BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Awal
mulanya, kartu kredit muncul secara tidak sengaja. Penggunaan kartu tersebut
terjadi pada tahun 1950-an. Hal ini dialami oleh seorang pengusaha terkenal
asal Amerika bernama Frank McNa mara. Peristiwa ini terjadi ketika Frank sedang
mengadakan perjamuan makan dengan rekan usahanya. Betapa terkejutnya ia sewaktu
akan membayar karena tidak membawa uang tunai. Hanya kartu identitasnya yang
dapat ia berikan
sebagai jaminan. Keesokan harinya, jaminan itupun ditagih ke
kantornya. Dari kejadian yang tidak sengaja tersebut, muncullah ide Frank untuk
menciptakan suatu sistem pembayaran dengan menggunakan instrumen kartu. Untuk
pertama kalinya, kartu kredit pun muncul dan dikenal hingga sekarang masih
digunakan adalah Dinners Club yang pada mulanya pemakainya sangat
terbatas. Setelah beberapa dekade, kartu kredit semakin banyak digunakan. Hal
ini menjadi faktor pendorong munculnya penerbit kartu yang lain seperti Visa
Card dan Master Card. Pada akhir tahun 1970-an, hampir seluruh
negara di dunia mengenal kartu kredit (Susilo, 2000:169). Di Indonesia sendiri,
kartu kredit masih relatif baru digunakan, yakni sejak tahun 1980-an, terutama
sejak deregulasi 20 Desember 1988. Mulai tahun 1988, penggolongan bisnis kartu
kredit dianggap sebagai kelompok usaha jasa pembiayaan berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988.
Universitas
Sumatera Utara
Pengembangan dan penggunaan kartu
kredit di Indonesia dipelopori oleh Citibank dan Bank Duta (merger dengan Bank
Danamon) dengan menerbitkan Master Card dan Visa Card. Saat ini
jenis kartu kredit yang beredar selain Visa Card dan Master Card,
adalah Visa BCA, Dinner Club, Procard, Exim Card, Duta Card,
Kassa Card, Amex Card dan kartu-kartu kredit lainnya. Khusus untuk Dinner
Club dan Kassa Card merupakan kartu kredit yang bukan dikeluarkan
oleh bank, akan tetapi oleh lembaga pembiayaan seperti PT. Dinner Jaya
Indonesia dan PT. Kassa Multi Finance (Siamat, 2005:634).
Menurut Bank Indonesia (dalam Jalil, 2007:1), Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK) adalah “seluruh instrumen sistem pembayaran yang pada
umumnya berbasis kartu antara lain : kartu Automated Teller Machine (ATM),
kartu kredit, kartu debit, serta jenis kartu lain yang dapat digunakan sebagai
alat pembayaran, misalnya kartu smart, e-wallet, serta beberapa alat
pembayaran lain yang dapat dipersamakan dengan kartu”. Secara umum, pembayaran
berbasis warkat (paper-based payment system) masih mendominasi sistem
pembayaran di Indonesia. Namun, sejalan dengan dioperasikannya sistem BI-RTGS
(sistem transfer dana bernilai besar yang harus melalui proses settlements di
BI) pada November 2000, maka sistem pembayaran elektronik menjadi lebih
berkembang dan berperan penting dalam kehidupan. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya penggunaan pembayaran melalui Electronic Fund Transfer Point of
Sale (EFTPOS) pada berbagai pusat perbelanjaan dan ritel.
Sistem pembayaran dunia pun terus meningkat dan saat ini
sedang berkembang trend less cash society, yaitu suatu perilaku
masyarakat
Universitas
Sumatera Utara
menggunakan non-cash dalam
bertransaksi. Perkembangan menuju less cash society merupakan sebuah
trend yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut antara lain didukung oleh
perkembangan infrastruktur dan teknologi sistem pembayaran, seperti kartu ‘chip’.
Dari sisi konsumen, penggunaan instrumen (non - cash payment) seperti card
based dan electronic based saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan
karena transaksi dapat dilakukan dengan praktis, cepat dan nyaman. Bagi
masyarakat, penggunaan pembayaran non - tunai dengan menggunakan kartu,
mempermudah transaksi mereka seperti penarikan tunai, transfer dana, dan
pembayaran berbagai tagihan rutin lainnya. Semua itu dilakukan tanpa harus
datang ke konter atau kantor bank (Jalil, 2007:7).
Perkembangan kartu kredit di Indonesia terjadi secara besar-
besaran. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Pada Tabel 1.1, terlihat bahwa
nilai transaksi dengan menggunakan kartu kredit terus mengalami peningkatan.
Hingga bulan Maret 2012 saja, jumlah transaksi yang mencapai 145.044.824 transaksi
dengan jumlah kartu sebanyak 15.428.027 lembar.
Tabel 1.1
Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia
Sumber: Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI)& hasil olahan sendiri
Menurut Bank Indonesia, kartu kredit yang beredar di
Indonesia pada umumnya terdiri dari 2 jenis, yaitu gold dan silver.
Kartu kredit tipe gold dan Tahun Jumlah Kartu (%) Jumlah Transaksi (%)
Nilai Transaksi (Rp Juta) (%) 2009 12.259.295 10,73 177.817.542 9,48
132.651.567 19,63 2010 13.574.673 8,92 194.675.233 5,46 158.687.057 12,27 2011
14.785.382 4,35 205.303.560 - 178.160.763 - Maret 2012 15.428.027 - 145.044.824
- 130.330.986 -
Universitas
Sumatera Utara
silver cukup beragam mulai dari Rp. 1 juta
sampai Rp. 10 juta untuk tipe silver dan mulai dari Rp. 10 juta sampai
Rp. 100 juta untuk tipe gold. Berdasarkan tingkat suku bunga bulanan
yang dibebankan kepada cardholder, sebagian besar tingkat suku bunga
kedua jenis kartu ini berkisar antara 3 sampai 3,5 persen per bulan. Sedangkan,
menurut biaya keanggotaan tahunan (annual fee), sebagian besar penerbit
kartu kredit membebankan biaya anggota tahunan untuk kartu tipe gold sebesar
Rp. 200 ribu sampai Rp. 300 ribu dan kartu tipe silver sebesar Rp. 100
ribu sampai Rp. 150 ribu (Jalil, 2007:4).
Di sisi lain, penggunaan kartu kredit juga menimbulkan dampak
negatif. Menurut Irmayanto (2004:189), hal ini disebabkan adanya resiko yang
sering muncul dari penggunaan kartu kredit, seperti pemalsuan kartu kredit,
penyalahgunaan kartu kredit, pencurian kartu kredit, hingga kelalaian pemegang
kartu untuk melunasi kewajibannya. Sebagai tambahan, dampak negatif dari
pemakaian kartu kredit, yaitu perubahan gaya hidup ke arah konsumtif.
Adapun ancaman yang ditimbukan dari adanya kartu kredit
(Irmayanto, 2004:191):
Ä Cukup rawan terhadap resiko kredit
macet & kejahatan kartu kredit. Ä Maraknya bisnis kartu kredit menjadi
lahan subur bagi sindikat pemalsuan kartu kredit. Ä Globalisasi
akan mempengaruhi bisnis perbankan semakin kompetitif. Bagi yang tidak memiliki
teknologi dan informasi yang lebih baik, akan dihadapkan pada persaingan yang
lebih tajam. Universitas Sumatera Utara Ä Dengan memberikan kesempatan bank
asing beroperasi di Indonesia, merupakan ancaman bagi bank-bank Indonesia yang
tidak profesional. Ä Banyaknya kredit macet (kartu kredit)
tanpa jaminan sebagai dampak pemberian kartu kredit secara tidak selektif
memungkinkan timbulnya masalah ketidakstabilan di bidang ekonomi. Ä Perubahan
gaya hidup (life-style) dan tata cara hidup yang serba memakai kartu
kredit akan melunturkan budaya asli bangsa Indonesia. Ä Menimbulkan
pola hidup yang konsumtif dan cenderung membuat orang lupa diri.
Data Bank Indonesia (fokus.news.viva.co.id)
menunjukkan, tingkat kejahatan perbankan (fraud) (tanpa menggunakan
kartu). Masing-masing tercatat sebanyak 402 kasus dan 458 kasus, dengan nilai
kerugian Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami 18 penerbit.
Selain masalah-masalah diatas, sejumlah nasabah rata-rata
tidak tahu bagaimana perhitungan bunga tagihan kartu kredit mereka. Kartu
kredit ini setiap saat juga bisa menjadi perangkap, bagi para pemegangnya
hingga hilang kendali. Salah satunya, Agung Arief (35). Dia mengaku tahu ada
simulasi perhitungan bunga dan denda keterlambatan saat menerima kartu, tetapi
tidak pernah memperhatikannya. “Pertama tidak pernah diperhatiin, tahu-tahu
bunganya nyekik banget. Makanya sekarang saya mulai melepaskan diri dari
jebakan kartu cukup tinggi. Pada Mei 2012, tercatat 1.009 kasus fraud yang
dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,37 miliar. Jenis fraud paling
banyak adalah pencurian identitas dan Card Not Present
Universitas
Sumatera Utara
kredit,” tutur desainer grafis yang
mengaku mengantongi tiga kartu kredit ini (
Contoh di atas merupakan salah satu pengalaman masyarakat
dalam menggunakan kartu kredit mereka. Melihat banyaknya manfaat dan juga
masalah yang ditimbulkan dari penggunaan kartu kredit, penulis merasa perlu
untuk meneliti dan membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul: ”ANALISIS
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KARTU KREDIT DI KOTA MEDAN” .
1.2 Perumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik masyarakat yang memiliki kartu
kredit di Kota Medan?
2. Bagaimana persepsi masyarakat Kota Medan terhadap kartu
kredit dan trend less cash society?
3. Faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi
masyarakat terhadap kepemilikan kartu kredit?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis karakteristik masyarakat yang memiliki kartu
kredit.
2. Menganalisis persepsi masyarakat pengguna kartu kredit
terhadap kartu kredit dan trend less cash society. www.pitoyo.com).
Universitas
Sumatera Utara
3. Menganalisis faktor- faktor yang
mempengaruhi persepsi masyarakat pengguna kartu kredit.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
Ø Otoritas moneter, sebagai bahan
pertimbangan dan masukan dalam menyusun kebijakan di bidang moneter, khususnya
pengaturan tentang kartu kredit. Ø Pihak perbankan maupun instansi
keuangan lainnya, sebagai bahan kajian dan rekomendasi dalam pengembangan
sistem pembayaran di Indonesia. Ø Masyarakat dan akademisi, sebagai
salah satu referensi objek penelitian dan sebagai pengembang ilmu pengetahuan.
Selain itu, dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan akan studi tentang
kartu kredit yang semakin dirasakan kepentingannya dalam era globalisasi. Ø Pembaca,
sebagai bahan referensi penelitian sejenis dan menambah pengetahuan di bidang
ekonomi. Ø Penulis, untuk menambah pengetahuan serta menyelaraskan ilmu
yang di dapat selama perkuliahan dengan kenyataan di lapangan. Universitas
Sumatera Utara
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi