BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kondisi
perekonomian Indonesia sebelum krisis ekonomi tahun 1997 dapat dikatakan
mengalami proses pembangunan ekonomi yang luar biasa, setidaknya secara
aggregate. Pada tahun 1990-an, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah
antara 7,3% sampai dengan 8,2%. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentu dapat
membawa dampak baik bagi perekonomian Indonesia. Hal ini bahkan menjadikan
Indonesia merupakan salah satu negara anggota ASEAN yang termasuk negara dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Rata-rata
pendapatan per kapita di Indonesia meningkat tajam setiap tahunnya sampai
krisis ekonomi terjadi. Krisis ini menyebabkan pendapatan per kapita Indonesia
turun drastis. Laju pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) atau PDB
(Produk Domestik Bruto) Indonesia jatuh hingga -13,1% pada saat krisis ekonomi
mencapai klimaksnya tahun 1998. Pertumbuhan GDP sempat mengalami peningkatan
walaupun masih sangat kecil pada tahun 1999 sampai 2000, namun peningkatan ini
tidak berlangsung lama. Karena kondisi politik yang kembali memburuk membawa
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot kembali hingga 3.8%.
Dalam anggaran
dasar negara, komponen utama yang paling besar penurunannya adalah investasi
yang turun sekitar 33%, kemudian pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar
6,4%, dan pengeluaran pemerintah sebesar
15,3%. Besarnya
penurunan investasi dapat dilihat dari turunnya PDB. Kerugian tidak saja
dialami oleh negara, namun perusahaan swasta sudah tentu juga mengalami
kerugian besar. Penyebab utama kerugian yang dialami ini adalah karena
terjadinya depresiasi rupiah yang besar, sementara utang luar negerinya dalam
mata uang dollar AS. Penyebab lainnya seperti jatuhnya harga saham, pelarian
modal atau arus modal keluar lebih banyak daripada arus masuk. Hal ini juga
menyebabkan kinerja pasar modal menurun. Namun, seiring dengan membaiknya
perekonomian, pergerakan pasar modal juga semakin meningkat.
Kondisi
perekonomian Indonesia, tidak dapat dipungkuri bahwa baik secara langsung
maupun tidak langsung, dipengaruhi oleh pergerakan dunia perbankan. Pasar modal
sebagai wadah sumber pembiayaan perusahaan dan alternatif investasi bagi para
pemodal/investor merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional. Pasar
modal memberikan peluang kepada masyarakat untuk melakukan investasi baik
investasi yang berjangka pendek, menengah, maupun investasi berjangka panjang,
sedangkan bagi pihak Emiten semakin mudah untuk memperoleh dana dari masyarakat
pemodal (investor) dengan cara menerbitkan surat berharga baik yang bersifat
ekuitas maupun yang bersifat utang (Widjaja, 2006 : 2).
Salah satu
produk yang berkembang di pasar modal yang diperjualbelikan di bursa efek
adalah obligasi. Obligasi merupakan surat/bukti utang suatu perusahaan yang
bersangkutan atau pihak yang menerbitkan. Obligasi merupakan salah satu jenis
sekuritas investasi jangka panjang. Dari data di pasar modal, tergambar bahwa
jumlah obligasi dan emiten yang tercatat di bursa efek
mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada akhir tahun 1989 tercatat 19 emiten
obligasi dengan jumlah obligasi sebanyak 356.789 buah, yang senilai dengan Rp
1.408 milyar. Dari awal tahun 1990 sampai dengan 1991 terdapat emiten sebanyak
22 dengan jumlah obligasi 369.409 buah dengan total nilai Rp 1.887 milyar.
Akhir bulan Mei 1995 terdapat sebanyak 46 emiten dengan nilai nominal sejumlah
Rp 7.291 milyar. Peningkatan terus berlanjut sampai dengan sekarang ini. Dari
perkembangan penerbitan obligasi tersebut dapat dikatakan bahwa banyak
perusahaan/emiten yang tertarik menjadikan obligasi sebagai salah satu
instrumen pendanaan (funding instrument) guna mendapatkan dana untuk
pemenuhan kebutuhan perusahaan.
Permintaan
terhadap obligasi swasta di Indonesia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan obligasi
diterbitkan oleh pihak perusahaan penerbit / emiten adalah untuk memperoleh
dana secara instan yang digunakan untuk memenuhi pembiayaan jangka pendek
perusahaan. Sedangkan investor yang membeli obligasi memperoleh keuntungan
dalam bentuk bunga (interest). Bunga yang diperoleh dari investasi
obligasi dapat berupa bunga tetap (Fixed-rate Bond) maupun bunga tidak
tetap/mengambang (Floating-rate Bond). Bunga tetap adalah bunga yang
tidak berubah-ubah sampai pinjaman pokoknya jatuh tempo, misalnya suatu
obligasi diterbitkan untuk jangka waktu 5 tahun dengan tingkat bunga sebesar
16% per tahun, maka setiap tahunnya mulai dari tahun diterbitkannya sampai
tahun kelima bunganya adalah tetap, yaitu sebesar 16%. Sedangkan bunga tidak
tetap adalah bunga obligasi yang dapat berubah-ubah yang dapat dihitung
dengan berbagai
cara, salah satunya adalah dikaitkan dengan tingkat suku bunga deposito yang
berlaku. Bunga obligasi akan berubah seiring dengan perubahan tingkat suku
bunga deposito. Hal ini tentu juga akan mempengaruhi jumlah permintaan obligasi
oleh para investor.
Selain itu, GDP
(Gross Domestic Product) atau PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia juga
mempengaruhi perkembangan investasi, khususnya investasi pada pasar modal. Jika
GDP meningkat, hal ini akan menyebabkan jumlah uang beredar tinggi, sehingga
masyarakat akan berinisiatif untuk menginvestasikan uangnya dengan membeli
produk-produk pasar modal sebagai investasi jangka pendek, menengah maupun
jangka panjang.
Faktor lain yang
juga dapat mempengaruhi permintaan obligasi swasta di Indonesia adalah nilai
kurs. Nilai kurs adalah nilai tukar mata uang rupiah dengan mata uang negara
lain. Umumnya nilai kurs yang dilihat adalah perbandingan nilai mata uang
rupiah dengan nilai mata uang dollar Amerika Serikat. Naik turunnya nilai kurs
sangat mempengaruhi tingkat investasi di pasar modal.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas maka penulis melakukan suatu penelitian melalui
penulisan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh GDP, Nilai Kurs, dan Suku
Bunga Deposito Terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia.”
1.2 Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan pokok yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah
pengaruh GDP (Gross Domestic Product) terhadap permintaan obligasi
swasta di Indonesia?
2. Bagaimanakah
pengaruh nilai kurs terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia?
3. Bagaimanakah
pengaruh suku bunga deposito terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia?
1.3 Hipotesis
Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya masih
harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka
hipotesis penulis adalah :
1. GDP (Gross
Domestic Product) berpengaruh positif terhadap permintaan obligasi swasta
di Indonesia, ceteris paribus.
2. Nilai kurs
berpengaruh positif terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia, ceteris
paribus.
3. Suku bunga
deposito berpengaruh negatif terhadap permintaan obligasi swasta di Indonesia, ceteris
paribus.
1.4 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
menganalisis pengaruh GDP (Gross Domestic Product) terhadap permintaan
obligasi swasta di Indonesia.
2. Untuk
menganalisis pengaruh nilai kurs terhadap permintaan obligasi swasta di
Indonesia.
3. Untuk
menganalisis pengaruh suku bunga deposito terhadap permintaan obligasi swasta
di Indonesia.
1.5 Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian ini adalah :
1. Agar dapat
dipergunakan sebagai bahan informasi bagi masyarakat luas khususnya yang berkepentingan
dalam investasi obligasi di pasar modal di Indonesia.
2. Agar dapat
dipergunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti lainnya khususnya mahasiswa dengan topik yang
sama.
3. Agar dapat
dipergunakan sebagai tambahan wawasan ilmiah bagi penulis.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi