Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA, PRODUK DOMESTIK BRUTO, DAN NILAI TUKAR TERHADAP PERKEMBANGAN REKSA DANA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reksa Dana mulai dikenal pertama kali di Belgia pada tahun 1822, yang berbentuk Reksa Dana tertutup. Pada tahun 1860, Reksa Dana mulai menyebar ke Inggris dan Skotlandia dalam bentuk Unit Investment Trusts dan pada tahun 1920 mulai dikenal di Amerika Serikat dengan nama Mutual Fund (Victor Purba, 2000:235). Keberadaan Reksa Dana di Indonesia dapat dikatakan telah dimulai pada saat diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Pada saat itu penerbitan Reksa Dana dilakukan oleh persero (BUMN)
yang didirikan khusus untuk menunjang kegiatan pasar modal Indonesia, sekalipun pada saat itu belum ada pengaturan khusus mengenai Reksa Dana. Istilah Reksa Dana lebih dikenal pada tahun 1990 dengan diizinkannya pelaku pasar modal untuk menerbitkan Reksa Dana melalui Keppres No. 53 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.
Pada tahun 1997 yang diawali dengan krisis ekonomi di Indonesia, identik dengan kacaunya kondisi industri perbankan. Kemacetan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi berdampak cukup besar dalam memacetkan perekonomian secara keseluruhan. Tingkat suku bunga kredit yang sangat tinggi membuat dunia usaha sangat tercekik. Pemilik modal lebih tertarik menyimpan dananya dalam bentuk deposito. Hal ini masih berlanjut sampai sekarang tetapi dengan tingkat keparahan yang jauh lebih ringan. Permasalahan ini mengingatkan banyak pihak akan perlunya sebuah alternatif lain selain perbankan dalam fungsi intermediasi permodalan.
Salah satu alternatif lain tersebut yakni dengan menawarkan instrumen investasi baik kepada institusi bisnis maupun kreditur. Namun, berbeda halnya dengan investor perorangan, meskipun ada obligasi atau saham, mereka akan mengalami kesulitan untuk membelinya, karena modal yang mereka miliki tidak mencukupi. Di sinilah peran strategis reksa dana dalam mengumpulkan dana dari investor bermodal kecil. Adanya reksa dana bisa menjembatani kebutuhan usaha untuk memperoleh dana dengan keinginan investor untuk berinvestasi.
Reksa dana merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama) dan dikelola oleh sebuah Perusahaan Manajemen Investasi (PMI) atau seorang Manajer Investasi (MI). Jenis usaha reksa dana ini pertama kali diluncurkan di Indonesia pada tahun 1996 dan bertujuan untuk memobilisasi dana dari semua lapisan masyarakat dan mendorong perdagangan surat-surat berharga di pasar modal. Reksa dana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan untuk melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, antara lain memonitor kondisi pasar secara terus-menerus yang sangat menyita waktu dan perlu keahlian khusus serta pengalaman di pasar modal.
Kesulitan lain yang biasa dialami investor, terutama investor kecil yaitu kebutuhan dana yang besar untuk investasi pada surat-surat berharga seperti saham atau obligasi. Adapun masalah utama dalam memutuskan investasi yaitu prediksi profit suatu investasi. Harapan dalam berinvestasi yaitu tingkat pengembalian (return) lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Hal lain yang selalu mengiringi tingkat pengembalian adalah risiko. Pengaturan risiko ini juga memerlukan sebuah pengelolaan yang profesional, karena keuntungan yang diharapkan mempunyai

hubungan positif dengan tingkat risiko investasi. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi investor.
Fenomena maraknya reksa dana dimulai sejak tahun 2001. Berdasarkan sumber yang ada, Reksa dana mengalami perkembangan yang pesat dan signifikan sejak tahun 2001 hingga 2009. Hal tersebut dikarenakan kondisi perekonomian di Indonesia mulai membaik dan stabil. Jenis reksa dana itu sendiri cukup banyak, seperti reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, reksa dana saham dan reksa dana campuran. Berkembangnya reksa dana yang ada di Indonesia dapat dilihat dari total nilai aktiva bersih reksa dana yang mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada awal tahun 2001 triwulan pertama total nilai aktiva bersih reksa dana hanya terkumpul sebesar Rp. 9,47 T sedangkan pada akhir tahun 2009 triwulan keempat total nilai aktiva bersih reksa dana meningkat tajam sebesar Rp. 109,64 T. (Bank Indonesia, 2001-2009)
Sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, perusahaan lebih banyak mengandalkan kredit bank untuk membiayai investasi mereka. Namun, dengan adanya sumber dana dari masyarakat investor melalui reksa dana, emiten/perusahaan akan lebih mudah untuk membiayai kegiatan investasinya tanpa mengandalkan pihak perbankan. Di lain sisi, investor pun mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan perusahaan tersebut.
Reksa Dana tidak hanya memberikan manfaat secara langsung kepada emiten maupun investor tetapi juga secara tidak langsung akan memberikan manfaat bagi industri pasar modal dan bagi pertumbuhan ekonomi karena turut menjadi salah satu penopang berputarnya roda perekonomian, yakni sebagai intermediary (perantara)

yang menyediakan sumber dana bagi kegiatan investasi. Keberhasilan penggalangan dana masyarakat untuk tujuan investasi ini pada akhirnya akan berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang berorientasi pada penggunaan sumber dana dalam negeri. Hal ini akan dapat memperbaiki struktur pembiayaan nasional yang selama ini sangat tergantung pada pinjaman luar negeri.
Semangat investasi pada reksa dana adalah market-based return yang berarti mekanisme pasarlah yang akan menentukan besar kecilnya rate of return yang akan diperoleh oleh seorang investor (Agus Sugiarto,2003:4). Hal tersebut menjadikan masyarakat mulai menyadari bahwa tingkat pengembalian (yield) investasi di reksa dana ternyata lebih tinggi dari investasi deposito atau produk perbankan lainnya dimana tingkat pengembalian industri reksa dana ini didukung oleh faktor makroekonomi seperti pertumbuhan GDP, kondisi moneter, suku bunga SBI, nilai tukar rupiah dan laju inflasi. Akan tetapi, faktor makroekonomi jugalah yang membuat kinerja reksa dana terpuruk.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen hutang (debt instrument) karena aset ini mengharuskan penerbitnya melakukan pembayaran kembali dalam jumlah tertentu yang terdiri dari nilai pokok ditambah bunga. Tingkat suku bunga SBI ditentukan pada pelelangan di kantor pusat Bank Indonesia pada hari Rabu setiap minggunya.
Sertifikat Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap perkembangan reksa dana yakni jika tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan maka tingkat suku bunga deposito berjangka juga akan naik sehingga penanaman modal dalam bentuk deposito berjangka menjadi lebih menarik, disisi lain tingkat bunga pinjaman

perbankan juga akan naik yang akan menyebabkan turunnya pendapatan perusahaan karena peningkatan jumlah pembayaran bunga hutang sehingga penanaman modal pada reksa dana juga akan berkurang, akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana juga akan mengalami penurunan. Apabila dibandingkan berdasarkan data yang diperoleh terhadap salah satu sampel tahunan, pada tahun 2009 triwulan pertama pada tingkat suku bunga SBI 8,74 persen, total nilai aktiva bersih (NAB) sebesar Rp 75,03 Triliun sedangkan ketika pada tahun 2009 triwulan keempat, ketika tingkat suku bunga SBI mengalami penurunan menjadi 6,59 persen, total nilai aktiva bersih (NAB) mengalami kenaikan yakni menjadi Rp 109,64 Triliun. (Bank Indonesia; 2001-2009)
Selain itu, nilai tukar/kurs (exchange rate) juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan reksa dana. Nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar AS merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perkembangan dunia usaha. Fluktuasi nilai tukar yang berlebihan (over fluctuation) merupakan kendala operasional yang paling ditakuti oleh para pengusaha, karena di dalam dunia usaha sangat diperlukan kestabilan dan kepastian dalam perencanaan usaha dan investasi.
Kestabilan nilai mata uang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraaan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi maupun investasi, sehingga perekonomian nasional dapat bergairah. Demikian pula apabila nilai tukar tidak stabil maka akan mempersulit dunia usaha dalam perencanaan kegiatan bisnis, baik dalam kegiatan produksi dan maupun dalam investasi.
Nilai tukar mata uang suatu negara dikatakan mengalami apresiasi jika nilai mata uangnya menurun relatif terhadap mata uang negara lain dan dikatakan depresiasi jika nilai mata uangnya meningkat relatif terhadap mata uang negara lain. Apresiasi rupiah terhadap mata uang dollar AS menggambarkan bahwa perekonomian negara mengalami perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi dalam berinvestasi sehingga meningkatkan permintaan terhadap reksa dana, akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana juga akan meningkat, dan sebaliknya. Pada tahun 2009 triwulan pertama nilai rupiah berada pada posisi Rp 11.637/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana sebesar Rp 75,03 Triliun sedangkan pada tahun yang sama tetapi pada triwulan keempat dimana nilai rupiah mengalami apresiasi yakni Rp 9.494/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) mengalami peningkatan menjadi Rp 109,64 Triliun.
Dewasa ini perkembangan pasar modal di Indonesia sangat pesat. Setiap hari senantiasa terdengar pemberitaan situasi bursa efek yang saling berkaitan dengan kondisi perekonomian, sosial, dan politik negara. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal dengan bursa efek yang dinamis tidak akan pernah ketinggalan zaman. Keadaan-keadaan itu yang turut membuat pasar modal berkembang. Adalah sulit atau tidak mungkin membayangkan pasar modal berkembang pesat jika dalam suatu negara berlangsung perkembangan makroekonomi sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi yang negatif atau stagnan yang dapat menyebabkan nilai dari produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan, tingkat inflasi yang double digit atau sampai dengan hyper inflation, cadangan devisa yang amat tipis yang disertai defisit neraca transaksi berjalan yang amat tinggi, perolehan ekspor yang rendah dan

kebutuhan impor yang tidak bisa dipenuhi lagi karena terbatasnya devisa yang tersedia.
Kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa pertumbuhan dari produk domestik bruto (PDB) juga mengalami peningkatan. Produk domestik bruto merupakan nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. Produk domestik bruto juga salah satu kekuatan yang mendukung prospek reksa dana yang ada di Indonesia. Peningkatan nilai dari produk domestik bruto (PDB) menunjukkan bahwa produksi dari suatu negara juga semakin meningkat sehingga pendapatan dari masyarakat rumah tangga juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut berarti menunjukkan peningkatan dari kesejahteraan dan harapan hidup seseorang. Hal tersebut akan membuat seseorang berpikir mengenai masa depan dan akan membawa dampak pada perlunya penempatan dana yang umumnya disisihkan dari pendapatan, tetapi diharapkan dapat akan meningkatkan nilainya di masa datang. Dengan kata lain, peningkatan produk domestik bruto (PDB) tersebut dapat meningkatkan ekspetasi masyarakat dalam berinvestasi. Salah satunya yakni dengan berinvestasi pada reksa dana yang dapat memberikan tingkat pengembalian (yield) yang tinggi.
Berdasarkan ilustrasi di atas dan dengan memperhatikan keadaan ekonomi yang terus berkembang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto (PDB), dan Nilai Tukar Terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?
1.3 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah dan uraian teoritis di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.
3. Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi investor dalam hal mengelola kegiatannya, khususnya dalam hal berinvestasi di pasar modal.
2. Sebagai sumbangan pemikiran ataupun ilmu pengetahuan bagi instansi terkait, masyarakat, maupun mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi , khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
4. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian bagi penulis.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi