sedangkan  penelitian yang penulis laksanakan berlokasi di Bapelurzam Daerah  Kendal. Artinya, secara wilayah  berbeda karena penelitian ini  dilaksanakan di wilayah kepengurusandaerah Muhammadiyah sedangkan  pada penelitian terdahulu di wilayah kepengurusan cabang  Muhammadiyah.
2.  Penelitian terdahulu memusatkan padakajian hukum Islam terkait dengan  pendistribusian zakat dalam bentuk pemberian hutang sedangkan  penelitian yang penulis laksanakan memusatkan pada kajian hukum Islam  12  terkait dengan aspek wilayah pembagian dan hakekat konsumtifitas dan  produktifitas zakat dalam ranah sosial.
Sedangkan dengan kedua penelitian terdahulu lainnya jelas sekali  terdapat perbedaan dengan penelitianyang penulis laksanakan. Perbedaan  tersebut mencakup aspek pusat kajian dan lokasi penelitian. Dengan demikian,  belum ada penelitian yang memusatkan kajian pembagian zakat konsumtif dan  produktif di Bapelurzam Daerah Kendal dalam tinjauan hukum Islam  perspektif fungsi ekonomi sosial. Tidak adanya kesamaan antara penelitian  yang akan penulis laksanakan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Oleh  sebab itu, penulis menganggap bahwa penelitian yang akan penulis laksanakan  akan “aman” dari asumsi plagiasi.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi