1BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya ekonomi internasional
dalam era globalisasi saat ini membuat
kebutuhan ekonomi antar negara semakin terkait, hal ini tercermin dari meningkatnya arus perdagangan barang, uang
serta modal antar negara di dunia. Hal tersebut
menuntut agar setiap negara menjalankan
perekonomian yang terbuka, sehingga
keterbukaan perekonomian terhadap dunia internasional menjadi pilihan utama bagi setiap negara. Salah satu hal
mendasar yang berkaitan dengan keterbukaan
perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasionalnya. Oleh sebab itu, setiap negara secara tidak langsung
dituntut untuk memperbaiki kinerja perekonomiannya
terutama pada sektor perdagangan luar negri agar dapat bersaing di pasar global.
Perkebunan sebagai
salah satu sub sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia,
baik pada masa lalu, sekarang maupun
pada masa yang akan datang. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Program Pembangunan
Nasional(PROPENAS) antara lain tercantum bahwa pembangunan pertanian yang di dalamnya
mencakup perkebunan bertujuan meningkatkan
perluasan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan rakyat, juga bertujuan untuk menunjang pembangunan industri
serta meningkatkan ekspor.
1Perkebunan di Indonesia menurut struktur dan
jenisnya dapat dibedakan atas: perkebunan
negara, perkebunan swasta nasional, dan swasta asing serta perkebunan rakyat. Produksi perkebunan baik perkebunan
rakyat, perkebunan besar swasta (nasional
dan asing) maupun perkebunan negara telah meningkat dari tahun ke tahun, selain untuk dikonsumsi dan untuk diekspor.
Sejak 1986/1987
harga minyak bumi merosot secara tajam di pasaran internasional, sehingga pemerintah tidak dapat
lagi hanya mengandalkan penerimaan devisa
dari sektor migas. Oleh karena itu sejak 1986/1987 pemerintah RI telah beralih kepada sektor non-migas sebagai sumber devisa
terbesar dalam penerimaan dalam negri
mengingat ekspor non-migas hingga saat ini belum dapat menggantikan migas sebagai penghasil devisa utama (Djamin, 1993 :
7).
Sub sektor
perkebunan merupakan salah satu pilihan pengganti migas, karena dapat menjadi sumber penghasil dan penghemat
devisa serta tempat menampung tenaga
kerja. Adapun komoditi ekspor andalan Sumatera Utara dari sub sektor perkebunan adalah kelapa sawit (palm oil),
karet, kopi, teh, coklat dan sebagainya yang
semuanya merupakan komoditi primadona di pasar dunia. Dalam penelitian ini akan diambil sampel karet karena komoditi ini
memiliki prospek yang cukup cerah saat
ini disamping kelapa sawit.
Bagi Propinsi
Sumatera Utara, karet merupakan komoditi yang memiliki arti dan sejarah tersendiri. Sumatera Utara adalah
salah satu propinsi yang memiliki perkebunan
karet terbesar di Indonesia sejak zaman Belanda masih berkuasa.
perkebunan karet
yang pertama dibangun di Indonesia adalah di Sumatera Timur 1pada tahun 1902, termasuk berbagai lembaga
penelitian yang mendukungnya.
Selanjutnya, karet
berkembang pesat menjadi komoditi yang diminati baik oleh perkebunan besar maupun oleh petani. Hal ini
ditandai dengan sumbangan dari sektor perkebunan
yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun perolehan devisa negara.
Karet bukanlah
tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Brasilia dan dibawa ke Indonesia pada tahun 1872 dan ditanam di
Kebun Raya Bogor. Biji karet Wickham ini
merupakan nenek moyang karet di Indonesia. Perkebunan karet yang pertama yang didirikan pada tahun 1902
memiliki luas 176 Ha, dan pada tahun 1906 perkebunan ini dikembangkan lagi ke JawaBarat
seluas 10.125 Ha. hingga pada tahun 2004
luas areal perkebunan karet padaperkebunan rakyat di Sumatera Utara mencapai hampir 300 ribu Ha dengan jumlah
produksi 220 ribu ton.
Hasil produksi
perkebunan yang meningkat, telah meningkatkan pula volume ekspornya. Volume ekspor karet Sumatera Utara
pada tahun 1990 hanya sekitar 400 ribu
ton dengan nilai ekspor sekitar 330 juta US$, sedangkan pada tahun 2005 volume ekspor karet mencapai angka sekitar 650
ribu ton dengan nilai ekspor mencapai
870 juta US$. Perkembangan nilai ekspor ini tentu saja menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Berikut
disajikan tabel volume ekspor karet Sumatera
Utara dan nilai ekspor dari karet tersebut.
1Tabel 1.1 Volume Ekspor Karet SumateraUtara Serta Nilai
Ekspornya 1990-2005 Tahun Volume
Ekspor Karet Sumatera Utara (Ton) Nilai
Ekspor Karet Sumatera Utara (US$.000) 1990 409.586
332.821 1991 515.212 429.663 1992 495.682
443.667 1993 479.181 427.649 1994 497.543
541.662 1995 522.107 809.100 1996 533.757
751.100 1997 550.661 589.411 1998 603.967
411.393 1999 533.760 314.985 2000 500.113
323.850 2001 570.145 306.521 2002 526.554
364.476 2003 526.809 472.233 2004 645.470
754.167 2005 665.354 875.225 Sumber: BPS Prop. SU Komoditi karet Sumatera Utara sebagian
dipasarkan di dalam negeri dan sebagian
lagi diekspor ke luar negeri. Adapun negara-negara tujuan ekspor komoditi karet Sumatera Utara antara lain, Amerika
Serikat, Kanada, Belanda, Singapura, Korea
Selatan, Hong kong, Taiwan, Cina dan Jepang.
Namun saat ini
pemerintah sedang dihadapkan pada masalah serius yakni luas areal tanaman karet di Sumatera Utara terus
menurun akibat masih terus 1berlangsungnya
konversi tanaman karet ke kelapa sawit. Pada tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumatera Utara masih seluas
489.491 hektar dengan produksi 443.743
ton. Sementara pada tahun 2004 luas areal karet menurun menjadi tinggal 477.000 hektar dengan produksi yang juga
anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
Hal tersebut
dikarenakan karena petani maupun pengusaha perkebunan masih meragukan keuntungan berkebun karet meski
harga jual komoditi itu mulai bergerak naik.
Para petani dan pengusaha lebih yakin dengan prospek kelapa sawit yang memang harga jualnya masih bertahan baik dan
diprediksi semakin mahal. Areal perkaretan
Sumatera Utara yang menurun itu semakin memprihatinkan karena produksinya juga semakin anjlok akibat
sebagian besar tanaman berumur tua. Hampir 50 persen dari total luas tanaman karet di
sentra produksi Sumatera Utara yakni Labuhan
Batu, Tapanuli Selatan, Madina, dan Langkat merupakan tanaman tua yang mengakibatkan produksi karetnya tidak maksimal
(www.sumutprov.go.id).
Penurunan areal dan
produksi karet di Sumut harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Bukan hanya menyangkut soal
kehidupan petani, tetapi juga menyangkut
penerimaan devisa dari ekspor karet itu. Disamping itu masih terdapat keuntungan sosial dari karet itu sendiri yakni
dengan menanam karet petani bisa setiap
hari mendapatkan hasil, petani bisa disibukkan dengan kegiatan menyadap karet setiap hari sehingga mereka tidak perlu
lagi memikirkan untuk urbanisasi ke kota.
Kegiatan ekspor
komoditi karet Sumatera Utara diduga ikut dipengaruhi oleh beberapa faktor, dari dalam negeri faktor yang
mempengaruhi seperti produktivitas 1perkebunan
rakyat yang masih rendah, pengelolaan manajemen yang kurang modern dan profesional, banyaknya peraturan daerah
hingga pungutan lainnya yang menimbulkan
biaya tinggi. Dari luar negeri dipengaruhi oleh harga karet internasional yang cukup rendah beberapa tahun belakangan
ini. Hal ini sangat mungkin mempengaruhi
volume dan nilai ekspor karet mengingat ekspor karet Sumatera Utara cenderung menurun beberapa tahun terakhir
disamping ekspor karet Indonesia yang terancam
akibat kebijakan yang dilakukan di negara Kamboja yang berusaha meningkatkan produksi negaranya dengan
menawarkan sedikitnya 500 ribu hektar lahannya
kepada investor untuk pengembangan tanaman karet.
Berdasarkan uraian
tersebut, penulis tertarik untuk membahas masalah ekspor karet di Sumatera Utara dalam hubungannya
dengan faktor-faktor tersebut dengan mengangkat
judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan
Masalah Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh total produksi karet
terhadap volume ekspor karet Sumatera
Utara? 2. Seberapa besar pengaruh harga ekspor karet
terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara?
3.
Seberapa besar pengaruh kurs terhadap volume ekspor karet Sumatera
Utara? 11.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas
permasalahan yang sebenarnya yang
kebenarannya masih perlu untuk diuji. Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis membuat hipotesis sebagai
berikut: 1. Total produksi karet mempunyai pengaruh
positif terhadap volume ekspor karet Sumatera
Utara.
2. Harga ekspor karet mempunyai pengaruh positif
terhadap volume ekspor karet Sumatera
Utara.
3. Kurs mempunyai pengaruh positif terhadap
volume ekspor karet Sumatera Utara.
1.4 Tujuan
Penelitian Adapun tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
total produksi karet terhadap volume ekspor
karet Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
harga ekspor karet terhadap volume ekspor
karet Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs
terhadap volume ekspor karet Sumatera
Utara.
21.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah
maupun instansi/lembaga yang ada hubungannya
dengan ekspor karet yang ada di Sumatera Utara.
2. Menambah dan melengkapi hasil-hasil
penelitian yang ada, khususnya mengenai ekspor
karet di Sumatera Utara.
3. Untuk memberikan sumbangan ilmu kepada
almamater Universitas Sumatera Utara
yang dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian yang selanjutnya.
4. Hasil penelitian ini menambah wawasan dan
meningkatkan kemampuan penulis dalam
melakukan penelitian.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi