BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari
Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk mencapai
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) dan
Undang -Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu melalui pembangunan
kesehatan salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang sesuai dapat terpenuhi.
Salah
satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah
sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Ketahanan Nasional yang
mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat,
karenanya pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu
diarahkan pada tujuan nasional di bidang kesehatan.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pola pelayanan kesehatan
yang diharapkan adalah pelayanan yang semakin berkualitas dan merata sesuai
dengan Sasaran Pembangunan Kesehatan di Indonesia.
Kualitas pelayanan merupakan indikator kinerja bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Rumah sakit akan semakin
maju jika
kinerjanya dapat dipertahankan. Oleh
karena itu, pelayanan rumah sakit harus berubah mengarah pada kekuatan pasar
sehingga orientasi rumah sakit bergeser dari organisasi sosial ke arah
sosioekonomi, dengan demikian mempertahankan pelanggan adalah tujuan utama yang
harus dicapai.
Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit
dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan memperhatikan secara cermat
kebutuhan konsumen sebagai upaya memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan
yang diberikan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli
dalam upaya untuk menemukan definisi penilaian kualitas. Parasuraman, A., et al
(1988) mendefinisikan penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global
atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan (superiority) dari suatu
pelayanan (jasa). Dengan kata lain, penilaian kualitas pelayanan adalah sama
dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya
mereka menambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah
perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan. Selisih antara persepsi dan
harapan inilah yang mendasari munculnya konsep gap (perception-expectation
gap) dan digunakan sebagai dasar skala SERVQUAL. Dari penelitian ini
ditemukan bahwa penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada lima dimensi
kualitas yaitu tangibility (bukti fisik) , reliability (keandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan/dapat
dipertanggungjawabkan) dan emphaty (perhatian/kepedulian).
Dengan adanya lima dimensi kualitas pelayanan di atas,
diharapkan mampu menjadi pedoman bagi tiap rumah sakit, baik rumah sakit swasta
maupun
rumah sakit umum di Tingkat Provinsi
maupun Kabupaten dalam upaya pembangunan kesehatan yang bermutu dan merata yang
dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut di
atas dan dengan diberlakukannya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah serta Undang-undang No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya dilakukan Pemerintah Daerah
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat meningkatkan akses
pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Sejak Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah bergulir
dengan lahirnya Undang-Undang tersebut, maka dengan keadaan krisis ekonomi yang
belum berakhir, pembangunan kesehatan di Kabupaten Serdang Bedagai terasa
sangat lambat. Di Kabupaten Serdang Bedagai masih banyak permasalahan baik
individu maupun masyarakat yang apabila tidak ditanggulangi akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah. Diantaranya adalah masalah kesehatan yang berkaitan
dengan penyakit menular maupun tidak menular. Selain itu permasalahan kesehatan
lingkungan, juga permasalahan kondisi fisik pelayanan kesehatan.
Berkenaan dengan keadaan fisik pelayanan kesehatan
antara lain Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes serta
sarana transportasi dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dinilai masih
kurang. Sebagai gambaran Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai 11 kecamatan,
terdapat 1 unit Rumah Sakit Umum, 17 unit Puskesmas, Puskesmas Pembantu
sebanyak 68 unit, Posyandu sebanyak 774 unit dan Polindes 96 unit. Sedangkan
jumlah sarana pelayanan kesehatan bergerak terdiri dari roda 4 sebanyak 9 unit,
dimana keadaan
yang baik hanya 5 unit dan rusak 4 unit,
sedangkan roda 2 hanya 39 unit dan sebagian besar sudah rusak yaitu sebanyak 15
unit, sedangkan jumlah Puskesmas Keliling hanya 9 (sembilan), 4 (empat)
diantaranya rusak parah. Sementara itu keadaan peralatan pelayanan kesehatan
(medis) juga masih kurang, dimana alat kesehatan yang ada masih merupakan
pengadaan dari Kabupaten Deli Serdang.
Keadaan fisik pelayanan kesehatan dan sarana penunjang
pelayanan kesehatan tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
munculnya permasalahan-permasalahan kesehatan baru, mengingat jumlah kecamatan
tidak seimbang dengan jumlah sarana kesehatan yang ada, serta jumlah sarana
pelayanan bergerak yang belum mencukupi, dan belum proporsional terhadap
kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai. Hal ini disebabkan karena adanya
keterbatasan sumber dana. Maka berdasarkan latar belakang tersebut di atas,
maka perlu dilakukan pengusulan dana untuk memenuhi kebutuhan sarana fisik dan
peningkatan pelayanan kesehatan .
Selain hal tersebut di atas, masalah yang paling utama
yang dihadapi sebuah lembaga jasa pelayanan kesehatan adalah banyaknya pesaing.
Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai juga
merasakan adanya tingkat persaingan yang semakin ketat dengan rumah sakit
lainnya, terutama rumah sakit milik swasta di daerah lain. Persaingan yang
terjadi bukan saja dari sisi teknologi peralatan kesehatan saja, tetapi
persaingan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Dengan
demikian, Kualitas pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk
dapat bersaing
dengan rumah sakit lain dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan konsumen sebagai pemakai jasa pelayanan rumah sakit.
Untuk mengetahui standar kualitas pelayanan kesehatan
pada tiap-tiap rumah sakit, Departemen Kesehatan RI memberikan beberapa acuan
mengenai parameter kualitas pelayanan kesehatan, 3 (tiga) diantaranya yaitu: Bed
Occupancy Rate (BOR), Average Lenght of Stay (a-LOS), dan Net
Death Rate (NDR).
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi