Jumat, 08 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WASIAT ORGAN TUBUH


BAB I PENDAHULUAN  
A  Latar B Latar Be ee elakang Masalah lakang Masalah lakang Masalah  Pada dasamya harta benda yang dimiliki oleh seseorang, merupakan milik  Allah  SWT  yang  hanya  diamanatkan  kepada  setiap  manusia  untuk  digunakan  atau dimanfaatkan untuk mclakukan setiap aktifitas didunia. Hukum Islam telah  mcnetapkan adanya hak milik bagi perseorangan akan  harta kekayaan dan cara  memperolehnya.  Misalnya,  seseorang  mendapatkan  kekayaannya  dengan  cara  jual beli, tukar menukar, warisan dan yang lain sebagainya. Baik melalui jalur  pewarisan karena hubungan nasab, perkawinan maupun melalui jalur wasiat.
  Wasiat merupakan pesan terahir yang disampaikan oleh seseorang kepada  orang  lain  untuk  mengurusi  hartanya  sesuai  dengan  pesannya  setelah  ia  meninggal dunia.

  Harta yang dimaksud dalam pengertian di atas, bisaberupa  barang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang lain. Dari pemaparan diatas,  maka  wasiat  berarti  tas{a>ruf atau  suatu  peralihan  terhadap  harta  peninggalan  yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang berwasiat, dan hanya  berlaku setelah yang berwasiat meninggal dunia. Menurut sayyid sabiq  wasiat    Ahmad  Kuzari,  System  Asabalz:  Dasar  Pemindahan  Hak  Milik  atas  Harta  Tinggalan,  (Jakarta, P.T. Raja Ratindo Pcrsada, 1996),   Imran, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arloka, 2004), 214   adalah  sebuah  pemberian  seseorang  berupa  harta  atau hutang  atau  sebuah  kemanfaatan  yang  menjadi  kepemilikannya  dan  akan  dieksekusi  setelah  pewasiat meninggal.
  Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal  171  huruf  F,  wasiat  adalah  pemberian  suatu  benda  dari  pewaris  kepada  orang  lain atau suatu lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
  Dalam beberapa referensi buku ilmu Fikih dijelaskansecara panjang lebar,  bahwa  objek  wasiat  tidak  hanya  berkisar  antara  harta  dan  benda  saja,  akan  tetapi,  dengan  seiring  berkembangnya  dunia  pengetahuan,  juga  berupa  pembebasan hutang dan pemberian manfaat.
  Dalam kaitannya dengan wasiat berupa pemberian manfaat, maka banyak  orang yang berminat untuk mendonorkan organ tubuhnya kepada seseorang atau  lembaga  yang  menerima,  jika  ia  telah  meninggal  dunia.  Hal  ini  dimaksudkan  agar setelah meninggal dunia, organ tubuhnya dapat bermanfaat bagi kehidupan  manusia dan ia juga tetap bisa berbuat baik terhadap orang lain.
 Broto Wasisto, ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran, menyatakan  bahwa  sejak  20  tahun  yang  lalu  banyak  orang  yang  berwasiat  agar  setelah  meninggal  dunia  organnya  disumbangkan  kepada  orang  lain.  Misalnya  salah  seorang  anggota  Bank  Jaringan  RSUD  Dr.  Soetomo  mewasiatkan  tubuhnya   Syaikh sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daarul Fikr, 2006), 998   Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Kesindo Utama, 2010), 197    Dirjen Lembaga Islam Depag RI, ilmu Fikih, (Surabaya: Penerbit Mahkota, 2006), 187    setelah  ia  meninggal  dunia.  Begitupula  seorang  anggota  Bank  Mata  mewasiatkan matanya setelah ia meninggal dunia.
 Perkembangan  ilmu  dan  teknologi  bidang  kedokteran  saat  ini  menghadapkan  masyarakat  pada  hal-hal  yang  tidak  pernah  terbayang  sebelumnya.  Salah  satu  hasil  perkembangan  salah  satu  bidang  kedokteran  tersebut ialah ditemukannya teknologi pencangkokan organ tubuh.
 Dalam  praktek  pencangkokan,  dalam  bahasa  ilmiahnya  disebut  dengan  transplantasi,  organ  yang  dicangkok  itu  adakalanya  diambil  dari  tubuh  orang  lain  dan  ada  pula  yang  diambil  dari  hewan.  Maka  pencangkokan  dilihat  dari  hubungan  antara  recipient  (penerima  organ  atau  jaringan)  dan  donor  (penyumbang organ atau jaringan) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:  1.  Auto  Transplantasi  atau  transplantasi/pencangkokan  yang  recipient  dan  donomya adalah satu individu. Jadi organ/jaringan itu diambil dari tubuh  sendiri.
 2.  Homo Transplantasi yaitu transplantasi/pencangkokanyang resipient dan  donornya  adalah  dua  individu  yang  sejenis.  Jadi  organ/jaringan  itu  diangkat  dari  tubuh  orang  yang  lain.  Homo  transplantasi  donornya  adakalanya orang yang masih hidup (living donor) dan adakalanya orang  yang sudah meninggal (codaver donor).
  Ahmad Kuzari, Kajian Fiqh Kontemporer , (Yogyakarta:Teras, 2009), 122   3.  Hetero Transplantasi yaitu transplantasi/pencangkokan yang resipien dan  donornya  adalah  dua  individu  yang  berbeda  jenisnya. Misalnya  resipiennya manusia sedangkan donornya hewan.
 Dalam dunia kedokteran, ditemukanya metode pencangkokan organ tubuh  ini  sangat  bermanfaat  bagi  perkembangan  ilmu  kedokteran.  Baik  untuk  penelitian maupun untuk penyembuhan dan penyempurnaan organ tubuh pasien  yang membutuhkan.
 Penemuan  metode  ini  mempunyai  nilai  positif  bagi  dunia  kedokteran,  sehingga tidak lantas membuat para ulama’ kontemporer untuk berdiam diri dan  tidak  melakukan  penelusuran  terhadap  hukum  wasiat  pencangkokan  organ  tubuh.
 Al-qur’an  maupun  Hadis  tidak  terdapat  adanya  dalil  yang  secara  tegas  menerangkan  tentang  hukum  wasiat  pencangkokan  organ tubuh.  Begitu  pula  pada kitab-kitab fikih klasik.
 Hukum  Islam  sangatlah  memperhatikan  hak-hak  manusia,  sejak  semasa  hayatnya  hingga  sesudah  meninggalnya.  Hukum  menguburkan  mayat  adalah  fardu  kifayah  atas  orang  yang  masih  hidup,  terlebih pada  keluarga  dekat  atau  tetangga  mayat.  Maksud  menguburkan  mayat  adalah  untuk  menjaga  kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orang-orang yang ada di sekitar  tempat itu.
  Hukum  Islam  melarang  segala  bentuk  agresi  terhadap  nyawa  manusia,  termasuk  agresi  terhadap  tubuh  seseorang  sesudah  menjadi  meninggal  dunia,  kasus seperti ini dapat dikategorikan sebagai mutilasi terhadap tubuh manusia  dan pelanggaran terhadap kehormatan mayat tersebut.Namun demikian, perlu  diketahui bahwa sistem hukum Islam juga tidak sertamelarang suatu tindakan  manusia tanpa adanya suatu hikmah di balik tindakantersebut, akan tetapi juga  memasukan  kepentingan  manusia  sebagai  bahan  pertimbangan.  Hal  ini  didasarkan pada kaidah-kaidah berikut:  1.  Keterpaksaan membuat sesuatu yang dilarang menjadi boleh.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi