BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin pesat pada masa sekarang
ini, membuat masyarakat harus mampu
mengelola dan memanfaatkan peluang yang ada. Berwirausaha bukan hanya semata – mata
berperan sebagai motor penggerak perekonomian
masyarakat, namun juga sebagai pendorong perubahan sosial bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Banyak
wirausahawan yang menghasilkan produk–produk
yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan nyaman sehingga manusia menjadi lebih
produktif, lebih mudah berkomunikasi, serta
lebih cepat mengetahui hal – hal yang sedang terjadi di sekelilingnya.
Indonesia kurang
wirausahawan. Menurut Menteri Koperasi dan UKM Dr. Syarief Hasan, Jika dibandingkan dengan
beberapa negara maju di dunia, jumlah entrepreneur
atau wirausahawan di Indonesia masih rendah. Terbukti, dari 231,83 juta penduduk Indonesia, baru 4,6 juta saja
yang berwirausaha. Jumlah itu masih cukup
rendah atau jika dipersentasikan baru 2% dari total jumlah penduduk (www.kompas.com). Drucker mendefinisikan
seorang wirausahawan sebagai seseorang
yang “selalu mencari perubahan, merespons perubahan tersebut, serta memanfaatkannya secara maksimal sebagai sebuah
peluang” (A. B. Susanto: 2009:1). Salah satu masalah dalam berwirausaha adalah
sistem pendidikan kita yang kurang
mendorong semangat kewirausahawan di kalangan generasi muda, meskipun saat ini semakin banyak perguruan
tinggi yang memperkenalkan prinsip–prinsip serta konsep–konsep kewirausahawan. Tetapi
selama ini pendidikan lebih difokuskan
pada keterampilan teknis semata, namun kurang berfokus pada pembentukan kepribadian yang
dapat menunjang hidup dan berkembangnya
jiwa kewirausahaan seseorang seperti kepercayaan diri, kejelian melihat dan memanfaatkan peluang, membangun
kharisma, empati, serta semangat untuk
bersaing menjadi lebih baik.
Sebagai mana hasil
penelitian Charles Screibe menyatakan bahwa keberhasilan
kegiatan seorang usahawan
ditentukan oleh: pendidikan
formal (15%) dan nilai–nilai
sikap mental dan kepribadian seseorang (85%). Sumahamijaya menyatakan, keberhasilan
ditentukan oleh kesediaan jerih payah (25%), pendidikan sekolah formil (15%)
serta pengembangan pribadi (60%) (Asri
Laksmi Riani, 2005: 25). Menurut Klien dan Maher mengatakan makin tinggi tingkat pendidikan akan mempengaruhi
tingkat kebutuhan individu tersebut.
Individu yang pendidikannya rendah dalam hal ini menuntut pemenuhan kebutuhan pokok atau dasar dalam
memperjuangkan kehidupannya. Sedangkan individu
yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan menuntut perbaikan taraf kehidupan ( Asri Laksmi Riani, 2005: 42).
Biro Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan, yaitu mereka yang mempunyai pendidikan tinggi justru kurang berminat
wirausaha, tercatat hanya 10% berminat wirausaha.
Adapun mereka yang pendidikannya rendah justru 49% berminat wirausaha (Masrun dalam Sumarseno, 2004).
Sementara itu, data dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (Qomarun, 2000) menyebutkan pada tahun 1996 saja lebih dari 15% lulusan perguruan tinggi
menganggur atau sejumlah 6 juta pengangguran
intelektual. Beberapa penyebab munculnya fenomena ini adalah keinginan untuk menjadi pegawai negeri, sifat
malas (tidak mau bekerja), belum siap
pakai, sikap mental yang kurang baik, tidak percaya diri, dan lain-lain.
Sifatsifat tersebut bersumber pada kehidupan yang penuh keragu-raguan dan tanpa
orientasi tegas, yaitu sifat mentalitas
yang suka menerabas, sifat tidak percaya pada diri sendiri, sifat tidak berdisiplin dan
mentalitas yang mengabaikan tanggung
jawab yang kokoh (Qomarun, 2000).
Untuk ini dibutuhkan
kemampuan berwirausaha. Selain harus memiliki keyakinan, rasa percaya diri, sifat prestatif
dan mandiri yang kuat seorang wirausaha
harus memiliki minat pada usaha yang ingin ditekuninya. Individu yang mempunyai minat pada suatu kegiatan akan
melakukannya dengan giat daripada
kegiatan yang tidak diminatinya (Sutjipto, 2002).
Melalui tingkat
pendidikan yang memadai seseorang lebih mudah melaksanakan tugasnya, sehingga
dapat menjamin tersedianya tenaga kerja yang mempunyai keahlian, karena orang yang
berpendidikan dapat menggunakan pikirannya
secara kritis. Dengan pendidikan yang lebih tinggi maka seorang wirausaha memiliki pikiran selangkah lebih
maju dan mampu berpikir ke depan tentang
rencana dan prospek yang baik untuk
dilaksanakan. Dengan tingkat pendidikan yang memadai seseorang lebih
mudah melaksanakan tugasnya, sehingga dapat menjamin tersedianya
wirausahawan yang mempunyai keahlian, karena
orang yang berpendidikan dapat menggunakan pikirannya secara kritis. Adapun faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi terhadap berwirausaha adalah
lingkungan keluarga. Hal ini karena lingkungan keluarga terutama orang tua berperan sebagai pengarah bagi masa depan
anaknya, sehingga secara tidak langsung orang tua juga dapat mempengaruhi minat
terhadap pekerjaan bagi anak di masa
yang akan datang, termasuk dalam hal berwirausaha. Kondisi orang tua sebagai keadaan yang ada dalam lingkungan
keluarga dapat menjadi figur bagi pemilihan
karier anak juga sekaligus dapat dijadikan sebagai pembimbing untuk menumbuh kembangkan minatnya terhadap suatu
pekerjaan.
Medan merupakan
salah satu kota terbesar di Indonesia,
hal ini dapat dijadikan daya tarik dan
peluang untuk seseorang yang ingin mencari peruntungan di kota ini. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya suku atau etnis yang menetap dan mencari mata pencaharian atau bekerja di kota
ini. Dengan begitu banyaknya suku perantauan
yang berada di Medan, Maka untuk mempermudah dalam mengelompokannya maka suku perantauan ini
membentuk wadah guna mempererat hubungan
di antara mereka juga sebagai wadah dalam bersilatuhrahmi di antara mereka juga dengan
lingkungan sekitar. Salah satu di antara
begitu banyaknya adalah suku Jawa, suku dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. YPPPS–SU (Yayasan Persatuan Persaudaraan
Putera Solo Sumatera Utara) adalah salah
satu perkumpulan yang berada di kota Medan yang berdiri pada tanggal 15 Februari 1990 oleh beberapa orang
perantauan dari kota Sragen. Tujuan dari
yayasan ini adalah menjalin persaudaraan dan mempererat hubungan antar sesama masyarakat perantauan yang
berasal dari kota Sragen, kota Solo dan sekitarnya
yang ada di Kota Medan. Dengan seiringnya berjalannya waktu, sekarang ini sudah banyak anggota YPPS – SU
yang cukup sukses dan berhasil di kota
Medan. Kebanyakan atau dapat dikatakan hampir seluruhnya dalam mencari pekerjaan di kota Medan dengan berwirausaha.
Anggota YPPPSU memiliki berbagai macam tingkat
pendidikan, seperti sarjana, Sekolah
Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Pertama (SMP), atau di bawah SMP.
Tabel 1.1 Anggota
YPPPSU Berdasarkan Tingkat Pendidikan Periode
2006 - 2010 No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1.
Sarjana 48 Orang 2. SMU
119 Orang 3. ≤ SMP 72 Orang Jumlah 239 Orang Sumber: Sekretariatan YPPPSU (2006
– 2010), data diolah Pada tabel 1.1 menjelaskan anggota YPPPSU yang berdasarkan
tingkat pendidikan pada periode 2006 –
2010 yang terdiri dari sarjana sebesar 20% atau 48 orang, SMU sebesar 50% atau 119 orang, atau
SMP dan dibawah SMP sebesar 30% atau 72
orang. Berdasarkan dari tabel di atas terlihat bahwa anggota YPPPSU dengan tingkat pendidikan SMU memiliki
jumlah persentase yang tertinggi, yaitu
sebesar 50% atau sebanyak 119 orang.
YPPPSU juga
memiliki berbagai jenis usaha yang biasa ditekuni oleh para anggotanya, antara lain batik, bakso/mie ayam,
usaha lainnya (jamu, buku, roti, makanan
ringan, dan rumah makan).
Tabel 1.2 Anggota
YPPSU Berdasarkan Jenis Usaha Periode 2006 - 2010 No.
Jenis Usaha Jumlah 1. Batik
191 Orang 2. Bakso/mie ayam 24 Orang 3.
Usaha lainnya (jamu, buku, roti, makanan
ringan dan rumah makan) 24 Orang Jumlah 239 Orang Sumber: Sekretariatan YPPPSU (2006
- 2010), data diolah Tabel 1.2
menerangkan tentang jenis usaha yang ditekuni oleh anggota YPPPSU periode 2006 – 2010 yang terdiri dari
batik sebesar 80% atau 191 (seratus
sembilan puluh satu) orang, bakso /mie ayam sebesar 10% atau 24 (dua puluh empat) orang , dan usaha lainnya sebesar
10% atau 24 (dua puluh empat) orang.
Dari tabel 1.2 tersebut dapat dilihat bahwa jenis usaha yang paling banyak ditekuni oleh anggota YPPPSU adalah usaha
batik.
Tingkat pendidikan
dan pengalaman kerja, baik baru ataupun lama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam berwirausaha, baik dalam
mengembangkan atau meningkatkan usaha juga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang
berlangsung sekarang ini.
Berdasarkan uraian
di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Faktor
Tingkat Pendidikan, Lingkungan Keluarga,
dan Pengalaman Kerja Terhadap Bewirausaha (Studi Kasus: Yayasan Persatuan Persaudaraan Putra Solo
Sumatera Utara)”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah
tingkat pendidikan, lingkungan keluarga,
dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap berwirausaha pada anggota Yayasan Persatuan Persaudaraan Putra Solo
Sumatera Utara di Medan”. 1.3 Tujuan
dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis faktor tingkat pendidikan,
lingkungan keluarga, dan pengalaman
kerja terhadap berwirausaha pada Yayasan
Persatuan Persaudaraan Putra Solo di Kota Medan. 1.4
Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan Penelitian
ini dapat memberikan informasi kepada Yayasan Persatuan Persaudaraan Putra Solo mengenai faktor
tingkat pendidikan, lingkungan keluarga,
dan pengalaman kerja terahadap berwirausaha pada anggotanya.
b. Bagi Penulis Menambah khasanah pengetahuan
dan memperluas pengetahuan penulis dan sarana
aplikasi terhadap ilmu yang didapat di bangku perkuliahan dalam bidang manajemen usaha kecil, khususnya yang
berkaitan dengan tingkat pendidikan, dan
pengalaman kerja terhadap berwirausahaan.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan referensi, yang dapat memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan serta
perbandingan dalam melakukan penelitian
terhadap objek dan masalah yang sama di masa yang akan datang.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi