BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Reksa Dana mulai
dikenal pertama kali di Belgia pada tahun 1822, yang berbentuk Reksa Dana
tertutup. Pada tahun 1860, Reksa Dana mulai menyebar ke Inggris dan Skotlandia
dalam bentuk Unit Investment Trusts dan pada tahun 1920 mulai dikenal di
Amerika Serikat dengan nama Mutual Fund (Victor Purba, 2000:235).
Keberadaan Reksa Dana di Indonesia dapat dikatakan telah dimulai pada saat
diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Pada saat itu penerbitan Reksa
Dana dilakukan oleh persero (BUMN)
yang didirikan khusus untuk menunjang
kegiatan pasar modal Indonesia, sekalipun pada saat itu belum ada pengaturan
khusus mengenai Reksa Dana. Istilah Reksa Dana lebih dikenal pada tahun 1990
dengan diizinkannya pelaku pasar modal untuk menerbitkan Reksa Dana melalui Keppres
No. 53 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.
Pada tahun 1997
yang diawali dengan krisis ekonomi di Indonesia, identik dengan kacaunya
kondisi industri perbankan. Kemacetan bank dalam menjalankan fungsi
intermediasi berdampak cukup besar dalam memacetkan perekonomian secara
keseluruhan. Tingkat suku bunga kredit yang sangat tinggi membuat dunia usaha
sangat tercekik. Pemilik modal lebih tertarik menyimpan dananya dalam bentuk
deposito. Hal ini masih berlanjut sampai sekarang tetapi dengan tingkat
keparahan yang jauh lebih ringan. Permasalahan ini mengingatkan banyak pihak
akan perlunya sebuah alternatif lain selain perbankan dalam fungsi intermediasi
permodalan.
Salah satu
alternatif lain tersebut yakni dengan menawarkan instrumen investasi baik
kepada institusi bisnis maupun kreditur. Namun, berbeda halnya dengan investor
perorangan, meskipun ada obligasi atau saham, mereka akan mengalami kesulitan
untuk membelinya, karena modal yang mereka miliki tidak mencukupi. Di sinilah
peran strategis reksa dana dalam mengumpulkan dana dari investor bermodal
kecil. Adanya reksa dana bisa menjembatani kebutuhan usaha untuk memperoleh
dana dengan keinginan investor untuk berinvestasi.
Reksa dana
merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama)
dan dikelola oleh sebuah Perusahaan Manajemen Investasi (PMI) atau seorang
Manajer Investasi (MI). Jenis usaha reksa dana ini pertama kali diluncurkan di
Indonesia pada tahun 1996 dan bertujuan untuk memobilisasi dana dari semua
lapisan masyarakat dan mendorong perdagangan surat-surat berharga di pasar
modal. Reksa dana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan untuk
melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga yang diperdagangkan di
pasar modal, antara lain memonitor kondisi pasar secara terus-menerus yang
sangat menyita waktu dan perlu keahlian khusus serta pengalaman di pasar modal.
Kesulitan lain
yang biasa dialami investor, terutama investor kecil yaitu kebutuhan dana yang
besar untuk investasi pada surat-surat berharga seperti saham atau obligasi.
Adapun masalah utama dalam memutuskan investasi yaitu prediksi profit suatu
investasi. Harapan dalam berinvestasi yaitu tingkat pengembalian (return)
lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Hal lain yang selalu mengiringi
tingkat pengembalian adalah risiko. Pengaturan risiko ini juga memerlukan
sebuah pengelolaan yang profesional, karena keuntungan yang diharapkan
mempunyai
hubungan positif
dengan tingkat risiko investasi. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang
diharapkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi investor.
Fenomena
maraknya reksa dana dimulai sejak tahun 2001. Berdasarkan sumber yang ada,
Reksa dana mengalami perkembangan yang pesat dan signifikan sejak tahun 2001
hingga 2009. Hal tersebut dikarenakan kondisi perekonomian di Indonesia mulai
membaik dan stabil. Jenis reksa dana itu sendiri cukup banyak, seperti reksa
dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, reksa dana saham dan reksa dana
campuran. Berkembangnya reksa dana yang ada di Indonesia dapat dilihat dari
total nilai aktiva bersih reksa dana yang mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Pada awal tahun 2001 triwulan pertama total nilai aktiva bersih
reksa dana hanya terkumpul sebesar Rp. 9,47 T sedangkan pada akhir tahun 2009
triwulan keempat total nilai aktiva bersih reksa dana meningkat tajam sebesar
Rp. 109,64 T. (Bank Indonesia, 2001-2009)
Sebelum
terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, perusahaan lebih banyak mengandalkan
kredit bank untuk membiayai investasi mereka. Namun, dengan adanya sumber dana
dari masyarakat investor melalui reksa dana, emiten/perusahaan akan lebih mudah
untuk membiayai kegiatan investasinya tanpa mengandalkan pihak perbankan. Di
lain sisi, investor pun mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatan perusahaan tersebut.
Reksa Dana tidak
hanya memberikan manfaat secara langsung kepada emiten maupun investor tetapi
juga secara tidak langsung akan memberikan manfaat bagi industri pasar modal
dan bagi pertumbuhan ekonomi karena turut menjadi salah satu penopang
berputarnya roda perekonomian, yakni sebagai intermediary (perantara)
yang menyediakan
sumber dana bagi kegiatan investasi. Keberhasilan penggalangan dana masyarakat
untuk tujuan investasi ini pada akhirnya akan berperan dalam pertumbuhan
ekonomi nasional yang berorientasi pada penggunaan sumber dana dalam negeri.
Hal ini akan dapat memperbaiki struktur pembiayaan nasional yang selama ini
sangat tergantung pada pinjaman luar negeri.
Semangat
investasi pada reksa dana adalah market-based return yang berarti
mekanisme pasarlah yang akan menentukan besar kecilnya rate of return yang
akan diperoleh oleh seorang investor (Agus Sugiarto,2003:4). Hal tersebut
menjadikan masyarakat mulai menyadari bahwa tingkat pengembalian (yield)
investasi di reksa dana ternyata lebih tinggi dari investasi deposito atau
produk perbankan lainnya dimana tingkat pengembalian industri reksa dana ini
didukung oleh faktor makroekonomi seperti pertumbuhan GDP, kondisi moneter,
suku bunga SBI, nilai tukar rupiah dan laju inflasi. Akan tetapi, faktor
makroekonomi jugalah yang membuat kinerja reksa dana terpuruk.
Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen hutang (debt instrument)
karena aset ini mengharuskan penerbitnya melakukan pembayaran kembali dalam
jumlah tertentu yang terdiri dari nilai pokok ditambah bunga. Tingkat suku
bunga SBI ditentukan pada pelelangan di kantor pusat Bank Indonesia pada hari
Rabu setiap minggunya.
Sertifikat Bank
Indonesia memiliki pengaruh terhadap perkembangan reksa dana yakni jika tingkat
suku bunga SBI mengalami kenaikan maka tingkat suku bunga deposito berjangka
juga akan naik sehingga penanaman modal dalam bentuk deposito berjangka menjadi
lebih menarik, disisi lain tingkat bunga pinjaman
perbankan juga
akan naik yang akan menyebabkan turunnya pendapatan perusahaan karena
peningkatan jumlah pembayaran bunga hutang sehingga penanaman modal pada reksa
dana juga akan berkurang, akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana
juga akan mengalami penurunan. Apabila dibandingkan berdasarkan data yang
diperoleh terhadap salah satu sampel tahunan, pada tahun 2009 triwulan pertama
pada tingkat suku bunga SBI 8,74 persen, total nilai aktiva bersih (NAB)
sebesar Rp 75,03 Triliun sedangkan ketika pada tahun 2009 triwulan keempat,
ketika tingkat suku bunga SBI mengalami penurunan menjadi 6,59 persen, total
nilai aktiva bersih (NAB) mengalami kenaikan yakni menjadi Rp 109,64 Triliun.
(Bank Indonesia; 2001-2009)
Selain itu,
nilai tukar/kurs (exchange rate) juga memiliki pengaruh terhadap
perkembangan reksa dana. Nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar AS
merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perkembangan dunia usaha.
Fluktuasi nilai tukar yang berlebihan (over fluctuation) merupakan
kendala operasional yang paling ditakuti oleh para pengusaha, karena di dalam
dunia usaha sangat diperlukan kestabilan dan kepastian dalam perencanaan usaha
dan investasi.
Kestabilan nilai
mata uang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
dan meningkatkan kesejahteraaan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat
menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan berbagai
aktivitas ekonominya, baik konsumsi maupun investasi, sehingga perekonomian
nasional dapat bergairah. Demikian pula apabila nilai tukar tidak stabil maka
akan mempersulit dunia usaha dalam perencanaan kegiatan bisnis, baik dalam
kegiatan produksi dan maupun dalam investasi.
Nilai tukar mata
uang suatu negara dikatakan mengalami apresiasi jika nilai mata uangnya menurun
relatif terhadap mata uang negara lain dan dikatakan depresiasi jika nilai mata
uangnya meningkat relatif terhadap mata uang negara lain. Apresiasi rupiah terhadap
mata uang dollar AS menggambarkan bahwa perekonomian negara mengalami
perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi dalam berinvestasi sehingga
meningkatkan permintaan terhadap reksa dana, akibatnya total nilai aktiva
bersih (NAB) reksa dana juga akan meningkat, dan sebaliknya. Pada tahun 2009
triwulan pertama nilai rupiah berada pada posisi Rp 11.637/US $, total nilai
aktiva bersih (NAB) reksa dana sebesar Rp 75,03 Triliun sedangkan pada tahun
yang sama tetapi pada triwulan keempat dimana nilai rupiah mengalami apresiasi
yakni Rp 9.494/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) mengalami peningkatan
menjadi Rp 109,64 Triliun.
Dewasa ini
perkembangan pasar modal di Indonesia sangat pesat. Setiap hari senantiasa
terdengar pemberitaan situasi bursa efek yang saling berkaitan dengan kondisi
perekonomian, sosial, dan politik negara. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal
dengan bursa efek yang dinamis tidak akan pernah ketinggalan zaman.
Keadaan-keadaan itu yang turut membuat pasar modal berkembang. Adalah sulit
atau tidak mungkin membayangkan pasar modal berkembang pesat jika dalam suatu
negara berlangsung perkembangan makroekonomi sebagai berikut, pertumbuhan
ekonomi yang negatif atau stagnan yang dapat menyebabkan nilai dari produk
domestik bruto (PDB) mengalami penurunan, tingkat inflasi yang double digit atau
sampai dengan hyper inflation, cadangan devisa yang amat tipis yang
disertai defisit neraca transaksi berjalan yang amat tinggi, perolehan ekspor
yang rendah dan
kebutuhan impor
yang tidak bisa dipenuhi lagi karena terbatasnya devisa yang tersedia.
Kondisi
pertumbuhan ekonomi tinggi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan dari produk domestik bruto (PDB) juga mengalami peningkatan.
Produk domestik bruto merupakan nilai semua barang dan jasa yang diproduksi
oleh suatu negara pada periode tertentu. Produk domestik bruto juga salah satu
kekuatan yang mendukung prospek reksa dana yang ada di Indonesia. Peningkatan
nilai dari produk domestik bruto (PDB) menunjukkan bahwa produksi dari suatu
negara juga semakin meningkat sehingga pendapatan dari masyarakat rumah tangga
juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut berarti menunjukkan
peningkatan dari kesejahteraan dan harapan hidup seseorang. Hal tersebut akan
membuat seseorang berpikir mengenai masa depan dan akan membawa dampak pada
perlunya penempatan dana yang umumnya disisihkan dari pendapatan, tetapi
diharapkan dapat akan meningkatkan nilainya di masa datang. Dengan kata lain,
peningkatan produk domestik bruto (PDB) tersebut dapat meningkatkan ekspetasi
masyarakat dalam berinvestasi. Salah satunya yakni dengan berinvestasi pada
reksa dana yang dapat memberikan tingkat pengembalian (yield) yang
tinggi.
Berdasarkan
ilustrasi di atas dan dengan memperhatikan keadaan ekonomi yang terus
berkembang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis
Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto
(PDB), dan Nilai Tukar Terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia”.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dikaji
dan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana
pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap Perkembangan Reksa
Dana di Indonesia?
2. Bagaimana
pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Perkembangan Reksa Dana di
Indonesia?
3. Bagaimana
pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?
1.3 Hipotesis
Hipotesis adalah
jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana
tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah dan
uraian teoritis di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa
Dana di Indonesia, ceteris paribus.
2. Produk
Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap Perkembangan Reksa Dana di
Indonesia, ceteris paribus.
3. Nilai Tukar
berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris
paribus.
1.4 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap
Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Perkembangan Reksa
Dana di Indonesia.
3. Untuk
mengetahui pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
1.5 Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan
masukan dan pertimbangan bagi investor dalam hal mengelola kegiatannya, khususnya
dalam hal berinvestasi di pasar modal.
2. Sebagai
sumbangan pemikiran ataupun ilmu pengetahuan bagi instansi terkait, masyarakat,
maupun mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai bahan
studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi , khususnya
Departemen Ekonomi Pembangunan.
4. Sebagai
tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian bagi penulis.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi