BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Semakin
berkembangnya zaman dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan menjadikan
banyaknya alternative penyimpanan dana. Investasi dana tidak terpusat pada
lembaga keuangan bank lagi, tetapi juga sudah berkembang pada bisnis properti
dan berinvestasi pada bursa saham. Masyarakat semakin menyadari bahwa
menanamkan modal di bank komersil memberikan return yang kecil, meskipun
memang memiliki risiko yang kecil juga. Berbanding terbalik apabila menanamkan
modal di pasar modal yang lebih memberikan return yang menjanjikan dan
juga memang mempunyai risiko yang besar juga.
Dewasa
ini pasar modal menjadi suatu alternative yang sangat diminati masyarakat
(investor), pasar modal menjadi salah satu wujud globalisasi, salah satu ciri
masyarakat modern dan berpendidikan. Pasar modal merupakan pasar keuangan atau
surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam
bentuk utang atau modal sendiri. Transaksi dalam surat berharga, bukan atas
kertas itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh
kertas-kertas tersebut, jadi apabila sudah terjun di dalam pasar modal investor
harus memiliki tingkat analisis yang mumpuni.
Perusahaan-perusahaan
besar juga dewasa ini sangat memerlukan pasar modal, pasar modal menjadi suatu
penghimpunan modal bagi perusahaan agar dapat
meningkatkan produksinya. Banyak
contoh perusahaan yang sukses berkat pasar modal, sebut saja
perusahaan-perusaan besar sekaliber MNC (multi-national corporation), sangat
mengagumkan. Perusahaan minuman Coca Cola pun salah satu perusahaan yang
semakin besar dan terkenal berkat terjun di pasar modal.
Di Negara kita Republik Indonesia porsi investasi masyarakat
sebagian besar masih terhimpun pada tabungan maupun deposito di perbankan.
Tindakan tersebut memang sudah baik, namun agar lebih produktif dibutuhkan
wadah yang tepat, salah satunya ialah menginvestasikan di pasar modal dengan
membeli saham atau obligasi. Sama dengan posisi investasi masyarakat, posisi
pendanaan perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar juga masih bertumpu
pada perbankan. Ini tidak salah, namun pendanaan yang bersumber dari kredit
perbankan sudah dianggap menjadi cara tradisional (Sawidji:2009).
Pasar modal menawarkan banyak keuntungan seperti pembayaran
deviden, yang tidak bisa melebihi jumlah bunga yang dibayarkan oleh bank atas
dana yang diinvestasikan oleh investor dengan nilai investasi yang sama,
meskipun memang keuntungan ini dibarengi dengan risiko yang tidak kecil juga.
Keuntungan lain yang dapat ditemukan investor di pasar modal ialah dalam hal
mendapatkan dana, perusahaan tidak perlu menyediakan agunan seperti yang
dituntut oleh bank. Selain itu dengan memanfaatkan dana dari pasar modal,
perusahaan tidak lagi menyediakan dana setiap bulan atau setiap tahun untuk membayar
bunga, sebagai gantinya ialah deviden, yang tidak harus dibayar secara periodik
dan deviden juga dapat tidak diberikan apabila perusahaan dalam keadaan merugi,
hal yang sangat berbeda dengan
bunga bank. Karena keuntungan yang
ditawarkan pasar modal itu jugalah bank-bank turut serta berkecimpung di pasar
modal, tidak terkecuali bank-bank pemeintah.
Memang menggalang dana dari pasar modal lebih komplek
dibanding mendapatkan kredit dari perbankan, namun dalam jangka panjang,
perusahaan akan memetik manfaat yang lebih besar, diantaranya bisa menggunakan
dana dengan jangka waktu yang jauh lebih panjang, mendapatkan dana yang lebih
besar (bahkan tidak terbatas, karena masyarakat selalu membeli saham atau
obligasi), dan bisa memperbaiki structural modal (Sawidji:2009).
Pada dasarnya semua tindakan investasi masyarakat untuk
menanamkan modalnya mensyaratkan suatu estimasi hasil yang diharapkan dan
risiko atau kemungkinan tidak diperolehnya hasil seperti yang diharapkan. Hasil
yang diharapkan disebut juga dengan tingkat keuntungan yang diharapkan atau
expected return, sedangkan risiko berarti probabilitas tidak dicapainya
tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan return yang diterima
menyimpang dari return yang diharapkan. Semakin besar penyimpangan
tingkat keuntungan atau return yang diharapkan, maka semakin besar pula
tingkat risikonya, sebaliknya semakin kecil tingkat keuntungan, maka semakin
kecil juga tingkat risikonya.
Masyarakat yang semakin paham tentang pasar keuangan, semakin
mengerti akan penilaian dan pengendalian risiko investasi, yang menimbulkan
suatu keberanian memasuki wilayah yang berisiko. Memasuki pasar modal mendorong
masyarakat menggunakan kemampuannya dalam menganalisis setiap risiko dan
keuntungan yang mungkin terjadi terhadap dana yang diinvestasikan.
Ada tiga aspek yang menjadi bahan
yang dipertimbangkan dalam investasi di pasar modal :
1. Tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected rate of return)
2. Tingkat risiko (rate of risk)
3. Ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan.
Hubungan risiko dan return bersifat linier, yang
berarti semakin tinggi tingkat risiko, maka semakin tinggi juga tingkat
pengembalian yang diharapkan.
Dalam berinvestasi di pasar modal investor juga harus
melakukan analisis terlebih dahulu. Dalam tahap ini investor melakukan analisis
terhadap suatu efek atau sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini
adalah untuk mengidentifikasi efek yang salah harga (mispriced), apakah
harganya terlau tinggi atau terlalu rendah. Untuk itu, ada dua pendekatan yang
digunakan, yaitu : analisis pendekatan fundamental dan analisis pendekatan
teknikal.
Di dalam perkembangannya, para investor pada umumnya lebih
banyak mengandalkan analisis pendekatan teknikal daripada analisis pendekatan
fundamental, terutama dalam keputusan investasi jangka pendek. Hal ini terjadi
karena pergerakan harga sekuritas bukan lagi secara random, melainkan secara
berulang dan membentuk pola tertentu yang dapat diidentifikasi (Meyers dalam
Tandelilin :2001).
Banyak keuntungan yang bisa diperoleh investor melalui
pendekatan teknikal ini. Investor tidak perlu memperhitungkan berapa tingkat
bunga, rasio keuangan, neraca untuk mendapatkan return yang diharapkan,
investor cukup mempercayakan
pola pergerakan harga saham
dikarenakan rasa optimis yang sudah terdapat di dalam harga. Selain itu
keuntungan yang dapat diperoleh investor ialah investor mampu meramalkan harga
saham berdasarkan harga saham terdahulu tanpa memperhatikan dasar-dasar teori
dalam keputusan investasi.
Investor di pasar modal tentunya sudah akrab dengan kata
risiko, mungkin menjadi suatu momok bagi investor. Mengapa harus ada risiko?
Bisakah risiko itu diatasi? Tampak dari rangkaian pertanyaan itu risiko sangat
dibenci oleh investor, dan tampak juga bahwa risiko selalu melekat pada
investasi, bahkan risiko selalu mengiringi penghasilan. Dimana ada penghasilan
yang besar, disitu ada juga risiko yang besar, dan begitu sebaliknya.
Oleh karena itu investor yang ingin bertransaksi di pasar
modal harus dapat mengukur risiko harga saham. Ada cara mengukur nilai risiko
dalam teori portofolio, dengan variance atau standard deviasi. Tetapi pada
umumnya banyak investor dalam mengukur nilai risiko harga saham berdasarkan
insting saja atau hanya mengikuti investor lai tanpa menggunakan analisis
risiko harga saham yang cukup mendalam.
Pengukuran risiko dengan menggunakan standard deviasi hanya
dapat melihat penyimpangan dari return saham, tetapi tidak dapat
mengukur berapa kira-kira jumlah kerugian yang akan dialami oleh seorang
investor menananmkan atau menginvestasikan sejumlah dananya dalam satu
instrument keuangan dalam hal ini saham pada periode waktu tertentu dalam
bentuk rupiah, maka sebagai lanjutan sari teori portofolio dikembangkan salah
satu metode pengukuran risiko yang dapat mengukur potensi kerugian dalam bentuk
jumlah uang yaitu Value at risk.
VaR merupakam metodologi yang
dikembangkan oleh JP Morgan yang kemudian penggunaannya meluas untuk pengukuran
berbagai jenis risiko. VaR merupakan salah satu metodologi yang dapat
menghitung potensi kerugian yang mungkin terjadi pada suatu portofolio dalam
periode waktu tertentu dengan tingkat keyakinan waktu tertentu. Pada dasarnya
VaR adalah melakukan peramalan volatilitas yang merupakan perubahan nilai pada
instrument di masa yang akan datang berdasarkan data-data di masa lampau. Salah
satu model VaR dalam melakukan estimasi potensi kerugian maksimal, pada umumnya
dikenal dengan metode Variance Covariance dan metode simultan yang
terdiri dari model Historical Simulation dan Monte Carlo.
Telah banyak peneliti yang meneliti bahasan ini, dan adapun
yang menjadi kesimpulan mengenai metode VaR dari berbagai peneliti lain
diantaranya Oom Komariyah (dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengukuran Risiko Harga Saham Syariah dengan Pendekatan Model Variance
Covariance dan Historical Simulation) mengatakan bahwa Variance
Covariance Model dan Historical Simulation model valid digunakan
sebagai alat untuk mengukur potensi kerugian maksimal dari saham-saham syariah
walaupun terdapat perbedaan hasil perhitungan antara kedua model tersebut.
Bambang Yudatmono Soegijono (dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Perbandingan Perhitungan nilai Value at risk sepanjang tahun 2005 dengan
menggunakan Historical Simulation Method, Variance Covariance Method,
dan Monte Carlo Method terhadap saham PT Indosat, tbk) menyimpulkan bahwa dari
3 model tersebut (tidak termasuk Monte Carlo Method) hanya Variance
Covariance yang valid digunakan sebagai alat
untuk mengukur potensi kerugian saham sepanjan tahun 2005.
Dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas dan dari
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti maka penelitiaan ini
akan mengambil sebuah topic : “ Analisis Pengukuran Risiko Harga Saham
dengan Pendekatan Variance Covariance dan Historical Simulation”.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini menggunakan metode Value at risk,
dengan menggunakan model Variance Covariance dan Historical
Simulation. Penelitian ini ingin membuktikan apakah kedua modek VaR ini
valid atau tidak untuk digunakan sebagai alat ukur risiko berupa potensi
kerugian maksimal dalam bentuk jumlah rupiah, sehingga para investor pasar
modal dapat mengukur risiko dengan lebih baik. Adapun yang menjadi pokok-pokok
permasalahan dalam penelitian ini ialah:
1. Berapakah potensi kerugian dari
setiap saham dan portofolio saham dengan menggunakan Variance Covariance model
dan Historical Simulation?
2. Apakah ada perbedaan hasil
pengukuran antara Variance Covariance model dan Historical Simulation
model?
3. Model manakah yang valid untuk penilaian potensi kerugian
saham?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menilai atau mengetahui
berapa besar potensi kerugian dari setiap saham dan portofolio dengan
menggunakan Variance Covariance model dan Historical Simulation model.
2. Untuk mengetahui apakah ada
perbedaan hasil pengukuran antara Variance Covariance model dengan Historical
Simulation model.
3. Untuk mengetahui model yang tepat digunakan untuk menilai
potensi kerugian saham.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Melalui penelitian ini dapat
diketahui model yang tepat dari Value at risk sebagai alat analisis
risiko harga saham sehingga dapat memprediksi potensi kerugian dari saham.
2. Diharapkan menjadi sumber informasi atau sumber
pengetahuan bagi orang-orang yang akan berinvestasi di pasar modal.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi