BAB I
PENDAHULUAN
I.
1. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan
merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang
kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga
mereka menjadi konform dengan keinginan pemimpin. Tingkah laku kelompok atau
organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh pengaruh
interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya. Dalam kondisi sedemikian terdapat
kesukarelaan atau induksi pemenuhan; kerelaan (compliance induction)
bawahan terhadap pemimpin;
khususnya dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan
pada proses pemecahan masalah-masalah yang harus dihadapi secara kolektif. Jadi
tidak diperlukan pemaksaan, pendesakan, penekanan, intimidasi, ancaman, atau
paksaan (coersive power) tertentu. (Kartini Kartono, 2010)
Pemimpin
harus mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba, dapat mengoreksi
kelemahan-kelemahan, dan sanggup membawa organisasi kepada sasaran dalam jangka
waktu yang sudah ditetapkan. Ringkasnya, pemimpin dan manajer mempunyai
kesempatan paling banyak untuk mengubah “jerami menjadi emas” atau justru
sebaliknya, bisa “mengubah tumpukan uang menjadi abu” jika dia salah langkah
dan tidak bijaksana. Sehubungan dengan ini, manajemen merupakan kunci suksesnya
bisnis, sedang kepemimpinan menjadi kunci pembuka bagi suksesnya organisasi.
Menjadi pemimpin tak semudah
dibayangkan orang. Pemimpin tidak sepenuhnya identik dengan pengusaha, keduanya
mempunyai kesamaan dan perbedaan. Seorang pemimpin pasti seorang pengusaha,
tetapi seorang pengusaha belum tentu seorang pemimpin. Sebab ada seorang
pengusaha yang tidak memiliki nilai-nilai kepemimpinan. Sikap dan perilakunya
tidak patut dicontoh.
Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dalam sebuah
organisasi. Disamping sumber daya alam dan sumber daya modal, sumber daya
manusia juga memiliki peran vital guna mencapai tujuan dan kesuksesan
organisasi. Konsentrasi dari sumber daya manusia berpusat pada orang-orang yang
memiliki ikatan kerja di dalam organisasi.
Salah satu cara untuk menilai kepuasan pegawai dilihat dari
sikap positif pegawai terhadap pekerjaannya. Sikap positif tersebut merupakan
cerminan dari perasaan pegawai tersebut mengenai pekerjaan yang dijalaninya.
Sebaliknya jika pegawai tidak puas terhadap pekerjaannya hal tersebut bisa
dilihat dari cara pegawai bersikap dan mengerjakan pekerjaannya. Menurut
Muchinsky (1997) ketidakpuasan pegawai di dalam memperlakukan pekerjaannya bisa
dilihat dari tingkat absensi, turnover dan penurunan kinerja (Soedjono,
2005).
Di dalam kepuasan kerja terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhinya.
Burt (dalam Arsintadiani dan Harsono, 2002) menjelaskan ada
beberapa faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu hubungan antar pegawai,
faktor individu dan faktor eksternal. Faktor hubungan antar pegawai meliputi:
hubungan antara pemimpin dan bawahan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan
sosial diantara
pegawai. Faktor individu meliputi
sikap seseorang terhadap pekerjaannya, umur dan jenis kelamin. Faktor eksternal
meliputi: keadaan keluarga dan pendidikan.
Kepuasan kerja merupakan faktor kritis guna dapat tetap
mempertahankan individu untuk senantiasa memiliki kualifikasi yang baik.
Aspek-aspek spesifik yang berhubungan dengan pemimpin, gaji, keuntungan,
promosi, kondisi kerja, praktek organisasi dan hubungan dengan rekan kerja.
Diantara indikator-indikator penentu kepuasan kerja, kepemimpinan dipandang
sebagai prediktor penting. Kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran tergantung pada manajer dan gaya kepemimpinannya (Engko dan Gudono,
2007).
Efektivitas kepemimpinan dipandang memiliki pengaruh yang
besar terhadap kepuasan kerja. Tanpa kepemimpinan, organisasi bergerak terlalu
lambat dan kehilangan jalan mereka. Kepemimpinan sangat penting dalam
keberhasilan melaksanakan keputusan. Seorang pemimpin yang baik dapat membuat
keberhasilan sebuah usaha yang memiliki rencana lemah, tetapi seorang pemimpin
yang buruk dapat merusak sebuah rencana bahkan rencana terbaik sekalipun (Sharma,
2010).
Hal tersebut dikuatkan oleh Robbins (2006) yang berpendapat
bahwa keberadaan pemimpin di dalam sebuah organisasi merupakan motor penggerak
yang menentukan laju organisasi. Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan
manajemen yang kuat untuk meraih keefektivitasan yang optimal.
Fiedler (dalam Mardiana, 2003) mengatakan bahwa efektivitas
kepemimpinan bergantung pada situasi (situasional), dengan kata lain
efektivitas kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara perilaku pemimpin
dengan
tuntutan situasi. Model ini
menjelaskan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada cocok dan tidaknya
kepemimpinan dengan faktor-faktor situasional tersebut.
Terdapat tiga variabel kemungkinan yang dapat mendefinisikan
faktor situasional utama (kunci) yang menentukan keefektifan kepemimpinan.
Ketiga dimensi tersebut adalah: hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas, dan
kekuatan posisi pemimpin.
Pada hubungan pemimpin dan bawahan, Hoy dan Miskel (1996)
mengungkapkan bahwa hubungan tersebut mencerminkan sampai seberapa jauh para
pemimpin diterima dan dihormati oleh anggota kelompok. Kualitas hubungan antara
pemimpin dan bawahan ditentukan oleh rasa menerima dari kepribadian pemimpin
maupun perilakunya oleh para bawahan. Kualitas ini merupakan penentu utama
terhadap penerimaan dari pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh pemimpin
terhadap bawahannya dalam membangun kepuasan kerja.
Fokus dari hubungan pemimpin-bawahan sebagaimana dijelaskan
Trunckenbrodt (2000) adalah dimaksudkan untuk memaksimumkan keberhasilan
organisasi melalui interaksi kedua belah pihak. Salah satu temuan penelitiannya
membuktikan bahwa peningkatan kualitas hubungan pemimpin-bawahan akan
meningkatan derajat kepuasan kerja. Pemeliharaan dan pengembangan hubungan
antara kedua belah pihak secara dewasa tidak hanya bermanfaat bagi keduanya,
namun yang lebih penting adalah bagi organisasi
secara keseluruhan dalam pencapaian
kinerja, pertumbuhan, serta keberhasilan (Djatmika, 2005).
Struktur tugas secara operasional adalah prosedur
pengoperasian yang standar untuk menyelesaikan tugas atau sampai tingkat mana
penugasan pekerjaan
diprosedurkan (terstruktur atau tidak terstruktur). Dari
hasil penelitiannya bisa dibuktikan bahwa jika struktur tugas yang terstruktur
dengan baik akan memberikan situasi yang menguntungkan bagi pemimpin, karena
pemimpin akan lebih mudah memonitor dan mempengaruhi perilaku bawahannya pada
tugas yang terstruktur tinggi (Mardiana, 2003).
Dengan adanya tingkat kematangan atau penguasaan tugas
pekerjaan bawahan dan didukung dengan kejelasan tugas dan prosedur pelaksanaan
tugas yang baik akan dicapainya suatu tujuan organisasi. Dengan demikian
memudahkan pemimpin dalam memberikan pengarahan dalam penyelesaian tugasnya
untuk mencapai tujuan (Sunarto, et. al., 2003).
Kekuatan posisi pemimpin merupakan sejauh mana seorang
pemimpin untuk mengevaluasi kinerja para bawahan dan mengurus imbalan-imbalan
dan hukuman (Yukl, 1998). Semakin besar kekuasaan formal seorang pemimpin untuk
memberikan hukuman dan penghargaan maka kontrol pemimpin
semakin kuat, dan hal ini membuat situasi semakin menguntungkan.
Lebih lanjut Mardiana (2003) menyatakan bahwa pemimpin yang
mempunyai kekuatan pengaruh yang besar, pemimpin tersebut memiliki mempunyai
hak untuk memerintah, menilai, menghargai dan menghukum bawahannya. Dengan
wewenang dan kekuasaan penuh pemimpin untuk memberi
instruksi bawahan, mengambil
keputusan, membuat kebijaksanaan akan membantu pemimpin dalam menyelesaikan
masalah, dengan mana permasalahan dipandang dari pengalaman masa lalu dan akan
memudahkan pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi yang menjadi
tanggungjawabnya.
Sesuai dengan Peraturan Bupati Karo Nomor 177 Tahun 2008
Pasal 31 tentang Badan Kepagawaian, Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pengelolaan
Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kepegawaian yang bersifat spesifik.
Dalam melaksanakan tugas pokok, Badan Kepegawaian, Pendidikan
dan Pelatihan Kabupaten Karo menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan teknis sesuai
dengan lingkup tugasnya.
b. Pemberian dukungan atas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan lingkup tugasnya.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di
bidang Pengelolaan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kepegawaian sesuai
dengan lingkup tugasnya.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan bidang tugas dan fungsinya.
Dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan data dari Bagian
Umum, Kepegawaian dan Perlengkapan yaitu data absensi yang relatif cukup tinggi
pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Karo pada tahun 2011
dan 2012 di mana hal tersebut mengindikasikan adanya ketidakpuasan pegawai.
Pegawai dinilai harus terpenuhi
kepuasan kerjanya supaya dapat maksimal di dalam mereka bekerja.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi