BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerimaan
daerah perlu terus diupayakan, dengan menggali sumber-sumber dana yang ada
sehingga dapat menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat yang semakin meningkat. Pembangunan nasional merupakan suatu langkah
atau tindakan untuk memperbaharui kehidupan nasional. Oleh karena itu terlebih
dahulu harus diketahui secara jelas mengenai keadaan yang hendak diperbaharui
dan arah serta cita-cita yang ingin dicapai. Bagi bangsa Indonesia sudah jelas
bahwa landasan arah serta cita-cita Pembangunan bangsa terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya
perbaikan sangat diperlukan terutama di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Berbagai kebijakan tentang keuangan daerah diarahkan agar daerah memiliki
kemampuan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membiayai penyelenggaraan
urusannya sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah dengan diberikannya
kewenangan oleh pemerintah pusat berupa kewenangan yang kuat, nyata, dan
bertanggung jawab secara proporsional. Untuk mempercepat tercapainya
kemandirian khususnya dalam bidang
1
pemenuhan urusan rumah tangga sendiri
Kabupaten/Kota perlu terus meningkatkan kemampuannya dalam pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan di daerah meliputi mobilisasi pendapatan,
penetapan alokasi belanja daerah, dan mobilisasi pembiayaan. Untuk memenuhi
kondisi yang baik bagi pengelolaan keuangan daerah maka daerah perlu memahami
dan menggali potensi/keunggulan daerah serta mengidentifikasi pokok-pokok
permasalahan yang ada. Daerah juga perlu menentukan arah pembangunannya dalam
Jangka Menengah hingga Jangka Panjang yang masing-masing dituangkan ke dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
daerah. Prioritas-prioritas pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang daerah inilah yang akan menentukan pola
alokasi belanja di daerah di samping juga sumber-sumber pembiayaannya yang
ideal. Arah kebijakan keuangan daerah yang meliputi arah kebijakan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang daerah ini dimaksudkan untuk memberikan
arahan-arahan sekaligus rambu-rambu bagi pelaksanaan keuangan daerah. Melalui
arah kebijakan ini diharapkan pertama, keuangan daerah dapat menopang,
bukan menghambat, proses pembangunan daerah yang berkelanjutan sesuai dengan
visi nasional dan visi daerah. Kedua, diharapkan bahwa keuangan daerah
dapat menyediakan pelayanan dasar secara memadai bagi kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, diharapkan keuangan daerah dapat meminimalkan resiko fiskal
sehingga kesinambungan anggaran daerah dapat terjamin.
Sejalan dengan desentralisasi fiskal,
Pemerintah daerah berusaha meningkatkan penerimaan daerah. Namun beberapa
Peraturan daerah yang diterbitkan isinya tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku seperti bertentangan dengan kepentingan umum dan melanggar aturan yang
lebih tinggi. Terjadinya hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya basis
pajak (tax basis) yang diserahkan kepada daerah. Karenanya penambahan tax
basis mutlak diperlukan. Berdasarkan kajian, dengan menggunakan analisa
kuantitatif dan kualitatif, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang
paling layak untuk didaerahkan pada saat ini. Salah satu yang menjadi tujuan
PBB adalah menambah pendapatan daerah. Menurut data Badan Pusat Statistik,
Pajak Bumi dan Bangunan memberi kontribusi terhadap Pendapatan daerah Kabupaten
Tapanuli Utara mulai tahun 1977 sampai 2006 yaitu sebesar 125,8 milyar rupiah,
artinya Pajak Bumi dan Bangunan telah memberikan kontribusi sebesar 6,10%
terhadap Pendapatan daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Dalam Kajian Ekonomi dan
Keuangan Volume 9 Nomor 2 Suparman Zen Kemu (2005:75) mengemukakan bahwa.
secara teoritis dan praktis PBB layak dijadikan sebagai pajak daerah, baik
teori public finance maupun best practice di berbagai negara
mendukung kebijakan PBB menjadi pajak daerah. Namun dalam kasus Indonesia,
terlihat keengganan Pemerintah pusat untuk mendaerahkan PBB. Alasan Pemerintah
pusat adalah “Pemerintah daerah belum mampu mengelola PBB sebagai pajak daerah
karena kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan administrasi
(administration capability) masih rendah”.
Sejalan dengan teori desentralisasi
fiskal penyerahan kewenangan kepada Pemerintah daerah akan diikuti dengan
penyerahan personil, pembiayaan, dan dokumen. Jadi, kurang relevan kalau
rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan administrasi
(administration capability) di beberapa daerah dijadikan alasan untuk tidak
mendaerahkan PBB. Pendaerahan PBB akan menambah kapasitas fiskal daerah dan
akan berdampak terhadap peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah,
sekaligus mengurangi penerbitan pungutan daerah yang mengganggu kepentingan
umum dan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Penambahan kapasitas
fiskal berupa pendaerahan PBB akan membuat Pemerintah daerah menjadi lebih
dewasa dan mandiri serta dapat mengurangi ketergantungan kepada Pemerintah
pusat. Berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 33 tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas :
1. Pendapatan asli daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain pendapatan
Mengacu
kepada proyeksi indikator makroekonomi dan dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi, maka strategi-strategi kebijakan fiskal dalam lima tahun ke depan akan
tetap diarahkan kepada hal-hal berikut:
1.
Mengoptimalkan peningkatan penerimaan daerah yang berasal dari sumbersumber PAD
dan Dana Perimbangan;
2.
Meningkatkan efisiensi pengelolaan APBD dari sisi penerimaan;
3.
Meningkatkan sumber penerimaan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi
PAD dan Bagi Hasil Pajak yang lebih rasional dan proporsional;
4.
Meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta, baik dalam pembiayaan
maupun pelaksanaan pembangunan;
5.
Merintis penerbitan Obligasi Daerah untuk pendanaan skala besar.
Adapun bagi hasil perpajakan yang berasal dari Pajak Bumi dan
Bangunan besar kemungkinan akan ditransformasikan menjadi pajak daerah, meski
untuk itu masih harus menantikan proses politik yang berlangsung. Kondisi
tersebut diharapkan akan dapat memperkuat posisi PAD. Belanja daerah disusun
berdasarkan pendekatan kinerja dari unit-unit kerja dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya (performance-based budgeting). Berdasarkan PP Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota belanja
daerah dikelompokkan ke dalam bidang urusan wajib dan urusan pilihan. Di dalam
masing-masing bidang, dan di dalam setiap bidang terdapat sub bidang dan
sub-sub bidang.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang
berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan
sumber-sumber diluar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah
dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk
pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan
peningkatan pendapatan
asli daerah diharapkan pemerintah
daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan
daerah. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian guna menyelesaikan skripsi dengan judul : “Analisis
Peranan Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Tapanuli
Utara”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka
penulis terlebih dahulu merumuskan permasalahan sebagai dasar kajian yang
dikakukan. Adapun perumusan masalah yang dibuat adalah bagaimana pengaruh Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) Terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara? 1.3
Hipotesa Secara etimologi, istilah hipotesa terdiri dari 2 (dua) suku kata
yaitu, “hypo” yang berarti sesuatu yang masih kurang dan “thesa” berarti sebuah
kesimpulan dan pendapat. Berdasarkan kedua kata tersebut (hypo dan thesa) maka
dapat disimpulkan bahwa hipotesa adalah sebuah kesimpulan sementara dari suatu
penelitian yang perlu dibuktikan kebenarannya dengan cara melakukan penelitian
lapangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah kesimpulan
sementara dari suatu penelitian yang dibuktikan benar atau salah dengan jalan
pengumpulan data di lapangan.
Adapun hipotesis tersebut bahwa Pajak
Bumi dan Bangunan mempunyai pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Daerah
Kabupaten Tapanuli Utara. 1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar Peranan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara
2. Untuk mengetahui perkembangan Pendapatan Daerah di
Kabupaten Tapanuli Utara dengan adanya Pajak Bumi dan Bangunan.
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini
adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai Peranan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) serta peranannya terhadap Pendapatan Daerah.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi
penulis lainnya untuk menganalisa masalah-masalah yang berkenaan dengan Pajak
bumi dan bangunan (PBB) dan Pendapatan Daerah.
3. Sebagai penambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin
ilmu yan penulis tekuni.
4. Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi strata satu
pada Fakultas Ekonomi .
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi