BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat
suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan
tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang ingin
dicapai oleh semua negara, termasuk Indonesia. Dalam rangka pencapaian kondisi
ideal perekonomian seperti yang disebutkan di atas, pemerintah Indonesia
senantiasa berupaya menjalankan berbagai program dan kebijakan, baik di sektor
fiskal maupun sektor moneter.
Adapun beberapa
upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk mencapai kondisi perekonomian yang
ideal tersebut adalah melalui kebijakan di sektor fiskal yaitu kebijakan
anggaran pemerintah dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Salah
satu instrumen kebijakan fiskal adalah pajak dan subisidi. Sedangkan kebijakan
sektor moneter merupakan upaya untuk mengendalikan jumlah uang beredar dalam
masyarakat. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui kebijakan uang ketat (untuk
mengurangi uang beredar) disebut sebagai kebijakan moneter kontraktif dan
kebijakan moneter ekspansif untuk menambah jumlah uang beredar (Rahardja dan
Manurung. 2004).
Namun pada
kenyataannya, kondisi perekonomian ideal tersebut belum dapat dicapai oleh
Indonesia. Hal ini terbukti dari kondisi di Indonesia sendiri, melalui
indikator ekonomi makro dimana dapat digambarkan bahwa tingkat
inflasi sulit
untuk dikendalikan, angka pengangguran yang terus meningkat dari tahun ke
tahun, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak selalu sesuai dengan target yang
ditetapkan. Hal tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa kondisi ekonomi makro
Indonesia terus mengalami perkembangan yang pasang surut.
Dari beberapa
indikator ekonomi makro yang disebutkan di atas, variabel yang terus-menerus
dipantau adalah inflasi dan pengangguran. Kedua variabel ini sangat berdampak
buruk terhadap pembangunan ekonomi terutama terhadap kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu masalah inflasi dan pengangguran ini selalu menjadi dua hal yang
menarik untuk dibahas dan dicari pemecahan masalahnya.
Inflasi
merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara di dunia,
termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan meningkatnya
tingkat pengangguran, sedangkan tingkat pengangguran adalah salah satu simbol
dari rendahnya produksi nasional yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
(Maknun, 1995).
Inflasi secara
ringkas dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang-barang. Dengan kenaikan
harga tersebut, perekonomian akan mengalami ketidakstabilan dan akan
mempengaruhi perilaku baik itu masyarakat ataupun pemerintah. Dengan naiknya
harga-harga, maka minat masyarakat untuk menabung cenderung turun. Kemudian,
untuk menarik uang pemerintah menaikkan tingkat suku bunga yang mengakibatkan
turunnya minat untuk investasi, yang berarti adanya kecenderungan penurunan
akumulasi modal sehingga pertumbuhan dan kestabilan perekonomian akan
terganggu.
Selain itu,
inflasi juga dapat menimbulkan ketidakstabilan produktivitas sektor riil,
turunnya daya saing komoditi ekspor di pasar internasional,
ketidakstabilan
distribusi pendapatan masyarakat, dan masih banyak lagi variabel ekonomi lain
yang terpengaruh dengan adanya inflasi ini. Oleh karena itu, melalui UU No. 23
Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan UU No. 3 Tahun 2004, Pemerintah
bersama Bank Indonesia akan berupaya mengendalikan dan mencapai target inflasi
yang telah ditetapkan, sehingga kestabilan dan pertumbuhan ekonomi dapat
tercapai dan berkelanjutan (Setyawan,2005).
Namun demikian,
meskipun menjadi salah satu masalah besar dalam perekonomian, sebagian ahli
sepakat bahwa inflasi juga mampu memberi dampak yang positif bagi perekonomian
dalam kisaran tertentu. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi
yang terjadi berkisar antara 2 persen sampai 4 persen per tahun (Amir, 2008).
Dengan kata lain, tingkat inflasi yang kurang atau lebih dari angka tersebut,
akan memiliki kecenderungan memberi dampak negatif bagi perekonomian.
Perkembangan
inflasi di Indonesia menunjukkan fluktuasi yang bervariasi dari waktu ke waktu.
Pembicaraan mengenai inflasi di Indonesia mulai populer ketika laju inflasi
demikian tinggi hingga mencapai 650 persen pada dasawarsa 1960-an. Berdasarkan
pengalaman pahit tersebut, pemerintah berusaha untuk mengendalikan laju
inflasi. Pada tahun 1972 sampai dengan 1980-an rata-rata laju inflasi di
Indonesia masih berada pada level dua digit, tetapi pada tahun 1984 sampai
tahun 1996 laju inflasi dapat dikendalikan pada level satu digit. Krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 membuat laju inflasi di
Indonesia naik menjadi dua digit yaitu sebesar 11,05 persen dan mencapai
puncaknya pada tahun 1998 sebesar 77,63 persen (Badan Pusat Statistik).
Kondisi
perekonomian Indonesia pasca krisis moneter mulai mengalami perbaikan. Hal ini
dilihat dari menurunnya laju inflasi sebesar 75,62 persen menjadi 2,01 persen
pada tahun 1999. Laju inflasi pada tahun 2001 sampai 2002 kembali naik pada
level 2 digit yaitu sebesar 12,55 persen dan 10,05 persen. Penyebab tingginya
laju inflasi tersebut, selain kondisi keamanan dalam negeri yang kurang
kondusif juga dipicu oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, tarif
listrik, dan telepon (Badan Pusat Statistik).
Selain berbicara
masalah inflasi yang merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang sangat
mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, masalah utama dan mendasar
dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat
pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga
kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang
dapat disediakan setiap tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar
dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang
tinggi.
Pengangguran
merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi
setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi
masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of
unemployment). Berbicara masalah pengangguran, berarti berbicara masalah
sosial dan ekonomi, karena pengangguran selain menyebabkan masalah sosial juga
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara khususnya negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia ini. Dengan tingkat pengangguran yang
semakin bertambah, kualitas pertumbuhan
perlu
ditingkatkan agar kegiatan perekonomian terdorong untuk menciptakan lapangan
kerja baru yang lebih besar sehingga mampu mengurangi kemiskinan.
Sebelum krisis
ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di Indonesia pada umumnya di bawah 5
persen dan pada tahun 1997 sebesar 5,7 persen. Tingkat pengangguran sebesar 5,7
persen masih merupakan pengangguran alamiah. Tingkat pengangguran alamiah
adalah suatu tingkat pengangguran yang alamiah dan tak mungkin dihilangkan.
Tingkat pengangguran alamiah ini sekitar 5-6 persen atau kurang. Artinya jika
tingkat pengangguran paling tinggi 5 persen itu berarti bahwa perekonomian
dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh (full employment).
Jumlah angkatan
kerja di Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 111,95 juta orang, bertambah 470
ribu orang dibanding jumlah angkatan kerja Februari 2008 sebesar 111,48 juta
orang atau bertambah 2,01 juta orang dibanding Agustus 2007 sebesar 109,94 juta
orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Agustus 2008 mencapai
102,55 juta orang, bertambah 503 ribu orang dibanding keadaan pada Februari
2008 sebesar 102,05 juta orang, atau bertambah 2,62 juta orang dibanding
keadaan Agustus 2007 sebesar 99,93 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 8,39 persen, mengalami penurunan dibanding
pengangguran Februari 2008 sebesar 8,46 persen, dan pengangguran Agustus 2007
sebesar 9,11 persen (Badan Pusat Statistik).
Pengangguran
biasanya dikaitkan dengan masalah tingkat inflasi yang tinggi. Perusahaan
terpaksa menghentikan pegawainya dalam rangka menekan biaya produksi, karena
harga barang meningkat mungkin akibat inflasi. Kelesuan
usaha lebih
banyak disebabkan oleh kondisi ekonomi dunia yang memburuk dan ketidakmampuan
bersaing di pasar internasional, sedangkan daya beli masyarakat di dalam negeri
sangat terbatas.
Inflasi dan
pengangguran secara teoritis terkait. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh
ekonom Inggris bernama A.W. Phillips pada tahun 1958 yang mengemukakan adanya
hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran di Inggris. Dalam
penjelasannya, Phillips menggambarkan hubungan tersebut dalam sebuah kurva yang
kemudian dikenal dengan Kurva Phillips. Secara garis besar, hubungan yang
terjadi dalam kurva Phillips adalah apabila terjadi suatu tingkat inflasi yang
rendah, maka akan diiringi oleh tingginya tingkat pengangguran.
Namun, seiring
dengan perkembangan zaman, banyak perubahan yang mengiringi variabel-variabel
ekonomi secara global maupun regional. Dampaknya juga terimbas pada penerapan
kurva Phillips. Banyak ekonom yang tidak setuju dengan konsep dasar dari kurva
Phillips ini, yaitu adanya hubungan negatif antara inflasi dengan pengangguran.
Kritik ini
dimulai dengan tanggapan Milton Friedman pada tahun 1976 mengatakan bahwa teori
dasar dari kurva Phillips ini hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi tidak
dalam jangka panjang, karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku sticky
price, sedangkan pada jangka panjang berlaku harga fleksibel. Dengan kata
lain, tingkat pengangguran bagaimanapun juga akan kembali pada tingkat
alamiahnya. Dan hubungan yang terjadi antara inflasi dan pengangguran ini
menjadi positif.
Bertolak dari
permasalahan di atas dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang lebih baik,
maka penulis ingin melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Analisis
Hubungan Timbal Balik Antara Tingkat Inflasi dengan Tingkat Pengangguran di
Indonesia”.
1.2 Perumusan
Masalah
Masalah utama
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah melihat dan menganalisis
keberadaan hubungan antara tingkat inflasi dan pengangguran dengan mengambil
studi kasus di Indonesia. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah
inflasi mempengaruhi tingkat pengangguran di Indonesia ataukah sebaliknya yaitu
tingkat pengangguran mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia atau apakah
keduanya saling mempengaruhi ataukah keduanya tidak saling mempengaruhi?
2. Apakah
tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia memiliki pengaruh dalam
jangka panjang?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui hubungan timbal balik antara tingkat inflasi dan tingkat
pengangguran di Indonesia
2. Untuk
mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara tingkat inflasi dengan
tingkat pengangguran di Indonesia.
1.4 Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai suatu
kesempatan bagi penulis menambah wawasan ilmiah yang berkaitan dengan program
studi yang sedang penulis tekuni khususnya mengenai hubungan tingkat inflasi
dan pengangguran di Indonesia.
2. Sebagai bahan studi
atau tambahan literatur dan informasi bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi
khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan dan juga masyarakat yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi