BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara
dengan jumlah penduduk yang paling besar di dunia. Berdasarkan hasil pencacahan
Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363
orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan.
Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar
58 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya
untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah sebagai
berikut: Sulawesi sebesar 7 persen, Kalimantan sebesar 6
persen, Bali dan Nusa
Tenggara sebesar 6 persen, serta Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Jumlah
tersebut membuat Indonesia berada di urutan ke-4 jumlah penduduk terbanyak di
dunia setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data yang
dipublikasikan BPS daerah administrasi Indonesia terdiri dari kurang lebih
78.609 desa dan 98 kota. (Biro Pusat Statistik, 2010 ) Wilayah perdesaan adalah
wilayah yang kegiatan dan perekonomian utamanya adalah pertanian, termasuk
pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi. (UU No. 26 Tahun 200tentang Penataan Ruang). Perdesaan yang
ada di Indonesia tersebar secara merata hampir di seluruh wilayah Indonesia
mulai dari Sabang sampai Merauke.
Keberadaan lingkungan
yang subur telah menjadikan kegiatan pertanian menjadi penyokong
hidup penduduk Indonesia khususnya yang tinggal di wilayah perdesaan. Karena
kegiatannya yang berpusat di kawasan perdesaan serta dapat dikerjakan oleh
setiap lapisan masyarakat, maka sering disimpulkan bahwa yang paling besar
kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah sektor pertanian.
Salah satu subsektor
pertanian yang memiliki basis sumberdaya alam adalah subsektor perkebunan.
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan
paling konsisten, baik ditinjau dari luas areal maupun produksi. Sebagai salah
satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara
tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian
Indonesia. Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan
dalam penyediaan lapangan kerja terutama bagi negara berkembang seperti
Indonesia dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak.
Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja cukup strategis karena penyediaan
lapangan kerja oleh subsektor perkebunan berlokasi di perdesaan sehingga mampu
mengurangi arus urbanisasi. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor
yang mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang
tercermin dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto. Dari segi nilai
absolut berdasarkan harga konstan tahun dasar 2000, PDB perkebunan terus
meningkat dari sekitar Rp 45,5 triliun pada tahun 2009 menjadi sekitar Rp 51,7
triliun pada tahun 2012, atau meningkat dengan laju sekitar 13,6 persen dalam 3
tahun. (Biro Pusat Statistik, 2012) Dalam
perjalanannya menyokong perekonomian Indonesia, subsektor perkebunan juga
mempunyai peran strategis. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis
ekonomi yang dimulai tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menunjukkan peran
strategisnya yang mana saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami kemunduran
bahkan kelumpuhan. Pada tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami krisis dengan
laju pertumbuhan -13 persen. Dalam situasi tersebut, subsektor perkebunan
menunjukkan kontribusinya dengan laju pertumbuhan yang tetap positif yaitu
antara 4-6 persen per tahun. (Tiur, 2010) Salah satu komoditas unggulan dalam
subsektor perkebunan adalah kopi.
Kopi merupakan produk
yang mempunyai peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbanyak di dunia. Menurut data statistik
International Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan negara
penghasil kopi terbanyak ke-3, setelah Brazil dan Vietnam.
Tabel 1.Tabel Produksi
Kopi Negara-Negara Produsen Kopi Dunia Negara Jumlah Produksi
Kopi (000 bags) 1bags=60kg 2009 2010 2011 201Brazil 39.470 48.095 43.484 50.82Vietnam
17.825 19.467 24.058 22.00Indonesia 11.380 9.129 8.620 10.95Kolombia 8.098
8.523 7.653 8.00India 4.794 5.033 5.233 5.28Sumber : ICO (International
Coffee Organization) (diolah).
Sebagian besar produksi
kopi di Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang diekspor ke pasar dunia.
Menurut data statistik International Coffee
Organization (ICO), Indonesia merupakan negara
eksportir ke-4, setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia.
Tabel 1.Tabel Jumlah
Ekspor Kopi Negara-Negara Eksportir Kopi Dunia Negara
Eksportir Jumlah Ekpor Kopi 2011 (bags) Persentase Ekspor (%) Brazil 33.507.086
33,9Vietnam 17.675.000 17,9Colombia 7.733.365 7,8Indonesia 6.158.795 6,2India
5.839.542 5,9Negara-negara eksportir lain 27.763.352 25,1Total Ekspor
98.677.140 10Sumber : ICO (International Coffee Organization) (diolah).
Sebagai salah satu
negara eksportir kopi terbesar, perkebunan kopi Indonesia dapat meningkatkan
devisa ekonomi. Dari segi sosial, perkebunan kopi juga menyediakan lapangan
kerja cukup besar, karena pengusahaannya banyak dilakukan oleh rakyat perdesaan
dengan pendidikan yang menengah ke bawah.
Walaupun Indonesia
merupakan eksportir kopi terbesar ke-4 di dunia, ternyata Indonesia juga
mengimpor kopi.
Tabel 1.Volume Ekspor
dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun 2005-200Tahun Ekspor (ton) Impor (ton) 2005
445.829 3.192006 413.500 6.402007 321.404 49.992008 468.749 7.582009 510.898
14.40Sumber
: Ditjenbun 2012, (diolah).
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa sebenarnya Indonesia belum mampu memenuhi
kebutuhan kopi nasional sehingga mengambil kebijakan impor.
Kebutuhan yang belum
terpenuhi tersebut memang bisa saja dalam bentuk kuantitas ataupun kualitas,
tetapi Indonesia harus dapat melihat celah tersebut dan segera berbenah sebelum
akhirnya Indonesia menjadi negara yang kekurangan kopi dan mengimpor dalam
jumlah yang lebih besar. Berikut ini merupakan tabel sentra produksi kopi
Indonesia serta perkembangan jumlah produksi kopi Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir: Tabel 1.Produsen Kopi Terbesar di Indonesia Menurut Propinsi
Tahun 201No
Propinsi Produksi Kopi (ton) Persentase (%) 1 Lampung 145.025 21,12 Sumatera Selatan
138.385 20,13 Jatim 56.200 8,14 Bengkulu 55.992 8,15 Sumatera Utara
55.345 8,06 Nanggroe Aceh
Darussalam 47.739 6,97 Sulawesi Selatan 36.555 5,38 Sumatera Barat
30.693 4,49 Nusa Tenggara
Timur 20.280 2,910 Banten 20.280 2,9Produksi Indonesia 686.921
10Sumber
: Ditjenbun 2012, (diolah).
Tabel
1.Perkembangan Jumlah Produksi Kopi Indonesia Tahun Jumlah Produksi (ton)
Pertumbuhan (%) 2005 640.365 -0,02006 682.158 0,02007
676.475 -0,02008 698.016 0,02009 682.591 -0,02010 686.921 0,0Sumber
: Ditjenbun 2012, (diolah).
Berdasarkan Tabel 1.5,
perkembangan produksi kopi Indonesia berfluktuasi dari tahun 2005 sampai tahun
2010. Pada tahun 2006 produksi kopi meningkat, namun pada tahun 2007 produksi
kopi menurun. Pada tahun 200produksi kopi naik, namun pada tahun 2009 produksi
kopi kembali turun.
Sebagian besar hal ini
disebabkan oleh karena teknik budidaya kopi masih tradisional dan
berkerakyatan, harga yang berfluktuatif serta biaya produksi yang tinggi.
Peluang untuk
mengembangkan kopi sebagai penggerak perekonomian daerah sebenarnya sangat
besar, khususnya bagi daerah-daerah sentra produksi kopi. Peluang ini semakin
besar dan terbuka lebar terutama setelah dirintisnya konsep kawasan agropolitan
di beberapa wilayah perdesaan di Indonesia.
Agropolitan adalah
upaya menjadikan suatu kawasan perdesaan menjadi kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani,
mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan
pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Dalam upaya mempercepat
pembangunan perdesaan yang berbasis agribisnis serta meningkatkan daya saing
produk-produk unggulan pertanian yang dihasilkan, pemerintah Provinsi Sumatera
Utara dengan dukungan Pemerintah Pusat, khususnya Departemen Pertanian, dan
departemen terkait lainnya sepakat untuk mempromosikan pengembangan kawasan
agropolitan di Sumatera Utara. Untuk tahap pertama, pengembangan kawasan
dimulai di Dataran Tinggi Sumatera Utara dengan nama Program Pengembangan
Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) yang mencakup
Kabupaten Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Pematang Siantar, Tapanuli
Utara, Humbang Hasundutan, Samosir dan Toba Samosir (BPS Sumatera Utara, 2007).
Penetapan kawasan
tersebut didasari dengan nota kesepakatan antara lima bupati yang dikenal
dengan Kesepakatan Berastagi yang ditandatangani tanggal 28 September 2002.
Setelah adanya pemekaran beberapa kabupaten yang mengakibatkan bertambahnya
tiga kabupaten di kawasan ini, maka pada tanggal 11 April 2005 ditandatangani
pernyataan kesepakatan bersama delapan sekda kabupaten yang terdapat di kawasan
ini. Untuk mempercepat implementasi, Gubernur Sumatera Utara membentuk Kelompok
Kerja (POKJA) dan TIM TEKNIS Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran
Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Gubernur
Sumatera Utara No.050/1467.K, Tanggal 3 Desember 2002 dan diperbaharui dengan Peraturan
Gubernur Sumatera Utara No.050/286.K tentang Pembentukan Badan Koordinasi dan
Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran
Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara, tanggal 26 April 2005 (BPS Sumatera Utara
2007).
Kabupaten Dairi
merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara. Kabupaten Dairi juga
termasuk dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan
(KADTBB) Sumatera Utara.
Komoditas perkebunan
terbesar Kabupaten Dairi adalah kopi. Kopi merupakan komoditas unggulan
Kabupaten Dairi yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Kabupaten Dairi
merupakan penghasil kopi terbesar di Sumatera Utara, dimana pada tahun 2010
memberi kontribusi sebesar 12.847 ton terhadap kopi Sumatera Utara. (Data
Statistik Perkebunan Sumatera Utara, 2012) Hingga saat ini pengelolaan kopi di
salah satu sentra produksi kopi Sumatera Utara ini masih tergolong sederhana.
Dari segi produktifitas, Kabupaten Dairi masih belum sanggup menghasilkan kopi
sebanyak 1 ton per hektar, masih kalah dibandingkan dengan Kabupaten Simalungun
yang sudah mampu menghasilkan kopi sebanyak 1.03 ton per hektar. Sebagian besar
output yang dihasilkan dan yang akan di jual ke luar daerah ataupun ke ibukota
propinsi masih berupa biji kopi mentah (bahan mentah) sehingga tidak banyak
nilai tambah yang dihasilkan dan tinggal di Kabupaten Dairi (Capital Drain).
Tabel
1.6.
Data Produksi, Luas
Lahan dan Produktifitas Komoditi Kopi Sumatera Utara Tahun 201Kabupaten Produksi Kopi (ton) Persentase
(%) Luas Lahan (ha) Persentase (%) Produktifitas (ton/ha) Dairi 12.847 23,21 19.000
24,73 0,6Tapanuli
Utara 10.457 18,89 15.359 19,99 0,5Simalungun 9.915 17,91 9.610
12,51 0,7Karo
6.798 12,28 7.926 10,32 0,7Humbang Hasundutan 5.656 10,22 5.540
7,21 1,2Samosir
2.471 4,46 4.092 5,33 0,3Tobasamosir 2.238 4,04 3.788 4,93 0,1Pakpakbharat
1.524 2,75 3.034 3,95 0,7Mandailing Natal 1.474 2,66 2.619 3,41 0,3Tapanuli
Selatan 658 1,19 2.042 2,66 0,1Deliserdang 572 1,03 1.364 1,78 0,1Padang
Lawas Utara 332 0,60 769 1,00 0,0Padang Lawas 166 0,30 679 0,88 0,0Langkat
76 0,14 290 0,38 0,1Tapanuli Tengah 65 0,12 146 0,19 0,4Kota
Gunung Sitoli 23 0,04 127 0,17 0,7Nias Utara 21 0,04 107 0,14 0,6Labuhanbatu
16 0,03 107 0,14 1,0Nias Barat 13 0,02 103 0,13 0,2Asahan
10 0,02 52 0,07 0,4Nias 10 0,02 49 0,06 0,6Nias
Selatan 2 0,00 18 0,02 0,8Labuhan Batu Selatan 1 0,00 6 0,01 0,2Sumatera
Utara 55.345 100 76.827 100 0,7Sumber : Data Statistik
Perkebunan Sumatera Utara 2012, (diolah).
Program pengembangan
Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD), membawa angin segar dan harapan
akan terwujudnya pengembangan potensipotensi komoditas pertanian Kabupaten
Dairi, khususnya potensi kopi yang diharapkan akan mampu mendongkrak
perekonomian dan pembangunan serta mensejahterakan penduduk Kabupaten Dairi.
Penulis tertarik untuk mengetahui 1tentang pengembangan potensi kopi sebagai komoditas
unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi tersebut. Oleh karena itu penulis
membuat sebuah penelitian yang berjudul “Pengembangan Potensi Kopi Sebagai
Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi” .
1.2 Perumusan Masalah Penelitian
muncul karena adanya tantangan untuk kita mengetahui sesuatu secara lebih
mendalam, serta membantu kita untuk menjawab kebingungankebingungan, rasa
keingintahuan akan suatu permasalahan atau fenomena atau peristiwa yang sedang
terjadi di sekitar kita. Berdasarkan uraian dalam latar belakang serta untuk
memudahkan melaksanakan penelitian, maka penulis merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut : 1. Bagaimana program pengembangan Kawasan Agropolitan
Kabupaten Dairi (KAKD)? 2. Bagaimana faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) pengembangan
potensi kopi Kabupaten Dairi? 3. Bagaimana Pengembangan Potensi Kopi sebagai
komoditas unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi? 11.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan
Penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Untuk melihat dan
mengetahui program pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) 2.
Menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal dalam pengembangan
potensi kopi Kabupaten Dairi.
3. Untuk merumuskan
strategi pengembangan potensi kopi, sebagai komoditas unggulan KAKD.
Adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Terhadap penulis, penelitian
ini bermanfaat mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan dalam
melaksanakan suatu penelitian, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi.
2. Secara akademis,
penelitian ini bisa menjadi bahan masukan dan sebagai bahan perbandingan
ataupun referensi dalam penelitian yang identik atau berkaitan dengan
pengembangan potensi komoditas pertanian maupun pengembangan konsep wilayah
agropolitan.
3. Secara praktis,
penelitian ini bisa menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam
pengembangan potensi kopi maupun pengembangan kawasan agropolitan khususnya
Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi