BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dengan arus
globalisasi yang luar biasa derasnya yang diakselerasi oleh perkembangan
teknologi informasi, komunikasi, dan komputerisasi yang tidak terbayangkan
sebelumnya, sektor perbankan menjadi sektor dengan eksposur risiko yang tinggi.
Lalu lintas dana bisa berpindah dari satu kota ke kota lain, dari satu negara
ke negara lain, dari satu benua ke benua lain hanya dalam hitungan detik.
Mengakibatkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga
meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola perbankan yang sehat (Good
Corporate Goverment)( Dendawijaya Lukman, 2000).
Otoritas dan
analisis keuangan dunia telah mengamati dengan cermat krisis yang terjadi di
Asia pada tahun 1998 yang secara keseluruhan melumpuhkan perekonomian banyak
negara termasuk Indonesia. Dan masalah tersebut tidak terlepas dari dunia
perbankan. Tingkat kepercayaan masyarakat akan dunia perbankan sebagai lembaga
intermediasi berkurang drastis, mengakibatkan para pemilik dana menarik dananya
secara besar-besaran (rush), yang otomatis mengganggu sistem kinerja
perbankan, sehingga persediaan dana untuk disalurkan kembali ke masyarakat
minim atau dalam arti bank tidak sanggup lagi memenuhi permintaan masyarakat
akan kebutuhan dana, terkhusus dana jangka pendek (likuid) yang
mengakibatkan timbulnya banyak risiko yang harus di hadapai oleh perbankan
sendiri. Penarikan dana yang tidak wajar menyebabkan terganggunya likuiditas
suatu bank, yang berpengaruh terhadap tingkat profit, berpengaruh terhadap
kinerja perbankan, dan yang otomatis
berpengaruh
terhadap perekonomian nasional dan bahkan secara global berpengaruh terhadap
perekonomian dunia.
Namun dengan
berjalannya waktu, sebagai suatu institusi bisnis, perbankan di indonesia mulai
berbenah diri, belajar dari kesalahan sebelumnya, dan berusaha kembali untuk
menjadi satu-satunya lembaga kepercayaan masyarakat yang walaupun memerlukan
waktu yang cukup panjang.
Dalam
perjalanannya, perbankan nasional, baik milik pemerintah maupun swasta telah
memberi andil yang amat penting dalam pembangunan nasional, khususnya
pembangunan disektor ekonomi. Seiring dengan itu, berkembang pula aspek
keilmuan yang menjadikan perbankan sebagai bidang kajian, yang makin memperkaya
khazanah keilmuan kita (Sugiharto, 2007)
Perbankan adalah
industri yang sarat peluang sekaligus sarat risiko pada sisi lain. Perbankan
bukan tempat yang tepat bagi penghindar risiko. Tetapi sebaliknya, perbankan
penuh dengan risiko. Bank sebagai institusi yang memiliki izin untuk melakukan
banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan
(income). Namun didalam menjalankan aktivitasnya, untuk memperoleh
pendapatan perbankan selalu dihadapkan pada risiko. Pada dasarnya risiko
melekat pada seluruh aktivitas bank, produk dan layanan terkait dengan uang.
Sehingga sektor perbankan jelas sangat memerlukan adanya sebuah distribusi
risiko yang efisien. Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko inilah yang
nantinya menentukan alokasi sumber daya dana di dalam perekonomian. Oleh karena
itu, pelaku sektor perbankan dituntut untuk mampu secara efektif mengelola
risiko yang dihadapinya. Risiko yang terjadi dapat menimbulkan
kerugian bagi
bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Untuk itu
bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Eksekutif dalam manajemen bank serta seluruh pihak
terkait harus mengetahui risiko-risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan
kegiatan usahanya, serta mengetahui bagaimana dan kapan risiko tersebut muncul
untuk dapat mengambil tindakan yang tepat. Suatu risiko tidak harus selalu
dihindari pada semua keadaan, namun semestinya dikelola dengan baik tanpa harus
mengurangi hasil yang ingin dicapai. Perbankan dihadapkan pada berbagai risiko
usaha yang harus dikelola sehingga dapat meminimalisir potensi kerugian. Risiko
yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat didalam menghasilkan laba
yang lebih baik (Kasidi, 2010).
Tuntutan
pengelolaan risiko semakin besar dengan adanya penetapan standar-standar
internasional oleh Bank For Internasional Settlements (BIS) dalam bentuk
Basel 1 dan Basel 2 Accord. Perbankan indonesia mau tidak mau harus
mulai masuk ke dalam era pengelolaan risiko secara terpadu. Jelas hal ini
merupakan sebuah transisi yang tidak mudah, sebuah transisi yang memerlukan
investasi besar, terutama dalam pembangunan sistem internal pengelolaan risiko,
serta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi informasi
dan komputerisasi di bidang risiko. Sehingga dalam kegiatan operasionalnya,
bank dihadapkan pada dua sisi yaitu bank harus menjaga penarikan dana dari
sumber daya yang dititipkan (funding), seperti giro, tabungan dan
simpanan lainnya. Sementara disisi lainnya bank harus menjaga penarikan
permintaan dana seperti pembiayaan yang diberikan (lending). Maka sebuah
perbankan harus
cakap dalam
mengelola kinerja keuangan, agar terhindar dari risiko-risiko perbankan
sehingga menjadi lembaga keuangan yang dipercayakan masyarakat sebagai lembaga
intermediasi (Idroes Ferry dan Sugiarto, 2006).
Oleh karena itu
bank wajib menyediakan likuiditas dengan cukup dan mengelolanya dengan baik,
karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan
operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh
terlalu besar, karena apabila jumlah liku
Likuiditas
adalah perhatian utama dalam lingkungan perbankan. Bank tanpa likuiditas yang
cukup untuk memenuhi penarikan dana para deposan menyebabkan kerugian bahkan
risikonya berdampak kepada ketidakpercayaan nasabah, yang berakibat pada
penarikan dana besar-besaran.
iditas terlalu
besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya
tingkat profitabilitas.
Setiap bank
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda didalam menjaga setiap risiko yang
mungkin akan terjadi. Banyak teknik dan strategi pengelolaan yang dilakukan
setiap bank, yang otomatis memberikan dampak yang berbeda-beda juga terhadap
tingkat profitabilitasnya. Ada bank yang sudah mapan, dan ada juga yang dalam
proses pembelajaran, yaitu dapat kita lihat dari segi kemampuan bank tersebut
didalam pencapaian labanya. Salah satu bank yang ada dalam tingkat perolehan
laba tertinggi di indonesia adalah bank Mandiri sebagai salah satu badan usaha
milik negara (BUMN).
Bank Mandiri
sebagai bank persero milik pemerintah memiliki sejarah yang panjang dalam
proses berdirinya. Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober
1998, sebagai
bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah, yaitu bank Bumi Daya,
bank Dagang Negara, bank Exim and Bapindo, dilebur menjadi bank Mandiri. Masing-masing
dari keempat bank tersebut memainkan peran yang tak terpisahkan dalam
pembangunan perekonomian Indonesia.
Sama seperti
bank-bank konvensional lainnya, didalam mengemban fungsi sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat, bank Mandiri pastinya tidak terhindar dari
risiko-risiko perbankan. Didalam menciptakan manajemen keuangan yang baik, bank
Mandiri tidak terlepas dari kegagalan-kegagalan.
Seiring dengan
berjalannya waktu, bank Mandiri menjadi sebuah BUMN yang mampu berbenah diri,
memiliki kinerja terbaik saat ini, dan menjadi bank terbaik di indonesia,
dimana dilihat dari permodalannya. Semuanya itu tidak terlepas dari sistem
manajemen perusahaan yang baik, pengelolaan risiko yang bagus, yang menciptakan
kinerja perusahaan yang baik. Kinerja yang bagus adalah mencakup segala
sesuatunya didalam perbankan, tentang nasabah, pembiayaan, rasio-rasio dan juga
risiko-risiko yang pastinya akan timbul.
Salah satu dari
risiko tersebut yang sangat krusial adalah risiko likuiditas. Risiko likuiditas
timbul sebagai akibat dari terjadinya penarikan besar-besaran dalam waktu yang
singkat utang-utang bank (liability withdrawals). Liquidity risk ini
dapat juga terjadi dalam situasi yang normal, khususnya apabila terjadi mismatced
atau kesenjangan antara sisi aktiva dan passiva bank dalam jangka waktu
yang pendek. Untuk itu bank harus memiliki suatu kebijakan dan praktek
manajemen risiko likuiditas yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memonitor serta
mengendalikan risiko likuiditas sehingga dapat meminimalisir dampaknya pada
tingkat yang dapat ditoleransi (risk tolerance).
Terdapat suatu trade
off antara kebutuhan likuiditas dan profitabilitas bank. Kekurangan
likuiditas bank akan mengakibatkan bank mengalami kebangkrutan lebih cepat,
sedangkan jika kelebihan likuiditas juga berbahaya, yaitu profitabilitas yang
rendah, yang pada akhirnya berujung pada hal yang sama (Riki Antariksa, 2005).
Untuk melihat
berapa besar risiko likuiditas terhadap Return On Asset (ROA) bank Mandiri,
adalah dengan menggunakan tiga indikator yaitu Likuididtas Total Aset (LTA),
Likuiditas Aset Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR). Dan
selanjutnya melalui analisis regresi akan diketahui apakah variabel bebas
menyebabkan ROA bertambah/positip atau sebaliknya berkurang/negatif yang dilihat
dari kinerja perusahaan melalui laporan keuangan bulanan. Analisis pengaruh
risiko likuiditas (LTA, LAD dan FDR) terhadap Return On Asset bank
Mandiri merupakan hal yang penting bagi manajemen risiko bank Mandiri.
Likuiditas bank Mandiri sebagian besar sangat tergantung pada perolehan dana
pihak ketiga baik berupa investment account maupun current account,
yang akan disalurkan kedalam berbagai bentuk pembiayaan sesuai
peraturan-peraturan perbankan konvensional sebagai lembaga intermediasi. Setiap
risiko yang terjadi merupakan hal yang harus diketahui dengan benar sehingga
pihak manajemen risiko mampu meminimalisasi pengaruh dari sebuah risiko dan
bahkan dengan adanya risisko akan semakin menumbuhkan semangat kerja yang pada
akhirnya menyebabkan profitabilitas meningkat.
Dalam ilmu
ekonomi, ketergantungan suatu variabel Y (variabel terikat) atas variabel X
(variabel bebas) jarang bersifat seketika. Sangat sering terjadi Y bereaksi
dengan X dengan suatu selang waktu (lag). Jika pengaruh variabel bebas tersebut
selama beberapa periode waktu, maka model yang terbentuk disebut dengan model
distributed-lag (Gujarati, 2004). Tingkat signifikansi pengaruh dalam
selang waktu tersebut tentu berbeda-beda. Selain itu, dalam ilmu ekonomi
terdapat pembahasan gejala adanya deret waktu ekonomi yang didasarkan pada data
bulanan atau triwulanan yang menunjukkan pola musiman yang teratur (Gujarati,
2004). Contohnya pada musim kemarau penjualan minuman dingin meningkat, dan
pada musim panen harga hasil pertanian menurun. Jika pola ini diketahui berubah
dalam waktu lama, maka berbagai keputusan yang menguntungkan dapat diambil.
Dari uraian di
atas, jika ada pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas (ROA), maka dapat
diperkirakan tidak akan terjadi seketika. Alasannya adalah, diperlukan waktu
untuk memperoleh likuiditas dan mengalihkannya menjadi kegiatan yang
menghasilkan keuntungan (profit), sehingga dibutuhkan suatu tenggang
waktu (time lag). Sedangkan untuk mempertajam analisis, dengan
mengetahui pola musim yang ada, maka diharapkan pengambilan keputusan dapat
lebih terarah, misalnya pada bulan berapa pengaruh risiko likuiditas lebih
tinggi daripada bulan lainnya (musiman).
Pada umumnya
rasio-rasio finansial diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu rasio likuiditas
atau liquidity risk, rasio laverage, rasio aktivitas atau activity
risk, dan risiko keuntungan atau profitability ratio (Kasmir, 2008).
Rasio
profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian
yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Indikator yang bisa digunakan
untuk mengukur kinerja profitabilitas bank adalah ROE (return on equity)
dan ROA (return on assets). Dan dalam penelitian ini menggunakan Return
On Aset (ROA) sebagai variabel terikat (dependent variable).
Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk
penulisan skripsi dengan judul “Analisis Risiko Likuiditas terhadap ROA (Return
On Asset) Perbankan” (studi kasus pada PT Bank Mandiri).
1. 2 Perumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengaruh Likuiditas Total Aset (LTA) terhadap Return On Aset (ROA)?
2. Bagaimana
pengaruh Likuiditas Aset Deposit (LAD) terhadap Return On Aset (ROA)?
3. Bagaimana
pengaruh Finansial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Aset (ROA)?
4. Bagaimana
pengaruh risiko likuiditas dalam bentuk kelambanan (lag) terhadap Return
On Aset (ROA)?
5. Bagaimana
pengaruh musiman pada risiko likuiditas terhadap Return On Aset (ROA)?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah
terdapat pengaruh Likuiditas Total Aset (LTA) terhadap Return On Aset (ROA)
2. Apakah
terdapat pengaruh Likuiditas Aset Deposit (LAD) terhadap Return On Aset (ROA)
3. Apakah
terdapat pengaruh Financial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Aset (ROA)
4. Apakah
terdapat pengaruh risiko likuiditas dalam bentuk kelambanan (lag) terhadap
Return On Aset (ROA)
5. Apakah
terdapat pengaruh musiman pada risiko likuiditas terhadap Return On Asert
(ROA).
1.4 Manfaat
Penelitian
Adapun Manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan dalam disiplin ilmu yang
peneliti tekuni.
2. Bagi peneliti
selanjutnya sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur.
3. Sebagai
tambahan informasi dan tambahan literatur bagi Mahasiswa Departemen Ekonomi
Pembangunan.
4. Bagi perusahaan
perbankan sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan kegiatan usahanya, demi
tercapainya profit yang maksimal.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi