BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang
artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya
fundasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara agar tidak sepenuhnya
dapat terpengaruh dari dunia luar, Seperti apa yang terjadi pada 10 tahun yang
silam Ketika negara Thailand mulai menunjukkan gejala krisis, orang umumnya
percaya bahwa Indonesia tidak akan bernasib sama. Fundamental ekonomi Indonesia
dipercaya cukup kuat untuk
menahan kejut eksternal (external shock) akibat
kejatuhan ekonomi Thailand. Tetapi ternyata guncangan keuangan yang sangat
hebat dari negara Thailand ini berimbas kepada perekonomian Indonesia,
kekacauan dalam perekonomian ini menjadi awal dan salah satu faktor penyebab
runtuhnya perekonomian Indonesia termasuk terjebaknya Indonesia ke dalam dilema
utang luar negeri. Selain faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang
terjadi di Indonesia juga berasal dari dalam negeri, yaitu proses integrasi
perkonomian Indonesia ke dalam perekonomian global yang berlangsung dengan
cepat dan kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility)
sektor keuangan nasional, khususnya sektor perbankan, dan masih banyak
faktor-faktor lainnya yang berperan menciptakan krisis di Indonesia (Syahril,
2003:4).
Krisis keuangan
di Thailand menyebar secara cepat ke Negara-negara Asia, termasuk Indonesia,
karena pasar keuangan global, maka pasar keuangan domestik juga dengan cepat
telah ikut terpengaruh krisis keuangan global yang terjadi pada saat itu. Krisis
ekonomi telah membawa dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia, yang
menimbulkan stagflasi dan instabilisasi perekonomian, menurunnya
tingkat produksi secara drastis sebagai akibat
tingginya
ketergantungan produsen domestik terhadap barang dan jasa impor, laju inflasi
yang tinggi, pemutusan hubungan tenaga kerja, menurunnya pendapatan masyarakat
mengaibatkan turunnya daya beli masyarakat.
Awal-awal
menjelang Krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan
perkembangan yang baik, yang artinya tidak ada tanda-tanda yang terlalu
merisaukan atau memberi tanda krisis yang serius akan menerpa. Sejak akhir
dasawarsa 1980-an pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sekitar 8% per tahun
pada pertengahan 1997 tumbuh dengan laju tahunan 7,4%, (Boediono, 2008:81).
Justru kepanikan terjadi karena adanya peningkatan harga yang sangat tajam
barang-barang dan jasa akibatnya melemahnya kurs rupiah terhadap dollar.
Salah satu beban
ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri yang terus membengkak, Utang ini
sudah begitu berat mengingat pembayaran cicilan dan bunganya yang begitu besar.
Biaya ini sudah melewati kapasitas yang wajar sehingga biaya untuk
kepentingan-kepentingan yang begitu mendasar dan mendesak menjadi sangat minim
yang berimplikasi sangat luas. Sebagai negara berkembang yang sedang membangun,
yang memiliki ciri-ciri dan persoalan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang
hampir sama dengan negara berkembang lainnya,Indonesia sendiri tidak terlepas
dari masalah utang luar negeri, dalam kurun waktu 25 tahun terakhir,utang luar
negeri telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pembangunan di
Indonesia. Bahkan utang luar negeri telah menjadi sumber utama untuk menutupi
defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan memberikan kontribusi
yang berarti bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhirnya
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.Meskipun utang luar negeri (foreign
debt) sangat membantu mentupi kekurangan biaya pembangunan dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) namun persoalan pembayaran cicilan dan bunga
menjadi beban yang terus
menerus harus
dilaksanakan,apalagi nilai kurs rupiah terhadap dollar cenderung tidak stabil
setiap hari bahkan setiap tahunnya.
Pertengahan
tahun 1997 Indonesia telah mengalami krisis moneter yang disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya besarnya jumlah hutang swasta jangka pendek dan
menengah serta utang-utang pemerintah yang menyebabkan nilai tukar Rupiah
tertekan, kebijakan fiskal dan moneter yang tidak konsisten, membesarnya
defisit neraca berjalan dan terdepresiasinya mata uang Bath dan berimbas pada
nilai dollar. Di Indonesia hal ini juga membuat terjadinya krisis kepercayaan
masyarakat terhadap Rupiah sehingga masyarakat menyerbu Dollar untuk
mengamankan kekayaanya.
Dengan adanya
krisis ekonomi tersebut kinerja perbankan Indonesia terus menunjukkan
perkembangan yang memburuk. Hal ini ditandai dengan hilangnya kepercayaan
masyarakat dengan terjadinya penarikan besar-besaran (Rush). Berdasarkan data
Bank Indonesia, Jumlah pinjaman luar negeri pasca krisis pun meningkat yaitu
pada tahun 2000 dalam juta dollar sebesar US$ 133.073,00 padahal sebelumnya
pada tahun 1998 dan 1999 jumlah utang luar negeri Indonesia adalah US$
20.567,00 dan US$ 110.934,00.
Pasca awal
terjadinya krisis, yaitu tahun 1999 pemerintah sudah mengambil langkah seribu
untuk menambah jumlah hutang atau pun pinjaman dari pihak asing. Meningkatnya
jumlah pinjaman pada tahun 2000 yakni sebesar US$ 133.073,00 terjadi karena
adanya tindakan pemerintah untuk menstabilkan nilai rupiah terhadap mata uang
asing sehingga hal ini membutuhkan cadangan devisa yang sangat besar, sementara
cadangan devisa sebelumnya sudah terkuras untuk menghadapi kepanikan masyarajat
yang secara beramai-ramai membeli dollar secara besar-besaran dengan asumsi
dollar akan naik lagi.
Terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia, yang didahului oleh krisis moneter di Asia
Tenggara, telah banyak merusakkan sendi-sendi perekonomian negara yang telah
banyak dibangun selama PJP I dan awal PJP II. Penyebab utama terjadinya krisis
ekonomi di Indonesia, juga sebagian negara-negara di ASEAN, adalah ketimpangan
neraca pembayaran internasional. Defisit current account ditutup dengan
surplus capital account, terutama dengan modal yang bersifat jangka pendek (portofolio
invesment), yang relatif fluktuatif. Sehingga, apabila terjadi rush akan
mengancam posisi cadangan devisa negara, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
krisis nilai tukar mata uang nasional terhadap valuta asing. Hal inilah yang
menyebabkan beban utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri
pemerintah, bertambah berat bila dihitung berdasarkan mata uang rupiah (Adwin
Surya Atmadja, 2000:93).
Sebelum
terjadinya krisis hampir semua indikator-indikator kinerja ekonomi Indonesia
menunjukkan perkembangan yang baik. Ada sementara hubungan terutama kalangan
bank sentral yang mengkhawatirkan bahwa ekonomi mulai kepanasan (overheating),tetapi
tidak ada tanda-tanda yang terlalu merisaukan tau pemberi tanda bahwa krisis
yang serius akan menerpa.Salah satu indikatonya adalah pertumbuhan ekonomi yang
mana sejak akhir dasawarsa 1980-an ekonomi tumbuh rata-rata sekitar 8% per
tahun dan pada pertengahan 1997 tumbuh dengan laju tahunan 7,4%.(McLeod,1998
dalam Budiono 2008:81)
Menurut Boediono
(1999:22), Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang
cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi
Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni
masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5%
di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia
mencatat angka yang sama
yakni sebesar
7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat
pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka
inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan
kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus
meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun,
pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan
krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan
tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka
pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan
semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang
semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US
Dollar. Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya
dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat
diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang
terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif,
jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya. Berdasarkan uraian tersebut
di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran
yang dalam hal ini adalah utang luar negeri (foreign debt) turut
mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya
merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk
menyempurnakan ekonomi internasionalnya.
Pertumbuhan
ekonomi (growth) merupakan salah satu indikator perekonomian yang
dipengaruh oleh berbagai macam variabel, salah satunya adalah Produk Domestik
Bruto (PDB). Hutang luar negeri (foreign debt) adalah variabel yang bisa
saja mendorong perekonomian sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi. Mendorong
perekonomian maksudnya,jika hutang-hutang tersebut digunakan untuk membuka
lapangan kerja dan investasi dibidang
pembangunan yang
pada akhirnya dapat mendorong suatu perekonomian,sedangkan menghambat
pertumbuhan apabila utang-utang tersebut tidak dipergunakan secara maksimal
karena masih kurangnya fungsi pengawasan dan integritas atas penanggung jawab
utang-utang itu sendiri.Saat ini sudah banyak kasus penyalahgunaan dana
pemerintah yang berasal dari utang luar negeri Indonesia seperti yang terjadi
pada jaman orde baru.
Kebijakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai instrumen fiskal pemerintah
senantiasa diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan stabilitas ekonomi makro
serta sekaligus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di
Indonesia ditopang dari sumber-sumber dana dari dalam negeri dan luar negeri.
Sumber pembiayaan dalam negeri berasal dari tabungan pemerintah, tabungan
masyarakat serta utang domestik. Sedangkan pembiayaan dari luar negeri berasal
dari penanaman modal asing dan utang yang diperoleh dari lembaga-lembaga
internasional dan negara-negara sahabat baik dalam rangka bilateral maupun
multilateral.
Indonesia selama
ini menempatkan utang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan, sebagai
komponen penutup kekurangan. Saat Indonesia mendapat rejeki berlimpah dari oil
boom, utang luar negeri tetap saja menjadi komponen utama pemasukan di
dalam angaran belanja pemerintah. Bahkan saat Indonesia telah mulai menganut
sistem anggaran defisit/surplus sejak tahun 2005, komponen pembiayaan utang
luar negeri cukup besar. Padahal di dalam kebijakan ekonominya pemerintah
selalu mengatakan bahwa utang luar negeri hanya menjadi pelengkap belaka
(Boediono,2008:82). Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005
tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2005-2009 menyebutkan sampai
saat ini, utang masih merupakan sumber utama pembiayaan APBN untuk menutup
defisit
maupun untuk
pembayaran kembali pokok utang yang telah jatuh tempo (refinancing).adanya
utang luar negeri juga membuat pemerintah tidak serius mengumpulkan pendapatan
dari dalam negeri. Beberapa kekurangan yang terjadi di dalam penyusunan RAPBN
dianggap oleh pemerintah dapat ditutup dari perolehan pinjaman luar negeri.
Dampak utang
luar negeri (foreign debt) pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi banyak
dipertanyakan orang. Beberapa pengalaman dan bukti empiris juga telah
menunjukkan bahwa sejumlah negara yang memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk
melaksanakan pembangunannya dapat berhasil dengan baik. Dalam berbagai model
analisis regresi, jarang ditemukan dampak positif utang luar negeri terhadap
pertumbuhan ekonomi. Bahkan dengan model tertentu, terlihat bahwa utang luar
negeri justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bagi negara
berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang
bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan
ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha
berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu
maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena
keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang
masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat
besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha
meningkatkan investasi.Investasi ini tidak jarang berasal dari luar negeri
maupun dari pemerintah dengan mengandalkan hutang-hutang. Tulisan-tulisan
mengenai hutang luar negeri sudah banyak sebelumnya oleh para kalangan baik
sebagai
ekonom,pengamat atau khususnya kalangan ilmuwan.Akan tetapi yang ditulis itu
sudah tidak lagi relevan karena perkembangan ekonomi yang begitu cepat baik
dalam keadaan semakin buruk maupun semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas
masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar
negeri (foreign debt) dengan mengangkat judul “ Analisis Pengaruh Utang
Luar Negeri (Foreign Debt) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ”.
1.2 Perumusan
Masalah
Dari latar
belakang yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang
dapat dijadikan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan
dengan tujuan untuk mempermudah penulisan skripsi ini. Selainitu, perumusan
msalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan di akhir penulisan
skripsi. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah
terdapat hubungan timbal balik antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi
Indonesia?
2. Apakah
terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara utang luar negeri dengan
pertumbuhan ekonomi Indonesia?
3. Bagaimana
hubungan antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
sebelum dan sesudah krisis ekonomi ?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui hubungan timbal balik antara utang luar negeri dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia
2. Untuk
mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara utang luar negeri dengan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
3. Untuk
mengetahui pengaruh Utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter
1.4 Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan
masukan bagi pemerintah atau instansi yang terkait.
2. Sebagai bahan
studi dan literature bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi terutama bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi
Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnyan dalam cabang ilmu
ekonomi makro.
3. Sebagai bahan
referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya,sekaligus untuk menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis.
4. Sebagai bahan
tambahan dan pelengkap terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
5. Sebagai
masukan bagi masyarakat Indonesia agar dapat mengetahui kondisi perekonomian
Indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri dan kurs sebelum dan
sesudah krisis.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi