Selasa, 21 Oktober 2014

Skripsi Ekonomi: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  LATAR BELAKANG.
Skripsi Ekonomi: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima
Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang  adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah  cara  untuk  mencapai  keadaan  tersebut.  Adanya  pembangunan  selain  memberikan  dampak  positif  juga  memberi  dampak  negatif  terutama  ditunjukkan oleh berbagai masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja.

Tujuan pembangunan nasional untuk pembangunan ekonomi tidak hanya  dapat dilakukan dengan berbekal tekad baja  dari seluruh rakyatnya dalam  membangun  ekonomi,  lebih   dari   itu   harus   didukung   oleh   ketersediaan  sumber  daya   ekonomi,   baik   sumber  daya   alam,   sumber  daya   manusia,  maupun   sumber  daya   modal   yang   produktif.   Dengan   kata   lain,   tidak  adanya  daya  dukung  yang  cukup  kuat  dari  sumber  daya  ekonomi  yang  produktif,  maka   pembangunan   ekonomi   sulit   untuk   dapat   dilaksanakan  dengan   baik.  Terdapatnya   kelemahan   dalam    kemampuan   partisipasi  swasta   domestik   dalam  pembangunan   ekonomi,   mengharuskan  semua  elemen  baik   pemerintah   pusat   maupun  pemerintah   daerah   untuk  mengambil   peran   sebagai   motor   penggerak  pembangunan   ekonomi  nasional, salah satunya dengan pembangunan ekonomi kerakyatan melalui  penguatan pada sektor informal (Suparmoko, 1986 : 120).
Tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dari sektor perdagangan  yang merupakan bagian dari sektor informal yang mempunyai kedudukan dan    peranan  yang  strategis.  Pencapaian  tujuan  nasional  dari  sektor  perdagangan  merupakan bagian dari sektor informal yang memiliki kedudukan dan peranan  yang strategis. Salah satu sektor penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan  ekonomi di Indonesia dan penyerapan tenaga kerja paling besar adalah sektor  perdagangan.
Sektor  informal  lebih  banyak  menampung  tenaga  kerja  di  Indonesia  daripada sektor formal, hal ini dikarenakan terganggunya keseimbangan sosial  ekonomi dengan pembangunan daerah di Indonesia yang tidak merata. Selain  itu sektor informal sendiri mengalami perkembangan yang pesat dan cepat.
Sektor  informal  berkembang  pesat  dan  cepat  dikarenakan  tenaga  kerja  yang dahulu menjadi prioritas lapangan kerja pada sektor formal akan tetapi  karena  krisis  ekonomi  yang  melanda  indonesia,  mengakibatkan  terjadinya  Putus  Hubungan  Kerja  (PHK)  pada  sektor  formal  ini.  Sehingga  dengan  dikembangkan lapangan kerja pada sektor informal yang kelihatannya sektor  ini  tidak  mampu  menampung  tenaga  kerja  seperti  yang  diharapkan,  tetapi  kenyataannya  sektor  inilah  yang  menjadi  penyelamat  untuk  masalah  ketenagakerjaan  yang  dihadapi.  Penyerapan  tenaga  kerja  yang  menghasilkan  keuntungan  dan  pendapatan  keluarga  dapat  digali  dan  diangkat  dari  sektor  informal.  Berdagang  merupakan  alternatif  lapangan  kerja  informal  yang  nyatanya  menyerap  tenaga  kerja  lebih  banyak.  Sektor  informal  terutama  di  kota  dipandang  sebagai  sebuah  unit  terkecil  yang  terdapat  dalam  sebuah  produksi  serta  distribusi  barang-barang  yang  tetap  dalam  proses  evolusi  daripada  dianggap  sebagai  sekelompok  perusahaan  berskala  kecil  dengan  input modal serta pengelolaan yang besar.
  Di  kota  Surakarta  kontribusi  sektor  perdagangan,  hotel  dan  restoran  7.00% dari laju pertumbuhan PDRB kota Surakarta. Hal ini dapat dilihat dari  tabel dibawah ini : TABEL 1.Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapagan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kota Surakarta  Tahun 2011-201Lapangan usaha Tahun (%) 2011  201Pertanian  0.08  0.0Penggalian  -1.27  -1.0Industri pengolahan  2.80  2.8Listrik,gas dan air bersih  7.93  7.0Bangunan  6.73  6.7Perdagangan, Hotel dan Restoran  7.24  7.0Pengangkutan & komunikasi  6.87  6.5Keuangan,persewaan& jasa perusahaan  9.42  8.3Jasa-jasa  5.46  7.5PDRB  5.94  6.1Sumber : BPS Surakarta,PDRB Kota Surakarta 201Dari  tabel  diatas  dapat  diliha0t  laju  pertumbuhan  PDRB  dari  tahun  2012  mengalami  peningkatan  laju  pertumbuhan.  Tahun  2011  dari  sektor  keuangan,  persewaan dan jasa perusahan menyumbang PDRB terbanyak di kota Surakarta.
Disusul dengan jasa-jasa di urutan kedua sebesar 7.58% dan diikuti dari sektor  listrik, gas dan air bersih  sebesar 7.02% , sedangkan untuk perdagang, hotel dan  restauran  berada  di  posisi  ke  empat   penyumbang  PDRB  terbesar  di  kota  Surakarta  yaitu  sebesar  7.00%  akan  tetapi  dari  sektor  ini  mengalami  penurunan  PDRB dari tahun 2011 sebesar 0.24%. Penyumbang PDRB terkecil dari sektor  penggalian yaitu sebesar -1.07% .
  Kehidupan  daerah  kota  Solo  yang  sebagian  besar  mengandalkan  sektor  perdagangan  karena  jumlah  penduduk  yang  relatif  tinggi.  Hal  tersebut  dikarenakan  bagian   utara,  timur,  dan  selatan  merupakan  daerah  tandus  yang  secara geografis kota Surakarta tidak memungkinkan untuk dapat meningkatkan  taraf  perekonomian  disektor  agraris,  sehingga  perdagangan  menjadi  urat  nadi  perekonomian wilayah Surakarta, sedangkan pemerintah kota Surakarta mengenai  sarana  prasarana  yang  telah  tersedia,  berupa  alat  transportasi,  pasar,  dan  sebagaiannya yang disediakan dalam memperlancar perekonomian.
Pedagang  kaki  lima  merupakan  salah  satu  dari  sektor  informal  yang  berkontribusi  penyumbang  PDRB  dari  sektor  perdagangan.  Keberadaan  pedagang  kaki  lima  sering  dianggap  sebagai  salah  satu  faktor  yang  harus  disingkirkan . Berbagai upaya penggusuran pedagang kaki lima, karena dianggap  sebagai benalu keindahan kota. Sehingga pemerintah kota Surakarta bekerja sama  dengan  masyarakat  Surakarta    berupaya  untuk  menata  pedagang  kaki  lima  dan  merelokasi di suatu tempat dengan membuat pasar khusus untuk para pedagang.
Pemerintah  seharusnya  memperhatikan  para  pedagang  tersebut  demi  kesejahteraan mereka. Seperti menyediakan tempat dan lahan untuk berdagang ,  karena  menurut  pengamatan  penulis  lokasi  tempat  berdagang  mereka  kurang  memadai.  Dari  sisi  penataan  tata  kota  para  pedagang  yang  berjualan  dipinggir  jalan  mengganggu  kerapaian  kota  dan  mengganggu  pengguna  jalan,  apabila  pemerintah  memperhatikan  mereka  dengan  memberi  tempat  yang  layak  untuk  berdagang  diharapkan  pendapatan  mereka  meningkat  dan  menaikkan  kesejahteraan hidup para pedagangnya dan para pedagang pakaian bekas tersebut  tidak tersingkir.
  Dalam  penelitian  ini  lebih  difokuskan  untuk  menganalisis  pendapatan  para  pedagang di Kelurahan  Gilingan terdapat pedagang  yang berjualan di sepanjang  jalan  yang  jaraknya  lima  kaki  dari  jalan  raya,  tepatnya   JL.Letjen  S.  Parman.
Barang-barang  yang   mereka  dagangkan  adalah  pakaian  bekas.  Para  pedagang  yang berjumlah 120 orang tersebut masih tetap bertahan ditengah  -  tengah outlet  outlet penjualan pakaian baru yang semakin bergeliat di kota Surakarta.
Penulis  ingin  menganalisa  apakah  faktor-faktor  seperti  modal  usaha,  pengalaman  usaha,  tingkat  pendidikan,  jam  dagang  apakah  mempengaruhi  pendapatan  penjual  pakaian  bekas  di  Kelurahan  Gilingan  Surakarta  dan  ingin  mengetahui faktor mana yang paling berpengaruh terhadap pendapatan sehingga  menjadikan mereka masih tetap bertahan berjualan. Penulis tertarik menganalisa usaha pakaian bekas didasarkan pada keingintahunan penulis untuk mengetahui  jumlah pendapatan dari usaha pakaian bekas yang dihitung dari survei responden  pedagang  di  Kelurahan  Gilingan  Surakarta.  Berdasarkan  latar  belakang  diatas,  maka  dilakukan  penelitian  mengenai   “Analisis  Faktor-Faktor  yang  Mempengaruhi  Pendapatan  Pedagang  Kaki  Lima  Studi  Kasus  Penjual  Pakaian  Bekas Di Kelurahan Gilingan Surakarta” .
B.  RUMUSAN MASALAH.
Pada  penelitian  terdahulu  oleh  Salamatun  Asakdiyah  dan  Tina  Suistyani  pada tahun 2004 dengan judul “Analisis Faktor  -  Faktor Tingkat Pendapatan  Pedagang Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta” yang menggunakan variabel  dependen  pendapatan  dan  variabel  independen  berupa  tenaga  kerja,  lama  usaha,  dan  jam  kerja.  Berdasarkan  penelitian  terdahulu  tersebut  penulis  menggunakan  variabel  dependen  pendapatan  dan  independen  pengalaman    usaha,  modal  usaha,  jam  dagang,  dan  tingkat  pendidikan,  maka  ditarik  rumusan masalah sebagai berikut :.
1.  Apakah variabel modal usaha, pengalaman usaha, tingkat pendidikan,  dan  jam  dagang  mempengaruhi  pendapatan  pedagang  kaki  lima  penjual pakaian bekas di Kelurahan Gilingan Surakarta?.
2.  Diantara  faktor  modal  usaha,  pengalaman  usaha,  tingkat  pendidikan  dan  jam  dagang  manakah  yang  paling  berpengaruh  terhadap  pendapatan?.
C.  TUJUAN.
1.  Untuk  mengetahui  pengaruh  faktor  modal  usaha,  pengalaman  usaha,  tingkat pendidikan dan jam kerja terhadap pendapatan pedagang kaki  lima   studi  kasus  penjual  pakaian  bekas  di  Kelurahan  Gilingan  Surakarta.
2.  Untuk  mengetahui  faktor  yang  paling  berpengaruh  terhadap  pendapatan  pedagang  kaki  lima  studi  kasus  penjual  pakaian  bekas  di  Kelurahan Gilingan Surakarta.
D.  Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :.
a.  Memberikan  sumbangan  ilmu  pengetahuan  untuk  pedagang  pakaian  bekas  di  Kelurahan  Gilingan  Surakarta  dalam  upaya  melakukan  pengembangan usaha dalam berdagang.
b.  Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada peneliti selanjutnya  dalam pelaksanaan penelitian ilmiah tentang sektor informal.
 c.  Dapat  membantu  pemerintah  guna  memberikan  sumbangan  ilmu  pengetahuan  kepada  para  pedagang  kaki  lima  mengenai  relokasi  penataan pedagang kaki lima sehingga terwujud ketertiban kota.

Skripsi Ekonomi: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi