BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar
Belakang Masalah.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kos Lingkungan Terhadap Reaksi Pasar
Perkembangan indutri yang
sangat pesat telah
membawa Indonesia menjadi salah
satu potensi kekuatan ekonomi terbesar di Asia bahkan dunia. Pada tahun 2030
saja Indonesia telah mencanangkan target sebagai tiga besar kekuatan perekonomian dunia
bersama Amerika Serikat
dan China. Hal ini
merupakan suatu target yang wajar jika melihat tingkat pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun meskipun pada saat
ini Indonesia masih kalah dengan
negara-negara di Asia Tenggara
lainnya terutama Malaysia.
Perkembangan
industri tak ayal
merupakan salah satu
kunci utama dalam peningkatan perekonomian Indonesia.
Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang kini
berdiri dan bersaing
di pasar Indonesia. Tercatat kurang
lebih 23 juta perusahaan yang ada di Indonesia dan
kurang lebih lima ratus di antaranya adalah perusahaan publik yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perusahaan yang
merupakan salah satu
faktor kunci dari
pertumbuhan perekonomian di Indonesia
dianggap masyarakat sebagai
lembaga yang memberikan banyak
manfaat dan keuntungan.
Salah satu keuntungan
nyata dari adanya perusahaan
bagi masyarakat adalah
terciptanya lapangan pekerjaan.
Masalah sosial
klasik berupa pengangguran kini sedikit teratasi berkat berdirinya lembaga ini.
Meskipun tidak menyelesaikan
permasalah pengangguran secara total,
dengan berdirinya perusahaan
paling tidak telah
berhasil menciptakan lapangan
pekerjaan baru bagi masyarakat. Dengan terserapnya tenaga kerja inilah yang
akan meningkatkan pendapatan
per kapita masyarakat
sehingga kehidupan mereka akan
lebih sejahtera. Dengan
manfaat inilah perusahaan
mendapatkan legitimasi dari pemerintah
dan masyarakat untuk berdiri dan
melangsungkan operasinya.
Untuk dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat
yang meningkat secara drastis seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk maka peningkatan produksi
menjadi suatu hal yang wajar bagi perusahaan. Ditambah dengan adanya motif bisnis
yakni untuk memaksimalkan
laba membuat perusahaan mengambil kebijakan peningkatan volume
penjualan. Peningkatan volume
penjualan berarti peningkatan
aktivitas produksi. Dengan peningkatan aktivitas produksi ini maka perusahaan
akan membutuhkan sumber daya
yang semakin besar. Salah
satu sumber daya yang dibutuhkan perusahaan dalam aktivitas ini adalah
sumber daya alam. Pada akhirnya usaha dalam rangka meningkatkan dan
memaksimalkan laba mereka membuat operasi
perusahaan sulit dikendalikan,
akibatnya terjadilah eksploitasi
sumber daya alam.
Eksploitasi sumber
daya alam inilah
yang menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan. Hal
ini diperparah dengan
adanya limbah hasil
proses produksi yang mencemari
lingkungan. Dalam jangka
pendek kondisi seperti
ini belum terasa dampak
negatifnya akibatnya perusahaan
terus melakukan eksploitasi
terhadap sumber daya alam yang ada. Akibatnya dalam jangka panjang kerusakan
lingkungan hidup tidak dapat dihindari lagi yang pada ujungnya akan mengancam
keselamatan dan kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.
Isu lingkungan hidup ini sendiri sebenarnya
sudah menjadi agenda penting masyarakat
internasional di forum
regional dan multilateral
sejak tahun 19 setelah
pelaksanaan konferensi internasional
tentang Human Environment di Stockholm,
Swedia dan KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil tahun 1992. Sejak saat itu, masyarakat
internasional menilai bahwa perlindungan lingkungan hidup menjadi tanggung
jawab bersama dan
perlindungan lingkungan hidup
tidak terlepas dari aspek
pembangunan ekonomi dan
sosial (Nuraini, 2011). Pasca konferensi tersebut
juga muncul perjanjian internasional
yang berhubungan dengan
lingkungan hidup yaitu
Protokol Kyoto. Protokol Kyoto
lahir dari amandemen PBB mengenai
Konvensi Rangka Kerja PBB (UNFCCC) mengenai perubahan iklim.
Dari protokol ini
negara-negara yang meratifikasi
protokol ini mempunyai komitmen
untuk mengurangi pemakaian
emisi dan pengeluaran karbondioksida dengan tujuan
utama adalah mengurangi
terjadinya pemanasan global
(Wikipedia, 2013).
Kini masyarakat
menjadi semakin sadar
akan pentingnya lingkungan hidup dan bahaya dari eksploitasi
sumber daya alam serta polusi yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan setelah
mengalami sendiri berbagai fenomena-fenomena alam yang
menjurus pada bencana
yang merenggut nyawa
dan harta mereka.
Berbagai
gerakan dan kebijakan kini mulai dilakukan dan digalakkan pemerintah bersama masyarakat
mulai dari tanam
seribu pohon, normalisasi
sungai dan waduk, pengelolaan
sampah terpadu dan berbagai usaha lain yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan
hidup dan mengurangi terjadinya risiko
bencana alam sebagai akibat dari
kerusakan ekosistem.
Masyarakat
juga sadar akan
perlunya peran aktif
dari perusahaan dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Oleh karena itu
masyarakat bersama pemerintah selaku regulator menuntut agar
perusahaan dalam menjalankan
operasinya juga harus mengutamakan
lingkungan di samping tujuan
utama mereka yakni memaksimalkan laba.
Sebagai salah satu
perwujudan dari bentuk
peran aktif perusahaan maka
diterapkanlah ISO-14001 dan
ISO-17025. ISO sendiri merupakan semacam
standar berskala internasional
yang menetapkan kriteriakriteria tertentu
yang salah satunya
adalah kriteria dalam
dunia industri. ISO-14001
merupakan standar mengenai
sistem manajemen lingkungan
bagi perusahaan. Penerapan ISO-14001 oleh perusahaan dianggap sebagai
salah satu perwujudan peran aktif
mereka dalam pengelolaan
lingkungan. Namun ISO-14001
merupakan standar yang
bersifat sukarela yang
artinya perusahaan memiliki kebebasan
dalam menjalankan standar
ini. Pada akhirnya
standar ini dirasa kurang
mampu memberikan kontribusi
positif dari perusahaan
terhadap lingkungan
dikarenakan tidak adanya
komitmen dari perusahaan
sendiri mengingat sifatnya yang sukarela. Kemudian muncul ISO 17025 yang
merupakan sertifikasi bagi perusahaan
dalam pengelolaan lingkungan
oleh lembaga yang berkompeten. Pada akhirnya jelas tujuan
utama dari standar dan sertifikasi di atas adalah melibatkan perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Agar dapat
terus beroperasi di tengah tuntutan masyarakat yang semakin tinggi mau
tidak mau perusahaan
harus mengikuti apa
yang menjadi tuntutan masyarakat tersebut
sebab salah satu
syarat agar perusahaan
dapat menjalankan operasinya secara
berkesinambungan adalah mendapatkan
legitimasi dari pemerintah dan masyarakat. Oleh karenanya
kini perusahaan memiliki pemangku kepentingan yang semakin
luas dan tidak
hanya terfokus pada
investor dan kreditor saja.
Pada awalnya,
perusahaan hanya bertanggung
jawab kepada para pelaku pasar
yaitu investor dan kreditor
saja selaku penyandang
dana namun kini tanggung jawab
perusahaan semakin meluas dan tidak hanya
pada pelaku pasar saja namun juga
pada pelaku non pasar seperti pemerintah dan masyarakat umum.
Perusahaan yang
memiliki kewajiban membayar
pajak kepada pemerintah menjadikan pemerintah
sebagai pemangku
kepentingan. Selain itu
pemerintah juga memiliki peran
dalam pembuatan peraturan
dan perijinan bagi
perusahaan.
Selanjutnya perusahaan
dalam operasinya menggunakan
sumber daya alam
dan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan membuat perusahaan
harus bertanggung jawab kepada
masyarakat terutama masyarakat
di sekitar tempat perusahaan itu beroperasi.
Jadi, kini
konsep akuntansi tradisional
yang menganggap investor
dan kreditor sebagai
pemangku kepentingan tunggal kini
telah dilengkapi dengan konsep baru
yaitu Corporate Social Responsibility (CSR). Rakhiemah dan Agustia (2008) menyatakan
bahwa Corporate Social Responsibility adalah transparansi pengungkapan sosial
atas kegiatan atau
aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dimana
transparansi yang diungkapkan
tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi
juga diharapkan mengungkapkan
informasi mengenai dampak sosial
dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan. Selain itu sejarah juga mencatat
telah muncul konsep
akuntansi baru yang melengkapi akuntansi tradisional yaitu konsep akuntansi
lingkungan.
Konsep
akuntansi lingkungan sebenarnya
sudah mulai berkembang
sejak tahun 1970an di
Eropa. Akibat tekanan
lembaga-lembaga bukan pemerintah
dan meningkatnya kesadaran lingkungan
dikalangan masyarakat yang
mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan
pengelolaan lingkungan tidak
hanya kegiatan industri demi
bisnis semata (Djogo
dalam Almilia dan Wijayanto,
2007). Ikhsan (2008)
menyatakan bahwa secara
garis besar, keutamaan
penggunaan konsep akuntansi
lingkungan bagi perusahaan
adalah kemampuan untuk
meminimalisasi persoalan-persoalan
lingkungan yang dihadapinya. Tujuannya jelas yaitu
untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan
penilaian kegiatan lingkungan dari sudut
pandang biaya (environmental costs)
dan manfaat atau
efek (economic benefit).
Dengan adanya
konsep akuntansi lingkungan dan CSR maka kini kewajiban manajemen perusahaan
tidak hanya menyampaikan
informasi keuangan semata namun informasi mengenai kinerja
sosial dan lingkungan juga diperlukan. Perusahaan wajib menyediakan informasi
kepada semua pemangku kepentingan tak terkecuali adalah masyarakat luas yang
dalam hal ini terkena dampak dari aktivitas operasi perusahaan. Informasi yang
dimaksud di sini adalah informasi mengenai kondisi lingkungan tempat perusahaan
ini beroperasi.
Sebagai salah
satu perwujudan dari
konsep akuntansi lingkungan
dan CSR, maka perusahaan
mulai mengalokasikan dana
mereka khusus untuk pengelolaan lingkungan. Wujud tanggung
jawab seperti ini biasa dikenal dengan sebutan kos lingkungan (environmental
cost). Informasi mengenai kos lingkungan sendiri dipertanggungjawabkan dan
dilaporkan oleh manajemen
kepada para pemangku kepentingan melalui laporan keberlanjutan (sustainability reporting).
Laporan
keberlanjutan
(sustainability reporting) adalah laporan yang
memuat kinerja perusahaan dalam
tiga aspek yaitu
Ekonomi, Lingkungan dan
Sosial.
Laporan ini
menjadi sarana bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menilai
sejauh mana perusahaan mengatasi isu keberlanjutan seperti penghematan dan
konservasi energi, pengelolan air, pengelolaan limbah, mengatasi pencemaran udara
serta isu sosial seperti partisipasi perusahaan dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat setempat. (Ali Darwin dalam Kompas, 3 Desember 2012).
Laporan keberlanjutan
ini merupakan informasi
yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan
harapan para pemangku kepentingan akan menerima pertanggungjawaban mereka utamanya
dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.
Laporan
keberlanjutan kian menjadi tren dan kebutuhan bagi perusahaan progresif untuk menginformasikan perihal
kinerja ekonomi, sosial
dan lingkungannya sekaligus kepada
seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders) perusahaan (Chariri, 2009). Salah
satu cerminan dari
diterimanya laporan keberlanjutan
ini oleh para pemangku kepentingan adalah informasi
yang disampaikan dalam laporan
ini digunakan sebagai
acuan bagi para pemangku
kepentingan dalam mengambil keputusan. Informasi merupakan kebutuhan
yang mendasar bagi para investor dan calon investor, karena dengan adanya
informasi ini memungkinkan para investor melakukan pengambilan keputusan secara
rasional berdasarkan fakta yang ada.
Dilihat dari
segi pertanggungjawaban sosial jelas informasi dalam laporan berkelanjutan akan memberikan manfaat bagi
perusahaan sendiri dan
para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan, namun jika dilihat
dari segi ekonomi informasi mengenai kos
lingkungan yang disajikan
dalam laporan keberlanjutan
belum tentu bermanfaat. Sebuah informasi
dianggap berguna apabila
mampu mengubah pertimbangan dan kepercayaan dari
para investor dalam mengambil
keputusan. Pertimbangan dan kepercayaan dalam hal ini adalah pertimbangan dan kepercayaan dari
segi ekonomi yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan
harga pada surat-surat berharga yang
mereka terbitkan. Oleh karena
itu penelitian ini
memberikan bukti empiris
apakah informasi mengenai kinerja lingkungan
yang ditunjukkan dalam
laporan keberlanjutan ini memiliki dampak terhadap kinerja ekonomi
perusahaan di pasar dan mendapat respon dari para investor.
Penelitian-penelitian
empiris terdahulu mengenai pengaruh
kinerja lingkungan juga sudah banyak
dilakukan antara lain
adalah penelitian yang dilakukan
Al-Tuwaijri, et al. (2003). Al-Tuwaijri, et al. (2003) melakukan analisis terintegrasi
mengenai hubungan antara kinerja lingkungan, environmental disclosure dan kinerja
ekonomi. Hasilnya dalam
penelitian tersebut
menyatakan bahwa bagusnya kinerja
lingkungan berhubungan signifikan
dengan bagusnya kinerja ekonomi dan semakin luas dan
berkualitas environmental disclosure tersebut. Dari hasil penelitian
tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap
kinerja ekonomi dan environmental disclosure suatu perusahaan.
Selain itu Suratno,
Darsono, dan Mutmainah (2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh kinerja lingkungan terhadap environmental disclosure dan pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja ekonomi pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek
Jakarta yang mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) pada tahun
2002-2005. Kinerja
lingkungan dalam penelitian
tersebut diukur melalui prestasi
perusahaan dalam mengikuti Program Penilaian
Peringkatan Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan (PROPER) yang diselenggarakan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Sementara tolok ukur kinerja
ekonomi dalam penelitian
tersebut sama dengan
kinerja ekonomi yang digunakan
oleh Al-Tuwaijri, et al. (2003). Penelitian ini menyatakan bahwa kinerja
lingkungan secara signifikan berpengaruh positif terhadap environmental disclosure
dan kinerja lingkungan
juga secara signifikan
berpengaruh positif terhadap
kinerja ekonomi perusahaan.
Sama halnya
dengan penelitian sebelumnya Cortez (2011) menyatakan bahwa kinerja
lingkungan memiliki pengaruh
positif dan signifikan
terhadap market performance
suatu perusahaan. Penelitian ini
dikuatkan oleh AndersonWeir (2010)
yang menyatakan bahwa
pasar akan bereaksi
terhadap peringkat perusahaan dalam
kinerja lingkungan. Namun
dalam hal ini Anderson-Weir (2010) menyimpulkan
bahwa investor akan
memberikan reaksi negatif
terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Selain itu
terdapat pula penelitian
yang menyangkut pengungkapan kinerja
lingkungan yang diproksikan
melalui penghargaan Indonesia
Sustainability Reporting
(ISRA) terhadap abnormal return dan
volume perdagangan saham oleh Armin (2011) yang hasilnya adalah signifikan.
Rakhiemah dan Agustia (2008) juga meneliti
mengenai pengaruh kinerja lingkungan
terhadap kinerja ekonomi
dan CSR disclosure terhadap perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI
pada tahun 2004-2006.
Sama halnya dengan Suratno et al. (2006) kinerja
lingkungan dalam penelitian ini diukur menggunakan Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang
diselenggarakan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.
Hasilnya kinerja
lingkungan berpengaruh signifikan
terhadap CSR disclosure.
Namun tidak
pada kinerja ekonomi, hasil penelitian
yang menggunakan analisis regresi berganda
ini ternyata menyatakan
bahwa kinerja lingkungan
tidak berpengaruh terhadap kinerja ekonomi.
Bemby S, et
al (2013) dalam
penelitiannya juga menguji
kandungan informasi mengenai kinerja lingkungan terhadap reaksi
investor. Informasi kinerja lingkungan
yang dimaksud adalah
PROPER yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Reaksi
investor dalam penelitian
ini diukur menggunakan
abnormal return. Pada
penelitian digunakan teknik
analisis event study terhadap
abnormal return sebelum
dan pasca pengumuman
PROPER tersebut. Pengujian hipotesis
dalam peneltian ini
menggunakan Wilcoxon Rank.
Hasil penelitian
ini menyatakan bahwa abnormal return tidak
terpengaruh terhadap adanya pengumuman
penilaian PROPER ini
namun apabila penilaian dikategorikan berdasarkan ranking
perusahaan yang baik dan buruk maka terdapat perbedaan abnormal retrun ketika
informasi mengenai PROPER ini dikeluarkan.
Beberapa penelitian
lain mengenai kinerja
lingkungan juga menyatakan bahwa tidak
berdampak signifikan pada
performa ekonomi. Sarumpaet (2005)
dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara
kinerja lingkungan dan kinerja keuangan. Almilia dan Wijayanto (2007)
juga menyatakan bahwa kinerja lingkungan
tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap performa ekonomi perusahaan
perhutanan dan pertambangan. Sudaryanto (2011) juga berpendapat sama bahwa
berdasarkan penelitiannya kinerja lingkungan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja finansial
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Senada dengan ketiga
peneliti di atas, Rahmawati (2012) dalam penelitiannya juga
menemukan pengaruh yang
tidak signifikan antara
kinerja lingkungan terhadap
Corporate Financial Performance (CFP). Donato (2007) juga
menunjukkan hasil yang
serupa. Donato (2007)
menguji pengaruh antara CSR terhadap perubahan harga saham.
Dalam penelitian ini Donato menggunakan tiga
parameter yaitu ketenagakerjaan, lingkungan,
dan masyarakat sebagai indikator CSR
perusahaan. Parameter lingkungan
dalam penelitian ini
diukur menggunakan kualitas dari kebijakan lingkungan, sistem
pengelolaan lingkungan hidup, dan pelaporan
tanggung jawab sosial.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
CSR tidak mempengaruhi harga saham.
Meskipun
berbagai penelitian mengenai kinerja lingkungan sudah banyak dilakukan, namun ternyata
masih terdapat perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dan
masih terdapat inkonsistensi antara hasil penelitian terdahulu sebagaimana yang
telah dijelaskan di
atas. Dikarenakan alasan
itulah maka penelitian ini dilakukan untuk melengkapi
penelitian sebelumnya dan
menguji kembali mengenai pengaruh kinerja lingkungan dengan menggunakan kos lingkungan sebagai alat ukurnya.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kos Lingkungan Terhadap Reaksi Pasar
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi