BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada
dasarnya, perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah
seorang suami istri.
Inilah sebenarnya yang
dikehendaki agama Islam.
Akan
tetapi, dalam mengarungi kehidupan berumah tangga tidak selalu harmonis seperti
yang diangankan pada
kehidupan kenyataan. Perselisihan
dan pertentangan merupakan kondisi
buruk yang mesti
dihindari dalam rangka memelihara ikatan
perkawinan antara yang
satu dengan yang
lainnya. Banyak pasangan suami istri yang gagal menghadapi perselisihan
yang muncul.
Memelihara kelestarian
dan keseimbangan hidup
bersama suami istri bukanlah perkara yang mudah
dilaksanakan. Kadangkala salah satu pihak tidak mampu menanggulangi
kesulitan-kesulitan tersebut sehingga
perkawinan yang didambakan tidak tercapai dan
berakhir dengan perceraian. Hal itu
bisa terjadi antara lain
jika masing-masing dari
suami istri sama-sama
memiliki ego yang tinggi dan mau menang sendiri.
Amir
Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam
di Indonesia: Antara
Fikih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta:
Kencana, Cet. III, 2009), hal. 190.
Bus|
ainah As-Sayyid Al-Ira>qiy, Asra>r fi
h}aya>ti Al-Mut}allaqa>t,
Penerjemah: Abu Hilmi Kamaluddin,
Menyingkap Tabir Perceraian, (Jakarta: Pustaka Al-Sofwa, 2005), hal. 12.
M.
Syamsul Arifin Abu, Membangun Rumah Tangga Sakinah, (Pasuruan: Pustaka
Sidogiri, 2008), hal. 132.
Pada
prinsipnya perkawinan itu bertujuan untuk selama hidup dan untuk mencapai kebahagiaan
yang kekal (abadi)
bagi suami istri
yang bersangkutan sehingga
Rasulullah melarang keras terjadinya perceraian antara suami istri, baik itu dilakukan
atas inisiatif pihak
laki-laki (suami) maupun
pihak perempuan (istri).
Akan tetapi agama menggariskan bahwa perceraian dalam
ajaran Islam merupakan jalan
keluar yang terakhir
untuk mengatasi situasi
kritis sedangkan ikhtiar untuk
berdamai tidak dapat diupayakan lagi dan perceraian itu merupakan jalan
satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.
Dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974
pasal 39 dijelaskan bahwasannya tata cara perceraian itu dirumuskan dalam 3
ayat, yaitu: 1. Perceraian hanya
dapat dilakukan di depan
sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami
istri.
3. Tata
cara perceraian di
depan sidang pengadilan diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.
Sedangkan
pasal 114 KHI
menyatakan putusnya perkawinan
yang disebabkan karena perceraian
dapat terjadi karena
talak atau berdasarkan gugatan cerai.
Sesuai dengan
pasal-pasal di atas
yaitu perceraian hanya
dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama,
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Undang-Undang
Perkawinan di Indonesia, (Surabaya: Arkola, t.t), hal.
Kompilasi
Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, Cet. I, 2008), hal. 36.
Akan tetapi,
seperti yang peneliti ketahui,
beracara di Pengadilan membutuhkan keahlian khusus baik
dalam bidang hukum Islam maupun hukum beracara
di Pengadilan Agama,
dengan demikian keberadaan
orang yang berperkara di
Pengadilan Agama akan dapat mengkuti dengan baik setiap proses beracara dengan
adanya bantuan dari pihak yang berkompeten di bidang hukum.
Keberadaan
bantuan hukum sudah
menjadi kebutuhan pokok
bagi para pihak yang berperkara
di pengadilan atau bisa dikatakan bahwa bantuan hukum merupakan sarana
untuk menjembatani kepentingan
masyarakat di bidang hukum
khususnya bidang sistem peradilan.
Sebagaimana yang peneliti ketahui advokat sebagai
pemberi bantuan hukum atau jasa
hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum yang
keberadaannya sangat dibutuhkan.
Pada saat ini,
keberadaan advokat semakin penting
seiring dengan meningkatnya
kesadaran hukum masyarakat serta
kompleksitasnya masalah hukum. Advokat merupakan profesi yang memberi jasa
hukum, saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping,
pemberi advise hukum,
atau menjadi kuasa hukum
untuk dan atas nama kliennya. Dalam memberikan jasa hukumya, ia dapat
melakukan secara prodeo ataupun
mendapatkan honorarium dari
klien atas jasa
yang dilakukannya.
Islam
sendiri sangat menganjurkan
adanya pemberian jasa
hukum terhadap para pihak yang
sedang berselisih tanpa diskriminatif. Supaya
para pihak yang berselisih dapat
menyelesaikan perkaranya secara is}lah. Jasa hukum tersebut dapat diperoleh
melalui perorangan yang dianggap mengetahui
hukum dan masalah yang dihadapinya, seperti hakkam, muft}iy,
mus}alih-alaih, ‘ulama’, atau
keluarga para pihak
yang berselisih.
Hal ini
dikarenakan dasar legalitas perlu
adanya profesi advokat dalam perspektif Islam sendiri bersumber dari AlQur’an,
As-Sunnah, dan Ijma’ ‘Ulama’.
Secara historis, advokat termasuk salah satu
profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi itu bahkan dinamai sebagai
jabatan yang mulia (officium nobile).
Penamaan itu terjadi
karena aspek “kepercayaan”
dari pemberi kuasa (klien) yang dijalankan untuk
mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di
forum yang telah
ditentukan. Sebab memberi
kepercayaan adalah tidak mudah.
Kredebilitas
advokat akan dipertaruhkan sampai seberapa jauh advokat dapat menjamin dan
memegang teguh rahasia kliennya.
Bantuan hukum
akan sangat bermanfaat
apabila diberikan oleh
oleh orang yang memahami
hukum dan menjunjung
tinggi rasa keadilan.
Maka, bagaimanapun
juga kita harus bisa memilih pemberi bantuan hukum yang dapat A.
Rahmat Rosyadi dan
Sri Hartini, Advokat dalam
Perspektif Islam dan
Hukum Positif, (Jakarta: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2003), hal.
Luhut M.P.
Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court Satu
Proses di Dewan Kehormatan Profesi, (Jakarta:
Djambatan, 1996), hal. 1.
Nasroen
Yasabari, Puspa Ragam Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1980), hal.
48-49.
YLBHI,
Pedoman Bantuan Hukum
di Indonesia Pedoman
Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, Cet. II, 2007), hal. 48.
dipercaya, jujur,
yang telah dikenal
dengan baik perjalanan
hidupnya atau perjuangannya dalam
bidang hukum.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi