BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu fokus utama
perhatian pemerintah di samping masalah-masalah nasional lainnya. Untuk
pembangunan negara tersebut diperlukan dana investasi yang besar jumlahnya.
Dalam pelaksanaannya, negara diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dengan
sumber-sumber daya yang ada, khususnya kebutuhan dana untuk pembangunan dan
pengembangan perekonomian, di samping memanfaatkan dari sumber lainnya sebagai
pendukungnya. Salah
satu faktor pendorong pembangunan ekonomi di berbagai
negara di dunia termasuk di Indonesia adalah pasar modal. Perkembangan ekonomi
suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar peran pasar modal tersebut dalam
perekonomian. Pasar modal mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi nasional. Semakin tinggi jumlah investasi yang ditanamkan
maka pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin tinggi. Selain itu, (Lash dan
Urry dalam Widoatmojo, 1994) menyebutkan globalisasi terutama pasar uang dan
pasar modal merupakan simbol kemoderenan. Pasar Modal dijadikan tolok ukur
kemoderenan, artinya suatu bangsa atau negara baru berhak menyandang predikat
modren kalau pasar modalnya maju.
Pasar
modal yang saat ini ada di Indonesia sebenarnya jauh sudah ada sebelum Indonesia
merdeka. Perdagangan sekuritas dimulai dengan pendirian bursa di Batavia pada
tanggal 14 Desember 1912. Perkembangan bursa efek ini berjalan pesat, namun
perang dunia yang terjadi sekitar tahun 1939 menyebabkan
perkembangan pasar modal terhenti dan
ditutup. Pada masa pemerintahan orde baru, pengaktifan kembali pasar modal
Indonesia dimulai dengan pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) dan
pembukaan pasar modal pada 10 Agustus 1997. Kemudian Pemerintah mengeluarkan
berbagai kebijakan yang mendukung perusahaan-perusahaan yang ingin go-public
dan kepada investor asing yang ingin berinvestasi di dalam negeri sehingga
akan meningkatkan perkembangan pasar modal Indonesia. Kebijakan itu tertuang di
Paket Kebijaksanaan Desember (PAKDES 1987), Paket Kebijaksanaan Desember 1988
(PAKDES 88), dan Paket September 1997. Pasar modal juga merupakan salah satu
alternatif perusahaan yang mengalami kondisi dimana perusahaan tersebut tidak
cukup membiayai pengeluaran perusahaannya. Pasar modal memiliki peran besar
bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi
sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan
memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas yang
mempertemukan pihak yang kelebihan dana (investor) dan pihak yang
memerlukan dana (issuer).
Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana
dapat menginvestasikan dananya tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return)
pada waktu mendatang, sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan)
dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus
menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan
memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan
kesempatan
memperoleh imbalan (return)
bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik yang dipilih. Kegiatan investasi
di pasar modal memberikan harapan bagi setiap investor untuk memperoleh
keuntungan di masa yang akan datang baik berupa dividen maupun capital
gain. Dalam konteks investasi, harapan keuntungan tersebut sering disebut
juga sebagai return. Disamping itu, dalam investasi juga dikenal adanya konsep
resiko. Resiko investasi bisa diartikan sebagai kemungkinan terjadinya
perbedaan harapan keuntungan (return) yang diinginkan investor dengan
keuntungan yang diperoleh, sehingga dalam investasi, disamping menghitung
return yang diharapkan investor juga harus memperhatikan kemungkinan resiko
yang harus ditanggungnya. Seperti istilah pada umumnya ‘high return high
risk’ artinya semakin besar keinginan seorang investor untuk mendapatkan
keuntungan maka semakin besar resiko yang akan dihadapinya. Secara umum
investor pasti ingin memilih investasi yang memiliki resiko yang minimal dan
tingkat retun yang maksimal sehingga untuk menurunkan resiko
portfolionya investor perlu melakukan diversifikasi, yang berarti ‘jangan
menginvestasikan semua dana yang dimiliki hanya pada satu asset saja, karena
jika asset tersebut gagal, maka semua dana yang kita investasikan akan lenyap’
(Henry Markowitz dalam Eduardus Tandelin, 2001), selain itu dapat juga
dilakukan analisis terhadap fundamental ekonomi yang tercermin dari kondisi
stabilitas makroekonomi negara merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan
dan dipertimbangkan oleh investor dalam pasar modal sehingga melalui cara-cara
tersebut resiko dapat diminimalisir.
Berdasarkan hal diatas, menjadi hal
yang penting melakukan analisis risk dan return terhadap suatu
portfolio. Saat ini sudah dikenal beberapa model untuk memprediksi risk and
return suatu saham. Beberapa diantaranya adalah dengan menggunakan model
Capital Aset Pricing Model (CAMP) dan Arbitrage Pricing Theory (APT).
Model APT dibuat sebagai respon kelemahan model CAMP, dimana Model CAMP
memprediksi bahwa hanya ada satu jenis resiko sistematik yang mempengaruhi return
saham yaitu resiko pasar. Sedangkan Model APT didasari pandangan bahwa return
yang diharapkan untuk suatu saham (sekuritas) akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor resiko. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kondisi makro
ekonomi negara tersebut. Faktor-faktor resiko tersebut akan menunjukkan kondisi
ekonomi secara umum. Di Indonesia dapat kita lihat betapa kuatnya hubungan
antara pasar modal dengan kondisi ekonomi, seperti pada saat terjadi krisis
Global 2008 banyak sektor industri yang terpukul yang berakibat pada turunnya
kinerja pasar modal. Beberapa penelitian pernah menggunakan tiga sampai lima
faktor yang mempengaruhi return sekuritas. (Chen, Rell dan Ross dalam
Tandelin, 2001) mengidentifikasi 4 faktor yang mempengaruhi return sekuritas,
seperti inflasi, tingkat suku bunga, produksi industri premi, risk default dll.
Sehingga model APT ini mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan
mempunyai sensitivitas terhadap faktor-faktor resiko sistematis yang berbeda
pula, sehingga melalui model APT ini menghasilkan indikasi yang baik tentang
resiko. APT mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh berbagai
faktor dalam perekonomian, yakni kondisi variabel makroekonomi.
Pada umumnya, semua perusahaan
memiliki pengaruh terhadap kondisi makroekonomi di negara perusahan tersebut
berdiri. Respon setiap perusahaan itu terhadap perubahan kondisi makroekonomi
seperti tingkat inflasi, kurs, dan variabel makroekonomi lainnya berbeda-beda,
itu tergantung kepada karakteristik industrinya. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model pendugaaan APT
yang menggunakan faktor-faktor makroekonomi untuk melihat pengaruh kondisi
makroekonomi yang ada terhadap risk dan return saham. Adapun
saham yang diteliti adalah saham dari sektor pertambangan yang pada akhirnya
akan menganalisis dan membandingkan hasil pengujian tersebut. Penulis memilih
saham sektor pertambangan karena Indonesia sebagai salah satu negara dengan
kekayaan alam yang cukup besar memiliki potensi industri pertambangan yang
cukup besar pula, antara lain pada emas, minyak bumi, batu bara dan gas bumi.
Kekayaan alam yang cukup melimpah ini telah dan akan menarik investor-investor
asing untuk menanamkan investasinya, baik dalam bentuk investasi langsung
maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan menyebabkan naiknya harga dari
saham pertambangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul : “Analisis Model APT Pada Saham
Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia’’.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi