Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses sosialisasi otonomi daerah masih terus berlangsung, salah salah satu instrumen penting dalam proses ini adalah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebutuhan akan keberhasilan ini nampaknya bukan hanya memerlukan kerja keras tetapi juga kesiapan daerah-daerah.

Tuntutan akan otonomi yang lebih luas yang tertuang dalam kedua Undang-undang tersebut muncul karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan yang bersifat sentralis tidak dapat diandalkan lagi dalam usaha mencapai sasaran pembangunan yang sesuai dengan kehendak rakyat. Dalam pelaksanaannya kelihatannya sederhana, namun mengandung pengertian yang cukup rumit, karena didalamnya juga terkandung pendewasaan politik daerah, pemberdayaan masyarakat dan sekaligus bermakna mensejahterakan rakyat. Sebab bagaimanapun juga tuntutan pemerataan, tuntutan keadilan yang sering dilancarkan baik menyangkut ekonomi maupun politik akan menjadi relatif dan dilematis apabila tergantung pada tinjauan perspektif yang berbeda antara pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Misalnya, pemerataan pembangunan ekonomi ditinjau dari perspektif pusat sudah dipandang cukup merata, tetapi perspektif daerah meninjau lain menganggap bahwa hasil dari
sumber-sumber kekayaan daerah ditarik ke pusat jauh tidak seimbang dengan hasil yang diberikan ke daerah.
Dengan ditetapkannya “dana perimbangan” dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjiwai dan merupakan pendukung penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat membawa dampak positf terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, terutama dalam hal-hal sebagai berikut: (a) daerah lebih mampu memacu pembangunan daerah, (b) dapat meningkatkan pertumbuhan antar daerah yang seimbang, (c) pembagian dana yang rasional dan adil kepada daerah penghasil sumber utama penerimaan Negara, (d) meningkatkan pemerataan pembangunan, (e) mengurangi kesenjangan sosial antar daerah, (f) memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah yang bersangkutan, (g) meredam ketidakpuasan daerah,(h) respek daerah terhadap pusat, sehingga hubungan yang harmonis dan serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah lebih meningkat, dan (i) memperkuat integrasi nasional. (E. Koswara, 1999).
Untuk mendukung tanggung jawab yang dilimpahkan, pemerintah daerah memerlukan sumber fiskal. UU No.32 / 2004 menyatakan bahwa tujuan tersebut pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak, dan pemerintah pusat harus mentransfer sebagian pendapatan pajaknya dengan pemerintah daerah.

Menurut Kaho, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: faktor manusia, keuangan, peralatan, dan organisasi serta manajemen. Dari keempat faktor tersebut, lingkup penelitian ini akan membahas faktor kedua yaitu faktor keuangan dengan melihat kemampuan suatu daerah untuk mengatur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya, karena salah satu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerahnya.
Keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan suatu daerah dalam membiayai rumah tangga sendiri, dalam arti sampai sejauhmana daerah mampu menggali sumber-sumber keuangan untuk membiayai keperluan-keperluan sendiri tanpa semata-mata menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi pemerintah pusat. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan Negara.
Dengan perubahan yang mendasar tersebut, maka dampak yang akan dirasakan oleh pemerintah daerah bukan hanya menyangkut perubahan sistem dan struktur pemerintahan daerah, melainkan dan terutama menyangkut kemampuan dan ketersediaan sumber daya manusia aparatur baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang akan berperan dan berfungsi sebagai motor penggerak jalannya pemerintahan daerah yang kuat, efektif, efisien dan memiliki akuntabilitas.
Sumber daya manusia aparatur yang diperlukan bukan hanya memiliki keterampilan dan kemampuan professional dibidangnya, tetapi juga memiliki etika dan moral yang tinggi serta memiliki dedikasi serta pengabdian kepada masyarakat.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mempunyai dua pengaruh nyata yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia dimasing-masing daerah. Partisipasi, pakarsa dan kreatifitas masyarakat ini dapat berwujud dukungan masyarakat terhadap rencana proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan oleh perencana. Atau berwujud keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, dan melestarikan hasil-hasil pembangunan. Kedua, memperbaiki alokasi faktor-faktor produksi dengan mendesentralisasikan pengambilan keputusan ke daerah. Perbaikan pada alokasi faktor-faktor produksi itu muncul karena adanya efisiensi teknis dalam pengambilan keputusan karena tidak perlu meminta persetujuan dari pemerintah pusat, dan efisiensi ekonomis yang berupa terciptanya alokasi faktor-faktor produksi yang sesuai preperensi masyarakat dengan daerah pengambilan keputusan. (Jaya, 1977/1998).
Beberapa permasalahan keuangan daerah yang dihadapi pemerintah daerah di Indonesia selama ini yaitu : (1) ketergantungan pemerintah daerah kepada subsidi dari pemerintah pusat yang tercermin dalam besarnya bantuan pemerintah pusat baik dari sudut anggaran rutin, yaitu subsidi daerah otonom maupun dari sudut anggaran pemerintah daerah, (2) rendahnya kemampuan daerah untuk
menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah yang tercermin dari penerimaan PAD yang relatif kecil dibanding total penerimaan daerah, (3) kurangnya usaha dan kemampuan pemerimaan daerah dalam pengelolaan dan menggali sumber-sumber pendapatan yang ada, (4) kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya (Hirawan 1987:94-95)
Realitas hubungan fiskal antara pusat dan daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat ke daerah melalui proses pembangunan daerah. Ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD dengan total penerimaan daerah dibanding besarnya subsidi yang didrop dari pusat. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah. PAD terdiri dari pajak-pajak daerah, restribusi daerah, laba bersih dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Beberapa penyebab ketergantungan fiskal daerah terhadap pusat antara lain adalah kurangnya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah; tingginya derajat desentralisasi dalam bidang perpajakan, artinya semua pajak utama dan yang paling produktif baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung ditarik oleh pusat; hanya sedikit pajak daerah yang bisa diandalkan walaupun jumlahnya beragam; bersifat politis, ada yang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatis; dan faktor terakhir penyebab adanya ketergantungan fiskal daerah adalah kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat ke daerah. Selama ini pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk blok (bloc grants) dan spesifik (spesifik grants). Perbedaan utama dari subsidi blok dan subsidi spesifik adalah terlihat dari jumlah dan cara pengelolaan, subsidi blok dikelola oleh pemerintah daerah

sedangkan subsidi spesifik sudah ditentukan oleh pemerintahan pusat dan daerah tidak punya keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut. Apabila dilihat dari sisi jumlah bantuan yang diterima oleh pemerintah daerah bantuan spesifik jauh lebih besar daripada subsidi blok. Jadi pemerintah pusat hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan di daerahnya.
Upaya mobilisasi dana dari sumber-sumber daerah sendiri terutama yang berasal dari PAD sangat penting mengingat masih besarnya ketergantungan keuangan daerah pada pemerintah pusat. Kemampuan daerah dalam mobilisasi PAD dapat diukur melaui : a. peranan PAD dalam membiayai pengeluaran rutin atau sering disebut dengan Indeks Kemampuan Rutin (IKR), b. Perbandingan antara PAD dengan PDRB non migas pada masing-masing daerah.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang ada di SumateraUtara yang perekonomiannya bertumpu pada empat potensi yaitu potensi pertanian, industri, pariwisata dan potensi sumber daya alam lainnya. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2006 mengalami peningkatan 5,29 % pada tahun 2007 menjadi 5,68%. PDRB Kabupaten Deli Serdang Atas Dasar Harga Buku Berlaku (ADHB) pada tahun 2006 sebesar Rp. 21,45 Triliun, sektor industri 50,48 % selanjutnya sektor pertanian 12,42 % dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 19,05% dan sektor lainnya 18,69%. Pada tahun 2007 sebesar Rp.26,04 Triliun, sektor industri masih sebagai kontributor utama dengan peranan mencapai 48,68% selanjutnya diikuti sektor pertanian 11,34% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 21,99% sementara sektor –sektor lainnya memberikan total kontribusi sebesar 29,15%
terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB Deli Serdang pada Tahun 2007 sebesar Rp.12,26 Triliun. Perekonomian Kabupaten Deli Serdang pada Tahun 2006 bertumbuh sebesar 5,26% dan Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang tumbuh sebesar 5,71%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang pada setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada Tahun 2004 sebesar Rp. 49.064.726.000, pada Tahun 2005 sebesar Rp. 49.467.074.140, pada Tahun 2006 sebesar Rp. 61.986.795.849,07.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang?
2. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi di Kabupaten Deli Serdang?

1.3 Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat disimpulkan adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang, cateris paribus.
2. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang, cateris paribus.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang dalam pelaksanaan otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang dalam membuat kebijakan, terutama dalam upaya meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimasa yang akan datang.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang berkepentingan untuk menganalisa masalah – masalah yang berhubungan dengan keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi