BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian adalah
salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara kita karena
sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang sedang
terjadi. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai salah satu
sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu
pemulihan ekonomi nasional (Husodo et al, 2004). Peran pertanian sebagai tulang
punggung perekonomian nasional (R. Abdoel Djamali, 2000:2) terbukti tidak hanya
pada saat situasi normal, tetapi terlebih lagi dalam waktu krisis. Tahun
1986-1987 pada saat harga minyak turun sangat tajam dalam waktu yang sangat
singkat. Tahun 1997-1999
adanya krisis ekonomi dan krisis keuangan atau
moneter. Kedua peristiwa tersebut, sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat.
Sektor pertanian berperan sebagai katup pengaman ekonomi nasional. Sektor
pertanian berfungsi sebagai penyedia pangan dan penciptaan kesempatan kerja
bagi yang terkena dampak secara langsung dari krisis moneter yaitu dengan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam kerangka pembangunan nasional, mandat
utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan yang cukup bagi
penduduknya dan pendukung pengembangan sektor-sektor lainnya. Misi utama sektor
pertanian adalah menghasilkan pangan yang cukup dan berkualitas untuk seluruh
penduduknya dengan harga yang wajar (Suryana : 2003)
Sektor
pertanian dengan produksi berbagai komoditas bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan nasional telah menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan sebagai
penyangga perekonomian nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 1998,
menunjukkan bahwa sektor pertanian satu-satunya sektor ekonomi yang mampu
bertahan dengan hubungan yang positif pada tahun 1998 sebesar 0,26% sementara
sektor-sektor lainnya terpuruk diantara pertumbuhan ekonomi nasional yang
tumbuh negatif (-13%) hal ini membuktikan bahwa dalam era reformasi, sektor
pertanian mempunyai posisi yang strategis dan diharapkan berperan di garis
depan sebagai sektor andalan dan menjadi penghela ekonomi dalam mengatasi
krisis seperti sekarang ini. Hal tersebut bukanlah mustahil, mengingat
Indonesia telah lama di kenal sebagai Negara agraris lebih dari 50% penduduknya
hidup dari kegiatan yang langsung berhubungan dengan pertanian dan pedesaan.
Dengan lahan yang luas, tingkat kesuburan yang tinggi serta jumlah tenaga kerja
yang melimpah dapat diharapkan sektor pertanian menjadi tumpuan pertumbuhan
ekonomi nasional kita ( Oudejan, 2006). Bagi Negara berkembang sektor pertanian
merupakan sektor penting seperti Indonesia yang dapat memberikan sumbangan
dalam kegiatan ekonomi. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagaian besar
penduduknya dan memberikan lapangan pekerjaan.
Berdasarkan
hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam kurun waktu 1983-2003 meningkat
namun dengan jumlah lahan pertanian menurun, sehingga rata-rata pemilikan lahan
per petani menyempit dari 1,30 Ha menjadi 0,70 Ha per petani. Dengan luasan
lahan usahatani seperti ini, meskipun produktivitas per luas
lahan
tinggi, namun tidak dapat memberikan pendapatan petani yang cukup untuk
menghidupi rumah tangga dan pengembangan usaha mereka. Untuk tetap
mempertahankan dan meningkatkan peran tersebut, sektor pertanian menghadapi
berbagai perubahan sebagai akibat dari globalisasi yaitu: (i) semakin
terbukanya pasar dan meningkatnya persaingan; (ii) meningkatnya tuntutan
kebijakan pertanian yang berlandaskan mekanisme pasar (market oriented
policy) dan (iii) semakin berperannya selera konsumen (demand driven) dalam
menentukan aktivitas di sektor pertanian. Sektor pertanian, yang mencakup
tanaman bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan
kehutanan, pada tahun 2003 menyerap 46,3 persen tenaga kerja dari total
angkatan kerja, menyumbang 6,9 persen dari total nilai ekspor non migas, dan
memberikan kontribusi sebesar 15 persen dari PDB nasional. Sektor pertanian
juga berperan besar dalam penyediaan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan
dalam rangka memenuhi hak atas pangan.
Untuk
tanaman hortikultura, Indonesia memiliki 323 komoditas hortikultura, yang
terdiri dari buah-buahan, sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. dan dalam hal
ini sudah sejak tahun 2000 Departemen Pertanian menetapkan 10 komoditas
hortikultura utama, yaitu pisang, jeruk, mangga, manggis dan durian untuk
buah-buahannya; kentang, cabe dan bawang merah untuk sayuran; anggrek untuk
tanaman hias dan rimpang untuk biofarmaka.(www.amarta.net).
Tanaman
jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sudah lama dibudidayakan
di Indonesia dan di negara-negara tropis Asia lainnya. Tanaman jeruk memang
berasal dari negara-negara tropis Asia, termasuk di
wilayah
Indonesia. Jeruk yang ada di kawasan Indonesia dan juga di kawasan Asia lainnya
sangat diminati oleh orang-orang dari Negara Eropa (AAK, 1994). Hingga saat ini
buah jeruk masih merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang menjadi
andalan di sektor pertanian indonesia. Komoditas ini tumbuh dan berkembang di
beberapa daerah dan masing-masing mempunyai spesifikasi sendiri. Perbedaan
iklim dan faktor lingkungan lainnya menjadikan komoditas ini berkembang menurut
kondisi tempat tumbuhnya. Dengan demikian, jenis jeruk yang berkembang terdiri
dari beberapa macam dan menyebar menjadi terkenal sebagai buahan spesifik daerah.
Contoh di Indonesia dikenal jeruk siem madu yang disebut jeruk Medan yang
banyak di tanami di Kabupaten Karo, jeruk siem Pontianak, jeruk keprok Malang,
jeruk keprok maga dan jeruk kacang. Masing-masing jenis spesial ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan sendiri sehingga sulit dibandingkan mana yang lebih
unggul.
Buah
jeruk bukan hanya dinikmati rasanya yang segar saja, melainkan buah jeruk juga
sebagai pelepas dahaga dan sebagai buah pencuci mulut, ternyata buah jeruk
memiliki khasiat ganda, yaitu disamping dapat diolah menjadi minuman atau
makanan juga dapat dimanfaatkan untuk obat. Contohnya jeruk dapat menurunkan
demam dengan cara mengompreskan cairan jeruk dikening orang yang menderita
sakit. air buah jeruk juga dapat dipakai untuk tetes mata penyembuh radang,
setelah dicampur dengan air bersih. jeruk dapat juga diperas dan dicampur
dengan air panas untuk dijadikan minuman segar. Sehubungan dengan tingginya
kadar vitamin C pada buah jeruk, maka buah jeruk dapat diolah menjadi
tablet-tablet Vitamin C atau dimakan langsung untuk menyembuhkan penyakit gusi
berdarah dan penyakit influensa. Kulit-kulit buah jeruk dapat
digunakan
untuk campuran sabun pencuci piring, untuk menghilangkan bauh anyir pada
permukaan piring. apalagi jika pemeliharaan dan pengolahannya diperhatikan
dengan baik, diharapkan usaha ini akan mendatangkan keuntungan yang berlipat
ganda.(AAK, 1994). Untuk perkembangan tanaman jeruk di Indonesia juga harus
memperhatikan pengembangan pertanian secara keseluruhan. Pengembangan suatu
jenis komoditi sering mengakibatkan pengembangan jenis komoditi lainnya yang
mematikan seperti kasus kontroversi lahan sawah menjadi lahan Hortikultura.
Masalah ini banyak kepentingan yang perlu dipertimbangkan. Pihak petani yang
satu berkepentingan meningkatkan pendapatan dan dipihak yang lain petani
berkepentingan untuk mempertahankan swasembada beras (Anonimous, 1993). Hingga
saat ini pengembangan sentra produksi jeruk baru terbatas di 10 provinsi dengan
luas areal tidak kurang 5.651.388 hektar, dan daerah sentra produksi utamanya
masih terbatas di Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Namun pada dasarnya
usahatani jeruk dikembangkan di hampir seluruh wilayah Indonesia hanya belum
berbentuk suatu hamparan melainkan berupa kantung-kantung produksi dengan
luasan 1-5 hektar (Sinar Tani, Agustus, 2005).
Sentra
produksi jeruk utama di Provinsi Sumatera Utara dan wilayah pengembangannya
terdapat di Kabupaten Karo dan daerah lainnya seperti Langkat, Tapanuli
Selatan, Tapanuli Utara, Simalungun dan Tapanuli Tengah. Pada kurun waktu tahun
2005-2009, luas areal tanam komoditas jeruk di Kabupaten Karo memperlihatkan
kecenderungan penurunan sebesar 0,30 persen
per
tahun. Demikian pula pertumbuhan luas areal panen komoditas jeruk di lokasi
penelitian yaitu di Kabupaten Karo menunjukkan penurunan sebesar 1,23 persen
per tahun. Bila dilihat dari segi peningkatan produksinya yaitu mencapai 1,22
persen/tahun di Kabupaten Karo. Peningkatan produksi jeruk di wilayah ini
tampaknya lebih dominan disebabkan oleh meningkatnya luas panen. Hal ini
terlihat karena laju peningkatan peroduktivitasnya relatif kecil yaitu 0,01
persen/tahun di Kabupaten Karo.
Berastagi
merupakan salah satu daerah yang ada di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara,
memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan usahatani jeruk. Tetapi
dalam perkembangannya terjadi
penyempitan
lahan yang disebabkan oleh pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi
pengembangan pariwisata. Dalam hal ini tanaman jeruk di berastagi selain jumlah
dan luas pertanaman dan produksinya masih perlu ditingkatkan, juga perlu adanya
penerapan teknologi budidayanya yang ditingkatkan, khususnya di tingkat petani.
Rendahnya produksi dan pendeknya umur jeruk di berastagi yang disebabkan oleh
serangan penyakit yang membuktikan bahwa teknik budidaya belum sepenuhnya
diterapkan. Dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh usahatani jeruk seperti
di atas maka penulis ingin menganalisis dan tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani
Jeruk Di Berastagi ( studi kasus Kabupaten Karo ). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut yaitu:
1.
Apakah harga jeruk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi
kabupaten Karo ?
2.
Apakah biaya pupuk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi
kabupaten Karo ?
3.
Apakah hasil panen berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi
kabupaten Karo ?
1.3
Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian yang kebenarannya harus di uji secara empiris. Berdasarkan perumusan
masalah di atas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut : 1. Harga jeruk
berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten
Karo, ceteris paribus. 2. biaya pupuk berpengaruh negatif terhadap
pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo, ceteris paribus. 3.
Hasil panen berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten
Karo, ceteris paribus. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan
permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut yaitu untuk:
1.
Mengetahui apakah Harga jeruk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di
Berastagi.
2.
Mengetahui apakah Biaya pupuk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di
Berastagi.
3.
Mengetahui apakah Hasil panen berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di
Berastagi.
1.5
Manfaat Penelitian Adapun Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai:
1.
Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah ataupun bagi instansi
yang terkait, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Karo.
2.
Bahan informasi dan referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan khususnya
penelitian mengenai analisis pendapatan petani jeruk.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
mahasiswa/i Fakultas Ekonomi, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
4.
Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin
ilmu yang penulis tekuni.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi