BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Adalah suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu
adalah sebagai kepribadian dan
masyarakat.Dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga
apabila kita substitusikan kepada masyarakat
internasional maka Negara dapat dikatakan sebagai kepribadian, sementara kumpulan dari Negara-negara tersebut
dapat dikatakan sebagai masyarakat
internasional (international society).
Konsepsi di atas
membawakan hubungan-hubungan dalam mana kepentingan yang beraneka ragam saling
menjalin secara berkelanjutan yang semakin
hari semakin meluas.Dan interpedansi antar mereka dalam memenuhi kepentingan-kepentingan mereka sudah menjadi
suatu keharusan. Dengan perkataan lain
Negara-negara di dunia sekarang ini erat kaitannya satu sama lain, sehingga apapun yang terjadi misalnya di
bidang politik, ekonomi, dan sosial di suatu
bagian dunia pasti akan mempengaruhi bagian dunia lainnya.
Sejak permulaan
sejarah umat manusia, hubungan individu, kelompok, dan antar bangsa sudah mengenal kaedah-kaedah
yang mengatur dan menata perilaku
semestinya dalam hubungan itu sendiri.Kaedah-kaedah tersebut ditujukan sebagai suatu keabsahan yuridis untuk mengatur
perilaku Negara-negara didalam melakukan
hubungan-hubungan di antara mereka.Inilah yang disebut dengan hukum diplomatik.
Dalam rangka
mempererat hubungan antar bangsa serta kerjasama dan persahabatan maka Negara-negara mengirimkan
perwakilannya ke Negara lain.
Pengiriman
perwakilan Negara ke Negara lain dikenal dengan pertukaran misi diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu.
Perwakilan diplomatik dianggap sebagai
wakil dari Negara yang diwakilinya dan kedudukannya dipersamakan dengan kedudukan seorang kepala Negara
pengirim di Negara penerima.
Agar para
pejabat diplomatik dapat melaksanakan
tugas-tugas diplomatiknya dengan baik
secara efektif dan efisien maka Negara penerima diharuskan untuk memberikan kekebalan dan
keistimewaan sehingga ia mendapat kesempatan
yang seluas-luasnya didalam melaksanakan tugasnya tanpa ada gangguan, namun hal ini pada mulanya hanya
berdasarkan atas aturan-aturan hukum
kebiasaan internasional yang sudah berlaku pada praktek Negara-negara serta dalam perjanjian-perjanjian yang
menyangkut hubungan antar Negara.
Dengan terjadinya
kemajuan dan perkembangan tehnologi dalam melakukan hubungan diplomatik dengan Negara
lain serta bertambahnya Negara baru yang
merdeka dan berdaulat maka dibutuhkan suatu kodifikasi hukum diplomatik yang menyeluruh dan dapat diterima
oleh semua Negara. Dalam perkembangannya,
tidak hanya pengaturan terhadap hubungan diplomatik antar Negara saja tetapi hukum diplomatik mempunyai
jangkauan yang lebih luas lagi.Tetapi
juga mencakup hubungan konsuler dan keterwakilan Negara dalam hubungannya dengan suatu organisasi
internasional khususnya yang berkenaan dengan
tanggung jawab dan keanggotaannya yang bersifat global dan universal.Bahkan dalam hubungan diplomatik
termasuk didalamnya ketentuan mengenai
perlindungan, keselamatan, pencegahan serta penghukuman terhadap tindak kejahatan tang ditujukan kepada para
perwakilan diplomatik.
Kekebalan
diplomatik tidak saja dinikmati oleh Kepala-kepala diplomatik sepeti Duta Besar, Duta atau Kuasa Usaha saja
tetapi juga oleh anggota keluarganya
yang tinggal bersama dia, termasuk para diplomat lainnya yang menjadi anggota perwakilan seperti Counsellor,
para Sekretaris, Atase dan sebagainya.
Seorang pejabat
diplomatik di Negara lain melaksanakan tugasnya, ia dianggap tidak berada di wilayah Negara
penerima walaupun sebenarnya ia barada
di wilayah penerima. Tetapi ia tunduk dan dikuasai hukum pada hukum Negara pengirim, termasuk didalamnya gedung
perwakilam atau tempat kediamannya
merupakan perluasan dari wilayah Negara pengirim (Extraterritorialiteit).
Kekebalan yang
dimiliki pejabat diplomatik tidak bersifat mutlak tetapi terbatas maksudnya bahwa kekebalan tersebut
tidak bersifat pribadi, bukan untuk kepentingan
pribadi pejabat yang bersangkutan melainkan bersifat fungsional dalam hal menjalankan tugas diplomatiknya
saja.Kekebalan diplomatik termasuk didalamnya
kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari Negara penerima dan kekebalan terhadap gangguan yang
merugikan.Sehingga mengandung arti bahwa seorang pejabat diplomatik memiliki hak untuk
mendapat perlindungan dari alat alat Negara penerima.Pejabat diplomatik
dianggap kebal baik terhadap Yurisdiksi pidana,
perdata maupun administrasi Negara penerima.
Meskipun demikian
kekebalan diplomatik tersebut juga dapat ditanggalkan atau dihapus.Hal ini dapat saja
terjadi apabila dalam hubungan diplomatik
tersebut diwarnai adanya ketegangan yang timbul antara Negara penerima dan Negara pengirim.Kemungkinan
dikarenakan adanya penyalahgunaaan
kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh pejabat diplomatik.Hak untuk menegakkan kekebalan
diplomatik adalah nagara pegirim tetapi
biasanya terlebih dahulu diajukan permohonan yang dilakukan oleh Negara penerima.Baik itu dengan adanya pengesahan
khusus dari Negara pengirim atau hanya
diwakilkan kepala perwakilan diplomatik.
Demikianlah,
penulis mencoba melakukan suatu telaah terhadap masalah yang menyangkut pelaksanaan hubungan
diplomatik dengan mengambil judul: Kajian
Hukum Diplomatik Dalam Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia.
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah yang akan
penulis bahas dalam penulisan skripsi ini antara lain : 1. Bagaimana tinjauan umum
tentang hukum diplomatik? 2. Bagaimanakah
kekebalan dan keistimewaan para pejabat diplomatik? 3. Bagaimanakah kajian
Hukum Diplomatik dalam kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia? C. Tujuan dan Manfaat
Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini antar lain adalah : 1. Untuk mengetahui tinjauan umumHukum
Diplomatik 2. Untuk memahami tentang
kekebalan dan keistimewaan para pejabat diplomatik
3. Untuk mengetahui kajian Hukum
Diplomatik dalam Kasus Sengketa Tanah Kedutaan
Besar Malaysia.
Sedangkan Manfaat
yang dipetik dari penulisan ini antara lain : 1. Secara Teoritis, yakni sebagai bahan kajian
lebih lanjut untuk melahirkan konsep
ilmiah yang dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan hukum internasional terutama mengenai
kekebalan dan keistimewaan para pejabat
diplomatik. Hal ini sebagai wujud penjelmaan penerapan dalam belajar Hukum Internasional secara akademis.
2.
Secara Praktis, yakni sebagai pedoman dan masukan bagi pihak yang
terlibat dalam elemen – elemen
perwakilan diplomatik, terutama bila terjadi suatu persengketaan tanah yang menjadi hak kedutaan
besar di negara penerima.
Serta menambah
pengetahuan bagi semua masyarakat mengenai masalah di dunia internasional dan hukum internasional
tentang kekebalan dan keistimewaan para
pejabat diplomatikdalam perspektif Hukum Diplomatik.
D. Keaslian
Penulisan Penulisan skripsi ini yang berjudul: “KAJIAN HUKUM DIPLOMATIK DALAM KASUS SENGKETA KEDUTAAN BESAR MALAYSIA”
merupakan hasil pemikiran penulis
sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu
dan judul skripsi ini belum pernah ditulis
di Fakultas Hukum . Dengan demikian keaslian penulisanskripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Sejarah Hubungan Diplomatik Hubungan Diplomatik berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Hal ini dapat
terjadi bila diperhatikan kebutuhan manusia itu sendiri sehingga ia memerlukan orang lain.
Begitu juga dengan hubungan diplomatik
sebagai suatu lembaga yang mempunyai maksud untuk bernegosiasi dengan negara lain sebagai
pencapaian suatu tujuan adalah sama
tuanya dengan sejarah. Perkembangan ini dapat kita lihat melalui contoh-contoh pengiriman perwakilan diplomatik
bangsa-bangsa.
Bermula dari
hubungan antar manusia, kemudian berkembang kepada kebutuhan suatu kelompok dengan
kelompok lainnya dan semakin lama meluas
menjadi hubungan yang lebih luas antara satu negara dengan negara lain sebagai kelompok manusia yang
paling besar.
Thucydides, seorang
sarjana Yunani mengatakan bahwa pada dasarnya
hubungan diplomatik tersebut telah lama ada.Negara Yunanai telah mengenal hubungan ini pada zaman Romawi,
terbukti dengan upacara yang diadakan
setiap tahun dalam rangka menerima misi-misi negara tetangga.Disamping itu telah dikenal
pula beberapa perjanjianperjanjian atau traktat yang mengatur pola hubungan
diplomatik tersebut.Missionaris yang
datang tersebut selalu diperlakukan dengan khas, dihormati serta dijamin keselamatannya
sekaligus diberikan berbagai fasilitas
dan keistimewaannya.
1 Pengiriman dan
penerimaan oleh bangsa-bangsa kuno ditandai bahwasanya walaupun tidak ada hukum
internasional modern yang 1 Mohd.
Sanwani Nst, Sulaiman, Bachtiar Hamzah, Hukum Internasional (suatu pengantar), Penerbit Kelompok Studi Hukum
& Masyarakat, F.H, USU, Medan, 1992, hal.68
diketahui, para duta besar dimana-mana menikmati perlindungan khusus dan kekebalan tertentu, walaupun tidak
berdasarkan hukum namun berdasarkan
agama, duta besar dianggap amat suci.
2 Sampai dengan
tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan hubungan diplomatik berasal dari hukum
kebiasaan.Pada Kongres Wina tahun 1815
raja-raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut
menjadi hukum tertulis.Namun tidak
banyak yang telah dicapai dan mereka hanya menghasilkan satu naskah saja yaitu hirarki
diplomat yang kemudian dilengkapi dengan
protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21 November 1818.Sebernanya Kongres Wina dari segi
substansi praktis tidak menambah apa-apa
terhadap praktek yang sudah ada sebelumnya selain menjadikannya sebagai hukum tertulis.
3 2. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum
Diplomatik Dengan adanya Kongres Wina ini maka dapat terwujud satu kesatuan yang mengatur tentang hubungan
diplomatik.Walaupun belum begitu
sempurna, namun sudah tercipta satu kodifikasi yang dapat diterima dan dipergunakan secara internasional.
2 L. Oppenheim,
International Law A Treaties, Vol 1 peace, 8 th .ed, London, Longmans Green & Company, 1960, hal.769 3 Bour
Mouna, Op.cit, hal.467 Untuk menentukan
penerapan arti kata diplomatik itu sendiri belum terdapat keseragaman yang pasti, yang
dikarenakan banyaknya pendapat para ahli
hukum yang berbeda, sehingga berbeda pula pengertian yang dikemukakan.
Sebagai pemahaman
lebih jauh, Ian Brownlie memberikan pengertian
diplomasi yaitu: “…. Diplomacy comprises any means by which states establish or
maintain mutual relations, communicate
with eachother, or carry out political
or legal transactions. In each case through their authorize agents”.
4 Hal senada juga
dijelaskan oleh NA Maryan Green: The Chief purpose of establishing diplomatic relations
and permanent missions is to serve as
means by and through which states are able to communicate with each other, yang artinya pembukaan hubungan
diplomatik dan misi yang tetap yakni
untuk melayani dan digunakan sebagai alat sehingga negaranegara tertentu dapat
saling berkomunikasi.
Terjemahannya: Hubungan
Diplomatik yang dimiliki tiap-tiap negara untuk mendirikan atau memelihara komunikasi yang secara
harmonis satu sama lain, atau melaksanakan
politik atau transaksi-transaksi yang sah dalam tiap-tiap kasus melalui wewenang tiap-tiap negara.
Pengertian yang
diberikannya lebih memfokuskan kepada obyek dari diplomatik tersebut. Lebih berdasarkan
pada alat-alat dan cara perhubungan yang
dilakukan.
5 4 Ian Brownlie,
Principles of Public International Law, 3 rd ed, ELBS, Oxford, University Press, 1979, hal.345 dalam Syahmin Ak, SH,
Hukum Internasional Publik, Binacipta, Bandung, 1992, hal.228 5 Ernest Satow, A Guide to
Diplomatice Practice, London, Longmans & Company, 1957, hal.3 dalam Syahmin Ak, SH, ibid.
Sedangkan menurut E. Satow, menjelaskan: “
Diplomacy is the application of intelegence and act to the conduct of official relations between the governments of
independent states, extending sometimes
also to their relations with vassal states or more brierly still, the conduct of business between
states by peaceful means”.
6 Pengertian lain
dari diplomacy adalah cara-cara dan bentuk yang dilakukan dalam pendekatan dan berunding
dengan negara lain untuk mengembangkan
hubungan antar negara.
Terjemahannya: Penerapan hubungan diplomatik secara resmi
diantara negara-negara maju dengan
negara-negara yang sedang berkembang yang bertujuan membentuk kedamaian.
Pengertian yang
diberikannya lebih ditujukan kepada subjek para perwakilan diplomatik yakni mengenai tingkah
laku, perbuatan yang diperbolehkan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pejabat diplomatik.
7 3. Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik
a. Kekebalan bagi para pejabat
diplomatik: - Kekebalan terhadap
alat-alat kekuasaan negara penerima 6 NA Maryan Green, International Law, 3 rd ed.,
London, Pitman Publishing, 1987, hal.133 7 Boer Mouna, Hukum Internasional
Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung,
2000, hal.465 - Hak mendapatkan perlindungan terhadap
gangguan dan serangan atas kebebasan dan
kehormatannya - Kekebalan terhadap
jurisdiksi pengadilan - Kekebalan dari
kewajiban menjadi saksi b. Keistimewaan
bagi para pejabat diplomatik: -
Pembebasan dari pajak-pajak -
Pembebasan dari Bea Cukai dan Bagasi -
Pembebasan dari kewajiban keamanan sosial - Pembebasan dari pelayanan pribadi, pelayanan
umum dan militer - Pembebasan dari
kewarganegaraan c. Kekebalan dan
Keistimewaan bagi Keluarga Para Pejabat Diplomatik Termasuk Anggota Staf Diplomatik dan Pelayan: -
Kekebalan terhadap anggota keluarga -
Kekebalan terhadap anggota staf teknis dan administrasi - Anggota staf pelayan - Pembantu rumah tangga pribadi d. Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik di
Negara Ketiga: - Kekebalan para pejabat diplomatik pada waktu
transit - Perjalanan karena Force
Majeure e. Kekebalan Gedung Perwakilan
dan Pembebasan Pajak: - Gedung Perwakilan - Pembebasan Gedung Perwakilan dari pajak - Tidak dapat diganggu gugatnya komunikasi dan
arsip perwakilan.
F.
Metode Penulisan Dalam penulisan karya ilmiah akademik ini maka
digunakan metode pengumpulan data dengan
cara : Studi Kepustakaan ( Library Research) Penelitian dalam skripsi ini
dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari sumber bahan bacaan
baik berupa buku bacaan, majalah,
peraturan perundang – undangan dan juga catatan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi guna
memperoleh data – data yang diperlukan.
Metode ini menggunakan, mempelajari, dan menganalisi bahan – bahan
referensi secara sistematis.Selanjutnya bahan rujukan yang dikumpul, dipelajari, dipahami, dan dituangkan secara
terstuktur dan dijadikan dasar guna menghasilkan
tulisan ilmiah yang berusaha dan mencoba sebaik – baiknya agar lebih berbobot.Dalam metode ini, agar dapat
memperoleh data yang lebih akurat, dilakukan
melalui informasi – informasi yang akurat. Dalam hal ini, dilakukan dengan cara melihat masalah – masalah dalam
praktik yang terjadi sehari – hari.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan
ini dibagi dalam beberapa bab dan didalam bab terdiri dari atas unit – unit bab demi bab.
Adapun gambaran isi penulisan ini adalah
sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pengantar untuk penulisan pada bab – bab berikutnya
dalam pembahasan yang terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode
Penulisan ( Pengumpulan Data ), dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK Pada bab ini menguraikan
sekilas tentang Tinjauan Umum tentang Hubungan
Diplomatik dan Hukum Diplomatik yang terdiri atas : Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum
Diplomatik, Sejarah Perkembangan
Hubungan Diplomatik dan Pengaturannya dalam Hukum Internasional, Fungsi Perwakilan
Diplomatik, dan Cara-cara Melakukan
Hubungan Diplomatik.
BAB III : KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK Dalam
bab ini memaparkan tentang Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik yang berisi tentang : Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik, Dasar Hukum Pemberian
Kekebalan Diplomatik, Prinsip
Invioliability dan Prinsip Extraterritoriality, dan Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik.
BAB IV :
JURISPRUDENSI DALAM AMAR PUTUSAN KASUS SENGKETA TANAH KEDUTAAN BESAR MALAYSIA Dalam
bab ini memaparkan tentang Jurisprudensi dalam Amar Putusan Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar
Malaysia yang berisi tentang: Posisi
Kasus, Jurisprudensi Mahkamah Agung terhadap Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia,
Jurisprudensi Mahkamah Agung terhadap
Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia
Ditinjau dari Konvensi Wina Tahun 1961.
BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini merupakan penutup, yang merupakan
pokok – pokok kesimpulan dari semua
permasalahan dalam pembahasan yang dilakukan
dalam penulisan ini, serta saran – saran yang dikemukakan, yang mudah – mudahan bermanfaat
bagi kita semua, khususnya dalam hal
kekebalan dan keistimewaan diplomatik.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi