1BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sudah
berabad-abad lamanya ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga, dan hampir semua
transaksi khususnya dalam perbankan dikaitkan dengan bunga.pengalaman ratusan
tahun dalam dominasi bunga telah membuktikan ketidakberdayaan sistem ini dalam
menjembatani ketimpangan ekonomi, bahkan menjadi faktor terjadinya ketimpangan
ini. Banyak orang kaya yang menjadi semakin kaya di atas beban orang lain,
begitu juga banyak negara mencapai kemakmurannya di atas kemiskinan negara
lain. Kesenjangan ekonomi semakin melebar antara negara maju dan negara
berkembang, sedangkan di dalam negara berkembang kesenjangan itu semakin dalam
(Antonio, 2001)
Atas fenomena
seperti diatas hanya sedikit orang yang menyadari bahaya bunga bagi terciptanya
keadilan ekonomi. Pemerintah diberbagai negara menjadi sangat sibuk dengan
sistem bunga dan yang sudah menjadi build-in dalam sistem itu adalah sifat
kapitalistik dan diskriminatif. Dan karena kelemahan sistem itu pula pemerintah
di negara-negara bersangkutan menjadi sibuk menambal kekurangan itu dengan
berbagai program dan peraturan yang memaksa orang yang diuntungkan agar menaruh
simpati kepada orang yang merasa di rugikan dalam sistem bunga itu. (Machmud,
2010)
Walaupun
demikian kita patut bersyukur ketika dominasi itu berada dipuncaknya,
Undang-Undang no. 7 tahun 1992 dengan segala ketentuan dan
1keputusan yang
mendukung UU tersebut telah mengundang lembaga keuangan syariah yang anti riba.
Kedatangan lembaga keuangan ini disambut dengan perasaan suka cita oleh
berbagai kalangan umat Islam, dukungan mereka diwujudkan dengan berdirinya
lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank.
Fenomena
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan sistem perbankan yang
sesuai dengan prinsip syariah mendapat respon positif dari pemerintah,
dikeluarkannya UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang menetapkan bahwa
perbankan di Indonesia menganut dual banking sistem, yaitu perbankan
konvensional dan perbankan syariah. Perundang-undangan tersebut selanjutnya
disempurnakan dengan UU No.10 tahun 1998, guna memberikan landasan hukum yang
lebih jelas bagi operasional perbankan syariah nasional (Wirdyaningsih,2005).
Dalam UU
tersebut tertulis kedudukan bank syariah di Indonesia secara hukum mulai
menjadi kuat. Bahkan bukan hanya itu saja, disitu tertulis bahwa bank
konvensional diperbolehkan membuka unit yang berbasis syariah. Sejak saat itu
mulailah bermuculan bank konvensioanl yang membuka unit-unit bank syariah.
Pertimbangan
perubahan Undang-undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tantangan
keuangan yang semakin maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastuktur memasuki
era globalisasi. Jadi adopsi perbankan syariah dalam system perbankan nasional
bukanlah semata-mata mengakomodasikan kepentingan penduduk Indonesia yang
kebetulan sebagian
1besar muslim,
namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih pada perbankan
syariah dalam menjambatani perekonomian.
Bila kita
melihat ke belakang pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang melanda
Negara-negara Asia, termasuk negara kita. Peristiwa ini sekaligus membuktikan
tentang betapa besarnya efek negatif yang ditimbulkan oleh sistem bunga yang
diterapkan pada bank konvesional terhadap inflasi, investasi, produksi,
pengangguran, dan kemiskinan hingga memorak-porandakan hampir semua aspek sendi
kehidupan ekonomi dan sosial politik negara kita. Seperti kita ketahui pada
bank syariah, sistem yang digunakan adalah bagi hasil pada akhir tahun (bukan
sistem bunga yang seperti yang dilakukan pada bank konvensional). Return yang
diberikan kepada nasabah pemilik dana pun ternyata lebih tinggi daripada bunga
deposito yang diberikan oleh konvensional. Itulah alasan yang menjadikan bank
syariah tetap kokoh dan tidak terpengaruh oleh krisis yang terjadi (Amir
Machmud, 2010)
Masyarakat
banyak menaruh harapan kepada bank untuk menjadi tempat penyimpanan dana yang
aman bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan.
Bank juga diharapkan bias melakukan kegiatan pengkreditan dan berbagai jasa
keuangan yang dapat melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme
perekonomian. Dengan memberikan kredit kepada beberapa sector perekonomian,
bank diharapkan dapat melancarkan arus barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen. Bank juga ternyata merupakan pemasok dari sebagian besar uang yang
beredar yang digunakan
1sebagai alt
tukar atau alat pembayaran, sehingga diharapkan dapat mendukung berjalnnya
mekanisme kebijaksanaan moneter (Wirdyaningsih, 2005).
Sebagaimana kita
maklumi, perbankan syariah adalah salah satu unsur dari sistem keuangan
syariah. Kesemarakan perkembangan perbankan syariah nasional juga diikuti
dengan lembaga-lembaga keuangan syariah dan kegiatan ekonomi yang
diidentifikasikan sebagai sesuai dengan sistem syariah
Bank adalah
lembaga keuangan yang tugas pokoknya mengumpulkan dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat, selain itu bank juga memberikan jasa-jasa
keuangan, pembayaran pembiayaan lainnya, sebagai lembaga keuangan yang mendapat
kepercayaan masyarakat atas dananya. Bank-bank berusaha semaksimal mungkin
melakukan dana tarik (insentif) ekonomi berupa bunga tinggi, bonus serta
hadiah-hadiah yang menarik. Berbagai langkah dilakukan bank dengan tujuan
menghimpun dana masyarakat, yang salah satu caranya adalah dengan meningkatkan
jumlah nasabah (Antonio,2001)
Arah dari sistem
pengendalian dan kebijakan moneter yang baru tersebut agar untuk waktu selanjutnya
dana pengkreditan perbankan akan semakin mengutamakan sumber dana perkreditan
perbankan akan semakin mengutamakan sumber dana yang berasal dari tabungan
masyarakat. Dalam arti kata lain, dengan kebijakan yang baru tidak diharapkan
dapat menumbuhkan iklim yang sehat dan kepastian bagi dunia usaha serta
masyarakat umum agar mereka dapat lebih berperan dalam pembangunan nasional.
Kebijaksanaan
pengerahan dana tersebut ternyata membawa hasil yang cukup mengembirakan
meskipun hal itu membawa dampak kenaikan tingkat suku
1bunga deposito
dan bentuk simpanan yang lain. Sasaran pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya diupayakan melalui perluasan kesempatan berusaha, kesempatan
kerja, pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, serta penyebaran
pembangunan ke seluruh wilayah tanah air. Untuk itu kebijakan moneter diarahkan
pada upaya peningkatan kemampuan usaha golongan ekonomi lemah termasuk
koperasi, pengembangan laju pembangunan daerah secara lebih merata serta
menunjang usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja.
Masalah yang
timbul akibat kondisi perbankan Indonesia yang semakin kompetitif, canggih, dan
dinamis yakni : Persaingan semakin tajam dalam memperbutkan dana dan nasabah,
keuntungan akan semakin menipis karena berkurangnya margin dan bertambahnya
biaya operasi, otomatisasi semakin meningkat dan berlangsung lebih cepat,
nasabah-nasabah semakin menuntut kenyamanan serta harga dan pelayan yang lebih
baik, bank-bank semakin sulit memperoleh staf-staf yang berkualitas dan
professional, persaingan dari lembaga keuangan non bank semakin meningkat, dan
yang terakhir bank-bank lokal akan memperoleh tekanan persaingan dari bank-bank
yang memiliki jaringan operasi nasional dan internasional. (Rivai 2010)
Sejalan dengan
semakin ketatnya tingkat persaingan di pasar bebas tersebut maka upaya untuk
membangun konsep Prudential Banking yang sehat berlandaskan prinsip
kehati-hatian dalam perbankan dan upaya untuk mempertahankan pertumbuhan
ekonomi yang cukup memadai sebesar 6% per tahun di Indonesia.
1Kita dapat
memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, tetapi pendapatan yang tinggi ini
dapat pula disertai biaya hidup yang makin tinggi. Selama 2004-2009, daya beli
masyarakat memang mengalami kemajuan, tetapi tidak sedramatis yang
diperlihatkan dengan statistik pendapatan nominal.
Perbankan
Syari'ah dikenal sebagai Islamic bangking, kata Islamic pada
awalnya dikembangkan sebagai satu respon dari kelompok ekonomi dan praktiksi.
Perbankan Muslim yang berusaha mengakomodir berbagai pihak yangmenginginkan
agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai
moral dan prinsip-prinsip Syari'ah Islam khususnya yang berkaitan dengan
pelarangan praktek riba, kegiatan yang bersifat spekulatif yang serupa dengan
perjudian (maisyir), ketidakpastian (qharar) dan pelanggaran
prinsip keadilan dalam transaksi serta keharusan penyaluran dana investasi pada
kegiatan usaha yang etis dan halal secara Syari'ah (Antonio,2001)
Seiring dengan
perputaran waktu, perkembangan bank syariah mengalami booming pada era
reformasi yang di tandai dengan perubahan UU No. 7 tahun 1992 menjadi UU No.10
tahun 1998 tentang perbankan.7 Dalam Undang-Undang tersebut diatur dengan rinci
landasan hukum jenis-jenis usaha yang di operasikan dan diimplementasikan oleh
bank syariah. Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank
konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversikan dirinya
secara total menjadi bank syariah, tampak peluang tersebut disambut antusias
oleh masyarakat perbankan, dimana sejumlah bank mulai memberikan perhatian
dalam bidang perbankan syariah, itu terbukti dengan banyaknya bank konvensional
yang sudah membuka cabang syariah salah
2satunya yang
membuka cabang syariah adalah Bank Syariah Mandiri untuk melayani masyarakat
yang menginginkan sistem perbankan berdasarkan prinsip syariah dalam rangka
mewujudkan bank mandiri syariah sebagai universal banking (Wirdyaningsih,2005)
Konsep perbankan
syariah adalah hal yang baru dalam dunia perbankan di Indonesia, terutama
apabila dibandingkan dengan penerapan konsep perbankan konvensional. Konsep
perbankan syariah sendiri di Indonesia mulai diperkenalkan dengan mulai
beroperasinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. dan menjadi bank umum
syariah pertama di Indonesia. Pergerakan perbankkan syariah di Indonesia ibarat
mesin diesel. Perlahan tapi pasti. Ia terus maju, walaupun hidup berdampingan
dengan bank konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di peta industri
perbankan di tanah air.
Menurut Antonio
(2001) terdapat perbedaan mendasar antara bank konvensional dengan bank
syariah. (1) dari segi akad dan aspek legalitas: akad yang dilakukan bank
syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam. Jika terjadi perselisihan antara nasabah dengan bank,
maka bank syariah dapat merujuk kepada UU No.3 tahun 2006 yang memberikan
kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk menangani perkara perbankan syariah
yang penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam. (2) Struktur Organisasi: Bank
Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional. Tapi unsur
yang membedakan adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas
mengawasi operasional bank dan produknya agar sesuai dengan garis-garis
syariah. 3) Bisnis dan usaha yang
2dibiayai:
Bisnis dan usaha yang dilakukan tidak terlepas dari saringan syariah. (4)
Lingkungan kerja dan corporate culture: dalam hal etika sifat amanah dan
shiddiq melandasi setiap karyawan sehingga tercipta profesionalisme yang
berdasarkan Islam.
Prinsip
perbankan syariah merupakan aturan dasar yang berdasarkan hukum Islam,
khususnya aturan muamalat yang mengatur hubungan antara bank dengan pihak lain
dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana serta kegiatan perbankan syariah
lainnya. Adapun prinsip operasional lain yang lazim dilakukan oleh bank syariah
dalam kegiatan usaha dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta mendapat persetujuan Bank Indonesia dan Dewan Syariah
Nasional (PKES, 2008).
Bank sebagai
lembaga keuangan perlu mengkomunikasikan setiap produk yang mereka tawarkan.
Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui dan memiliki minat membeli manfaat
dari produk yang di tawarkan sesuai dengan kebutuhannya dan keinginannya.
Banyak bank menawarkan produknya, baik produk baru atau suatu pengembangan dari
produk lama. Diantara mereka ada yang gagal dan tidak sukses dalam merebut
kepuasan konsumen. Hal ini disebabkan karena pasar pembeli yang selalu
berubah-rubah. Beberapa kepuasan nasabah yang dimaksud antara lain yakni :
Keamanannya terjamin atau penarikannya mudah dilakukan, mudah dan praktis,tidak
berbelit-belit jika kita ingin mendepositokan uang dan mudah dipindahkan ke
rekening giro atau tabungan serta mudah memindahkan dana dalam jumlah besar dan
kecil dan rasa bangga menabung di bank yang bersangkutan.
2Faktor pertama
yang mempengaruhi jumlah tabungan haji yakni pendapatan per kapita kota Medan.
Pepatah lama berbunyi "Ada gula ada semut". Jika di suatu daerah ada
kehidupan yang lebih baik, maka orang akan mendatangi daerah tersebut.
Begitulah kota Medan sebelum dan pasca 2000-an. Sekarang kota ini mencatat
sekitar 500.000 jiwa pendatang kerja atau disebut komuter dan sekitar 133.500
jiwa (15,1%) pengangguran terbuka. Pasalnya jelas, pendapatan per kapita kota
Medan Rp2,3 juta pada tahun 1998 menjadi Rp13,2 juta pada tahun 2006. Bertambah
5,7 kali atau tumbuh 474 persen, alias meroket. Itu kalau berdasarkan harga
konstan. Jika diukur berdasarkan harga berlaku angkanya adalah Rp4,8 juta pada
tahun 1998 menjadi Rp23,7 juta pada tahun 2006 atau naik 5,6 kali. Kedua metode
tersebut menempatkan Medan sebagai daerah yang paling menjanjikan kehidupan
yang lebih menyenangkan. Dalam pengertian lain, pertumbuhan ekonomi kota ini
sangat mengagumkan selama tahun 2000-an ini. Oleh karena itu pada tataran
Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan harga konstan posisi ekonomi kota ini
meroket dari urutan kedelapan pada tahun 1998 menjadi nomor satu pada tahun
2006. Pendapatan per kapita yang semakin meningkat setiap tahunnya akan
mempengaruhi jumlah tabungan haji. Karena minat akan menabung didukung oleh
naiknya tingkat pendapatan. Ini menandai kesejahteraan masyarakat juga
meningkat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat mampu
menabung. (Waspada online, Februari 2008)
Faktor kedua
yang mempengaruhi jumlah tabungan haji yakni jumlah penduduk muslim di Medan.
Pada tahun 1985 jumlah penduduk muslim sekitar 1,06 juta jiwa. Angka ini
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
22006 jumlah
penduduk muslim 1,4 juta jiwa. Dengan penduduk muslim yang dominan di Medan
maka kesempatan meningkatnya jumlah tabungan haji di Medan. Dengan didukung
oleh lembaga-lembaga maupun bank yang menyediakan jasa penyimpanan tabungan
haji dengan berbagai kemudahan sehingga semakin memudahkan masyarakat muslim
untuk menunaikan rukun Islamnya. (BPS Sumut).
Faktor ketiga
yang mempengaruhi jumlah tabungan haji yakni inflasi. Di negara berkembang,
inflasi dapat menekan tingkat tabungan karena adanya dorongan melakukan
pengeluaran untuk barang-barang tahan lama sehingga akan menurunkan tingkat
tabungan. Inflasi akan mendorong orang untuk mengganti aset nominal menjadi
aset riil. Memasuki pertengahan tahun 1997, situasi moneter berubah dengan
cepat. Rupiah mendapatkan tekanan-tekanan depresiatif yang sangat besar berawal
dari krisis nilai tukar Thailand dan kemudian menyebar ke ASEAN lainnya
termasuk Indonesia dan Korea Selatan. Penyebab utama tekanan nilai tukar
tersebut adalah menurunnya kepercayaan investor asing terhadap perekonomian
Indonesia.
Dilihat dari
sisi permintaan, malambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 terutama
diakibatkan oleh melemahnya permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah
tangga dan investasi swasta. Melambatnya konsumsi rumah tangga terutama terjadi
pada paro kedua tahun 1997, merupakan cerminan dari menurunnya daya beli
masyarakat sebagai akibat dari peningkatan laju inflasi yang disertai dengan
melambatnya.kegiatan pada sektor pertanian mendorong kenaikan harga barang dan
jasa secara umum. Keadaan ini masih diperburuk oleh
2melambatnya
peningkatan penghasilan masyarakat sebagai akibat rasonalisasi yang terjadi
pada dunia usaha. Sementara itu melemahnya kegiatan investasi swasta yang
meulai terlihat sejak semester II merupakan dampak dari melemahnya permintaan
yang disertai dengan peningkatan biaya produksi dan kesulitan keuangan yang
dihadapi sektor usaha sehubungan dengan merosotnya nilai nukar rupiah.
Disamping itu ketatnya likuiditas perbankan juga mendorong melemahnya kegiatan
investasi. Dalam tahun laporan (1997/1998), suku bunga mengalami kenaikan tajam
sejalan dengan langkah pengetatan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Faktor keempat
yang mempengaruhi jumlah tabungan haji yakni jumlah ongkos naik haji (ONH).
Ongkos naik haji di Indonesia pernah menggunakan jalur laut dan berdikari yakni
sekitar tahun 1979 sampai dengan 1978. Perjalanan haji menggunakan pesawat
dimulai pada tahun 1952 dengan ongkos Rp. 16.650. Pada tahun 1978 seluruh
jamaah haji diangkut melalui jalur udara. Ongkos haji yang semakin meningkat
berpengaruh terhadap jumlah tabungan haji. Pada tahun 1990 ONH dikenakan
sebesar Rp. 5.320.000. Pada tahun 2001 ONH dikenakan sistem paket yakni paket A
sebesar Rp 21.500.000, paket B sebesar Rp 20.500.000, dan paket C sebesar Rp.
19.500.000. Tetapi mulai tahun 2002 ONH disesuaikan pada kurs Dolar dan
ditambah uang administrasi yang besarnya berbeda-beda setiap tahunnya (Bidang
Hazwa Kanwil Depsu).
Faktor kelima
yang mempengaruhi jumlah tabungan haji yakni kuota haji. Dalam hal ini kuota
haji Sumatera Utara tidak mengalami perubahan yang drastis. Ini diakibatkan
sudah adanya ketentuan dari pemerintah Arab Saudi tentang kuota
2yang diberikan
kepada masing-masing negara. Sehingga negara masing-masing memberikan kuota
yang terbatas kepada masing-masing daerah. Hal ini menyebabkan calon jamaah
haji harus sabar untuk menunaikan ibadah haji karena antusias penduduk Islam
untuk beribadah haji semakin meningkat setiap tahunnya. Ini didukung oleh
pendapatan per kapita yang semakin meningkat dan kesadaran bahwa pentingnya
ibadah Haji sebagai kewajiban bagi umat Islam yang mampu secara lahir dan
batin.
Bank mandiri
syariah merupakan salah satu bank syariah yang mengeluarkan produk-produknya
berdasarkan prinsip syariah, salah satu produknya adalah tabungan haji.
Tabungan Haji merupakan salah satu produk dari perbankan syariah yang memakai
sistem mudharabah yang mana tabungan pemilik dana yang penyetorannya dan
penarikannya dapat dilakukan sesuai perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan bunga, sebagai pembentukan
laba bagi bank islam tetapi diberikan bagi hasil, variasi jenis simpanan yang
berakad mudhorobah dapat dikembangkan ke dalam berbagai variasi tabungan,
sesuai kebutuhan masyarakat asalkan tidak melanggar syara.
Dan sebelumnya
sistem mudharabah sudah berlaku sebelum Islam datang. Kita ketahui bahwa
khodijah adalah seorang wanita kaya selalu memberi uang kepada orang lain untuk
menjalankan sebagai modal usaha, rasulullah juga pernah membawa dagangan Siti
khodijah ke Syria (Syam). Perniagaan itu dapat keuntungan yang banyak dan
beliau itu mendapat keuntungan dari bagian itu.kemudian sesudah datang, praktek
mudharabah masih tetap berjalan. Pada saat
2Islam melakukan
khaibar, rasulullah menyerahkan pertanian pada orang Yahudi (atas dasar
permintaan mereka) dengan syarat berbagi keuntungan sama banyak dengan umat
Islam.
Alasan atau
motivasi utama dalam memanfaatkan produk penghimpunan dana adalah keamanan,
pelayanan yang cepat, dan kemudahan dalam bertransaksi. Hadiah/undian dan
tingkat bunga tabungan bukan merupakan alasan atau motivasi utama masyarakat
dalam menabung.
Sementara alasan
dalam pemanfaatan produk penyaluran dana (pembiayaan) yang dominan adalah
pelayanan yang cepat, tingkat bunga yang rendah dan kenyamanan pelayanan. Dalam
hal pembiayaan, aspek bunga menjadi pertimbangan yang cukup dominan, namun
masih dibawah pelayanan yang cepat.
Melaksanakan
haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang kelima, yang diwajibkan kepada
seluruh umat manusia yang beragama Islam bagi yang mampu, untuk itu
diperlukannya dana yang cukup dan aman untuk menunaikan salah satu rukun Islam
tersebut, sekarang banyak perusahaan-perusahaan yang membuka biro perjalanan
haji, baik ONH atau ONH plus. Begitu juga dengan perbankan syariah seperti Bank
Muamalat, Bank Danamon syariah, Bank Syariah Mandiri yang sudah mengeluarkan
produknya yaitu Tabungan Haji.
Kalau soal haji,
Indonesia memang memegang rekornya, bukan hanya karena jamaah yang setiap tahun
mencapai 200 ribu orang, tapi juga ongkos naik hajinya termahal, berkisar
antara 20 juta hingga 30 juta. sementara pelayanan tak dapat di pungkiri yaitu
masih belum memuaskan. ”Dari Islamic Hospitality dan Islamic service sangat
jauh dari yang di harapkan” kata Dirut center for Islamic
2Economic
research and application (CIERA) Jafril Khalil. Padahal, tarif ibadah haji
Indonesia itu termahal bila dibandingkan dengan ongkos dari negara-negara
tetangga. Misalnya, Malaysia hanya 6500 ringgit, Singapura sebesar 4000 dolar
Singapura, Thailand sebesar 2100 dolar AS.
Lembaga Tabungan
Haji (LTH) yang telah dipraktekkan di Malaysia sejak tahun 1962 dipandang
sangat tepat. Pasalnya hampir semua muslim di negeri ini mempunyai keinginan
yang kuat untuk beribadah haji, ini juga yang mengilhami Lembaga Tabungan Haji
di Malaysia.
Tabungan Haji
adalah tabungan yang mengunakan prinsip mudharabah mutlaqah yaitu simpanan
pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat nasabah akan
menunaikan ibadah haji atau pada saat tertentu sesuai dengan yang
diperjanjikan. Simpanan ini menerapkan imbalan dengan sistem bagi hasil al-Mudharabah..
Berdasarkan
uraian di atas, penulis bermaksud ingin membahasnya lebih lanjut mengenai “ Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Tabungan Haji di Medan. ”
1.2 Rumusan
Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka pokok permasalahan dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana
pengaruh pendapatan per kapita Sumatera Utara terhadap jumlah tabungan haji di
Medan?
2. Bagaimana
pengaruh jumlah penduduk muslim kota Medan terhadap jumlah tabungan haji di
kota Medan?
23. Bagaimana
pengaruh tingkat inflasi kota Medan terhadap jumlah tabungan haji di kota
Medan?
4. Bagaimana
pengaruh jumlah ongkos naik haji terhadap jumlah tabungan haji di kota Medan?
5. Bagaimana
pengaruh jumlah kuota Sumatera Utara terhadap jumlah tabungan haji di kota
Medan?
I.3 Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dan masih perlu
dikaji kebenaranya melalui data yang terkumpul. Berdasarkan permasalahan
diatas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan
per kapita Sumatera Utara berpengaruh positif terhadap tabungan haji di Medan.
2. Jumlah
penduduk muslim kota Medan berpengaruh positif terhadap jumlah tabungan haji di
Medan.
3. Tingkat
inflasi kota Medan berpengaruh negatif terhadap jumlah tabungan haji di kota
Medan.
4. Jumlah ongkos
naik haji berpengaruh negatif terhadap jumlah tabungan haji di kota Medan.
5. Kuota Haji
berpengaruh positif terhadap jumlah tabungan haji di kota Medan
2I.4 Tujuan
dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari
penelitian ini yaitu :
1. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan per kapita Sumatera Utara
terhadap jumlah tabungan haji di Medan.
2. Untuk
mengetahui pengaruh jumlah penduduk muslim kota Medan terhadap jumlah tabungan
haji Medan.
3. Untuk
mengetahui pengaruh tingkat inflasi kota Medan terhadap jumlah tabungan haji
Medan.
4. Untuk
mengetahui pengaruh jumlah ongkos naik haji terhadap jumlah tabungan haji di
Medan.
5. Untuk
mengetahui pengaruh kuota Haji terhadap jumlah tabungan haji di Medan
Manfaat dari
penelitian ini yaitu :
1. Sebagai bahan
pertimbangan bagi dunia perbankan dalam memecahkan masalah yang berhubungan
dengan tabungan haji.
2. Sebagai
syarat dalam memperoleh gelar S-1 pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi .
3. Untuk
memperkaya khasanah dunia ilmu pengetahuan sebagai bahan referensi bagi
penelitian yang akan datang.
4. Sebagai
tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang penulis
tekuni.
5. Sebagai bahan
masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam mengambil keputusan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi