Jumat, 08 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS PRAKTEK ADVOKASI PADA LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) SYARI’AH IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA DALAM MENANGANI PERKARA PERCERAIAN


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya  salah  seorang  suami  istri.  Inilah  sebenarnya  yang  dikehendaki  agama Islam.
  Akan tetapi, dalam mengarungi kehidupan berumah tangga tidak selalu harmonis  seperti  yang  diangankan  pada  kehidupan  kenyataan.  Perselisihan  dan pertentangan  merupakan  kondisi  buruk  yang  mesti  dihindari  dalam  rangka memelihara  ikatan  perkawinan  antara  yang  satu  dengan  yang  lainnya. Banyak pasangan suami istri yang gagal menghadapi perselisihan yang muncul.
  Memelihara  kelestarian  dan  keseimbangan  hidup  bersama  suami  istri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan. Kadangkala salah satu pihak tidak mampu  menanggulangi  kesulitan-kesulitan  tersebut  sehingga  perkawinan  yang didambakan  tidak tercapai  dan  berakhir  dengan  perceraian. Hal  itu  bisa  terjadi antara  lain  jika  masing-masing  dari  suami  istri  sama-sama  memiliki  ego  yang tinggi dan mau menang sendiri.

   Amir Syarifuddin, Hukum  Perkawinan  Islam  di  Indonesia:  Antara  Fikih  Munakahat  dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, Cet. III, 2009), hal. 190.
  Bus| ainah As-Sayyid  Al-Ira>qiy, Asra>r  fi  h}aya>ti  Al-Mut}allaqa>t, Penerjemah: Abu  Hilmi Kamaluddin, Menyingkap Tabir Perceraian, (Jakarta: Pustaka Al-Sofwa, 2005), hal. 12.
  M. Syamsul Arifin Abu, Membangun Rumah Tangga Sakinah, (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2008), hal. 132.
  Pada prinsipnya perkawinan itu bertujuan untuk selama hidup dan untuk mencapai  kebahagiaan  yang  kekal  (abadi)  bagi  suami  istri  yang  bersangkutan sehingga Rasulullah melarang keras terjadinya perceraian antara suami istri, baik itu  dilakukan  atas  inisiatif  pihak  laki-laki  (suami)  maupun  pihak  perempuan (istri). Akan  tetapi  agama menggariskan  bahwa perceraian  dalam  ajaran  Islam merupakan  jalan  keluar  yang  terakhir  untuk  mengatasi  situasi  kritis  sedangkan ikhtiar untuk berdamai tidak dapat diupayakan lagi dan perceraian itu merupakan jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.
 Dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 39 dijelaskan bahwasannya tata cara perceraian itu dirumuskan dalam 3 ayat, yaitu:  1. Perceraian  hanya  dapat  dilakukan  di depan  sidang  pengadilan  setelah pengadilan  yang  bersangkutan  berusaha  dan  tidak  berhasil  mendamaikan kedua belah pihak.
 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
 3. Tata  cara  perceraian  di  depan  sidang  pengadilan diatur  dalam  peraturan perundangan tersendiri.
 Sedangkan  pasal  114  KHI  menyatakan  putusnya  perkawinan  yang disebabkan  karena  perceraian  dapat  terjadi  karena  talak  atau  berdasarkan gugatan  cerai.
  Sesuai  dengan  pasal-pasal  di  atas  yaitu  perceraian  hanya  dapat dilakukan  di  depan  sidang  Pengadilan  Agama,  setelah  Pengadilan  Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
  Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, (Surabaya: Arkola, t.t), hal.
  Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, Cet. I, 2008), hal. 36.
  Akan  tetapi,  seperti  yang peneliti  ketahui,  beracara  di  Pengadilan membutuhkan keahlian khusus baik dalam bidang hukum Islam maupun hukum beracara  di  Pengadilan  Agama,  dengan  demikian  keberadaan  orang  yang berperkara di Pengadilan Agama akan dapat mengkuti dengan baik setiap proses beracara dengan adanya bantuan dari pihak yang berkompeten di bidang hukum.
 Keberadaan  bantuan  hukum  sudah  menjadi  kebutuhan  pokok  bagi  para pihak yang berperkara di pengadilan atau bisa dikatakan bahwa bantuan hukum merupakan  sarana  untuk  menjembatani  kepentingan  masyarakat  di bidang hukum khususnya bidang sistem peradilan.
 Sebagaimana yang peneliti  ketahui advokat  sebagai  pemberi  bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum  yang  keberadaannya  sangat  dibutuhkan.  Pada  saat  ini,  keberadaan advokat  semakin  penting  seiring  dengan  meningkatnya  kesadaran  hukum masyarakat serta kompleksitasnya masalah hukum. Advokat merupakan profesi yang memberi jasa hukum, saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai  pendamping,  pemberi  advise  hukum,  atau menjadi  kuasa  hukum  untuk dan atas nama kliennya. Dalam memberikan jasa hukumya, ia dapat melakukan secara prodeo ataupun  mendapatkan honorarium dari  klien  atas  jasa  yang dilakukannya.
 Islam  sendiri  sangat  menganjurkan  adanya  pemberian  jasa  hukum terhadap para  pihak  yang  sedang  berselisih tanpa  diskriminatif.  Supaya  para  pihak yang berselisih dapat menyelesaikan perkaranya secara is}lah. Jasa hukum tersebut dapat diperoleh melalui perorangan yang dianggap mengetahui  hukum dan masalah yang dihadapinya, seperti hakkam, muft}iy, mus}alih-alaih, ‘ulama’, atau  keluarga  para  pihak  yang  berselisih.
  Hal  ini  dikarenakan  dasar legalitas perlu adanya profesi advokat dalam perspektif Islam sendiri bersumber dari AlQur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ ‘Ulama’.
 Secara historis, advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi itu bahkan dinamai sebagai jabatan yang mulia (officium nobile).  Penamaan  itu  terjadi  karena  aspek  “kepercayaan”  dari  pemberi  kuasa (klien) yang dijalankan untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di  forum  yang  telah  ditentukan.  Sebab  memberi  kepercayaan  adalah  tidak mudah.
  Kredebilitas advokat akan dipertaruhkan sampai seberapa jauh advokat dapat menjamin dan memegang teguh rahasia kliennya.
  Bantuan  hukum  akan  sangat  bermanfaat  apabila  diberikan  oleh  oleh orang  yang  memahami  hukum  dan  menjunjung  tinggi  rasa  keadilan.
  Maka, bagaimanapun juga kita harus bisa memilih pemberi bantuan hukum yang dapat  A.  Rahmat  Rosyadi  dan  Sri  Hartini, Advokat  dalam  Perspektif  Islam  dan  Hukum  Positif, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2003), hal.
  Luhut  M.P.  Pangaribuan, Advokat  dan  Contempt of Court  Satu  Proses  di  Dewan Kehormatan Profesi, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 1.
  Nasroen Yasabari, Puspa Ragam Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1980), hal. 48-49.
  YLBHI, Pedoman  Bantuan  Hukum  di  Indonesia  Pedoman  Anda  Memahami  dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. II, 2007), hal. 48.
  dipercaya,  jujur,  yang  telah  dikenal  dengan  baik  perjalanan  hidupnya  atau perjuangannya dalam bidang hukum.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi