BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Indonesia adalah negara
multi etnis, multi kultur dan multi agama.
Banyaknya suku bangsa di
Indonesia ini memunculkan keaneka-ragaman yang terwujud dalam multi gagasan dan
pandangan hidup (weltanschaung) yang dimiliki rakyat Indonesia. Lebih dari itu,
Indonesia juga dikenal sebagai Negara multi agama. Selain agama resmi yang
diakui pemerintah,seperti Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konguchu Indonesia
juga kaya dengan kepercayaankepercayaan lokal yang hidup dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat, terutama dalam
masyarakat pedalaman.
Keaneka-ragaman ini disatu sisi merupakan
berkah dan anugerah, namun disisi lain, keberagaman juga berpotensi besar untuk tumbuh suburnya sebuah konflik,
terutama jika keberagaman tersebut tidak
mampu dikelola dengan baik oleh pemerintah.
Dalam kehidupan beragama di
Indonesia diatur dan dilindungi oleh pemerintah.
Dengan demikian kehidupan beragama dan
menjalankan rutinitas keagamaan yang ada mendapat perlindungan dari hukum atau
Undang-undang.
Tapi walaupun demikian,
kenyataannya diantara banyak konflik yang terjadi, Musahadi HAM, Mediasi Dan Resolusi Konflik Di
Indonesia Dari Konflik Agama Hingga Mediasi Peradilan, h.vi Undang-Undang Dasar 1945, pasal 29ayat (1)dan
(2) konflik agama merupakan jenis
konflik yang kerap terjadi atau setidaknya agama menjadi variabel sangat penting yang terlibat didalamnya. Disamping dampaknya yang
luar biasa, konflik agama ini menyebabkan merosotnya social trust, dan pada umumnya sulit untuk
diselesaikan, karena ia melibatkan sentimen psikologis yang mudah meluas
sebagai konsekuwensi logis keberadaan agama yang pada umumnya menempati ranah
psikologis manusia yang paling dalam.
3 Konflik agama ini tidak saja terjadi antar
agama yang berbeda atau yang dikenal dengan istilah antar agama (inter-religius
conflict) tetapi juga sering terjadi konflik antar umat dalam suatu agama atau
konflik intra agama (intrarelegius conflict) seperti yang terjadi di Indonesia
pada kasus KatholikProtestan, Nahdlatul Ulama’ (NU) - Muhammadiyah dan
baru-baru ini kasus Ahmadiyah yang mengklaim sebagai bagian dari komonitas
Islam. Pengklaiman semacam itu oleh Jamaat Ahmadiyah Indonesia, mendapat respon
negatif oleh mayoritas umat Islam, hal ini dikarenakan Jemaat Ahmadiyah
dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip fundamen agama Islam.
Umat Islam bergejolak, mereka menggugat keberadaan
Jemaat Ahmadiyah yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam karena Jemaat Ahmadiyah
mengakui adanya seorang nabi setelah nabi Muhammad saw, merekapun
juga mendesak pemerintah untuk menangani dan segera
Musahadi HAM, Mediasi Dan Resolusi Konflik Di Indonesia Dari Konflik
Agama Hingga Mediasi Peradilan,h.vii menyelesaikan kasus Jemaaat Ahmadiyah ini
dengan serius karena sudah dianggap melakukan penodaan terhadap agama Islam.
4 Dalam kasus Jemaat Ahmadiyah ini, pemerintah
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) tentang Ahmadiyah yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri.
Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut
berisikan tentang Peringatan dan Perintah kepada Jemaat Ahmadiyah Indonesia
karena dianggap sudah melakukan penodaan agama dengan melakukan penafsiran
terhadap agama Islam.
Penafsiran yang dilakukan oleh anggota
Ahmadiyah telah menciderai hak umat Islam dalam melaksanakan rutinitas agamanya.
Islam sendiri terhadap kasus
demikian telah memiliki aturan tersendiri sebagaimana dicontohkan oleh
Rasulullah Muhammad saw, dan Abu Bakar selaku pemimpin Negara, yaitu dengan
cara memerangi pemurtadan. Tindakan memerangi itu pun dilakukan sebagai langkah
terakhir jika himbauan-himbauan sebelumnya
tidak diindahkan.
Hal itu dilakukan mengingat di dalam Negara Islam Khalifah secara pribadi senantiasa
terikat dengan hukum Islam dalam segala tindakan dan usaha pelayanannya
terhadap umat. Begitu juga pada setiap diri umat Islam telah terbebani perintah
untuk (amar ma’ru>f) dan larangan terhadap hal-hal yang keji (nahi
munka>r) seperti dalam firman Allah SWT:
A. Yogaswara, Heboh Ahmadiyah, h.
SKB, No :3Tahun 2008, No
:Kep-033/a/JA/6/2008No :199Tahun 2008 Pasal
1Pen.Pres RI No.1Tahun 1965Tentang Pencegahan dan Atau Penodaan Agama Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontektualisasi
Doktrin Politik Islam, h.49 ......
Artinya:Dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Luqman: 17).
Selain ayat tersebut masih banyak ayat-ayat
lain yang memerintahkan untuk beramar ma’ru>f nahi munka>r. Seperti ayat:
Artinya: … Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ru>f, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.(QS At-taubah:71).
9
Begitu juga dalam sebuah hadis|: - - : : : .
Artinya: “Dari Abu Sa’id
al-Khudry berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa di
antara kamu yang melihat kemunkaran, maka
hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah
ia merubah (mengingkari) dengan lisannya,
Depag-RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
Ibid, h.291
jika tidak mampu hendaklah ia
merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah”(HR. Muslim).
Dalam hukum tatanegara Islam amar ma’ru>f
nahi munka>r merupakan salah satu
prinsip dari negara Islam yang harus dilakukan oleh setiap pemimpin negara
(khalifah) guna menciptakan keadilan dan ketentaraman dalam menjalankan roda
pemerintahan. Prinsip ini tercermin dalam piagam madinah pasal 13.
berdasarkan uraian tentang konsep amar
ma’ru>f nahi munka>r dalam Islam
dan untuk mengetahui korelasinya dengan surat Keputusan Bersama tentang Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi