BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebutuhan akan dana bagi seseorang merupakan hal yang sering
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Baik dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, maupaun dalam hal berusaha di berbagai bidang bisnis. Di lain pihak,
banyak juga orang/kumpulan orang-orang/Lembaga/Badan Hukum yang justru kelebihan dana meskipun
hanya bersifat momentum. Oleh karena
itu, dana yang berlebihan tersebut perlu diinvestasikan dengan cara yang paling menguntungkan, baik secara ekonomis
ataupun sosial. Akhirnya terciptalah suatu
institusi, yang secara tradisional pihak yang kelebihan dana mensuplai dana langsung kepada pihak yang membutuhkan dana.
Dewasa ini,
perkembangan sektor Hukum bisnis sangat cepat, hal ini membawa konsekuensi terhadap perlunya sektor
Hukum di bidang ini ditelaah ulang, agar
tetap up to date, sesuai dengan
perkembangan masa. Dalam hal ini, jika
yang mengatur perbankan dikenal dengan
Hukum perbankan, atau yang mengatur
perkreditan dikenal dengan Hukum perkreditan, tentunya yang mengatur bantuan finansial lewat lembaga
pembiayaan dikenal juga dalam cabang Hukum
bisnis yang namanya Hukum pembiayaan. Lembaga konvensional yang namanya bank, ternyata tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan jangkauan
penyebaran kredit oleh bank tersebut, keterbatasan sumber dana dan keharusan memberlakukan prinsip bernuansa
kehati-hatian.
Kemudian dicarilah
bentuk-bentuk penyandang dana untuk membantu pihak bisnsis ataupun diluar bisnis dalam
rangka penyaluran dana. Sehingga terciptalah
lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dari bank. Inilah yang dikenal sebagai Lembaga Pembiayaan, yang
menawarkan model-model formulasi baru
terhadap pemberian dana, salah satu diantaranya adalah Leasing .
Usaha Leasing mulai timbul di Indonesia sejak
tahun 1974, yakni dengan adanya Surat
Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
Kep-122/MK/IV/1974, Nomor : 32/M/SK/
2/1974, Nomor : 30/Kpb/74, tertanggal 7 Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing . Industri
Leasing dalam pertumbuhan dan perkembangan dapat dibagi 2 ( dua ) tahap
yaitu tahap I sampai dengan 1988, dan tahap
selanjutnya setelah 1988 atau tahap setelah deregulasi Paket Desember 1988.
1 Leasing merupakan suatu bentuk usaha di bidang
pembiayaan. Di lain pihak, bank
melakukan usahanya dalam pembiayaan juga. Sepintas bidang ini seolah-olah dilaksanakan oleh dua instansi
yang berbeda. Di dalam kenyataanya memang
pembiayaan yang dilakukan oleh usaha Leasing
tidak sama dengan pembiayaan yang
dilakukan oleh bank. Aktivitas Leasing dibandingkan dengan aktivitas perbankan sangat berbeda , walaupun
sama-sama lembaga keuangan, di mana
perbankan dapat melakukan penarikan dana langsung dari masyarakat, Dalam tahap I sampai dengan 1988, Leasing dapat dikatakan sebagai industri yang masih balita sampai tahap
remaja. Pertumbuhan pada masa ini masih dapat
dikatakan merangkak dan jumlah perusahaan masih sedikit.
Tahap setelah deregulasi
diawali dengan Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang diikuti
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Menteri Keuangan No.1251 tahun 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Dalam
periode ini pemerintah mulai melakukan
pembenahan, dimana pada waktu itu peraturan yang semula terdiri dari berbagai ragam dinyatakan tidak berlaku dan
diganti dengan satu peraturan yang diharapkan
bisa mencakup sebagian besar masalah yang perlu diatur.
Karena adanya
deregulasi, jumlah perusahaan dan jumlah
pembiayaan mengalami peningkatan yang
cukup mencolok. Selain adanya faktor deregulasi tersebut, perkembangan usaha juga diakibatkan
oleh perkembangan ekonomi yang sangat
pesat.
1 Budi
Rachmat, multi finance Handbook (
Leasing . Faktoring,Consumer Finance) Indinesian
Perspective, PT. PradnyaParamita, Jakarta, 2004, hal. 57.
sedangkan
Leasing tidak dapat melakukan
penarikan dana langsung dari masyarakat.
Khusus untuk metode pembiayaan, antara perbankan dengan Leasing hampir sama, tetapi yang membedakan adalah
pendekatan dan kecepatan dalam pelayanan
kepada masyarakat. Selain itu yang membedakan perbankan dengan Leasing
adalah bank lebih berorientasi kepada jaminan atas pemberian kredit (collateral basis), sedangkan Leasing tidak berorientasi kepada jaminan, karena barang yang dibiayai merupakan objek
pembiayaan (non collateral basis).
Leasing merupakan pranata Hukum yang kurang jelas,
di satu pihak Leasing
mirip dengan sewa-menyewa, tetapi di lain pihak, Leasing juga mengandug
unsur jual-beli, bahkan unsur perjanjian pinjam-meminjam pun juga ada. Namun demikian, bangunan Hukum yang
disebut Leasing , walaupun usianya masih
terbilang muda, namun sudah cukup popular dalam dunia bisnis dewasa ini. Hampir seluruh bidang bisnis
maupun non bisnis telah dimasuki oleh bisnis
Leasing . Dan tidak terlalu mengherankan jika
Leasing cepat sekali perkembangannya di Indonesia.
Leasing sebagai suatu bentuk usaha di bidang
pembiayaan, dianggap penting peranannya
dalam peningkatan perekonomian Nasional. Usaha Leasing dalam perwujudannya adalah membiayaaai
penyediaan barang-barang modal, yang
akan dipergunakan oleh suatu perusahaaan atau perorangan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran-pembayaran berkala, yang disertai hak pilih (opsi) bagi perusahaan atau perorangan
tersebut untuk menbeli barangbarang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu Leasing .
Dana merupakan
salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan.
Kalangan perbankan
selama ini diandalkan sebagai satu-satunya sumber dana dimaksud, sehingga keberadaan dana dianggap
belum memadai. Dengan adanya usaha
Leasing , diharapkan keperluan akan dana dapat diatasi. Disamping itu, kiranya kesulitan realisasi akan pemerataan
kredit bank, terutama bagi pengusaha golongan
rendah dapat diatasi dengan Leasing .
Kehadiran
Leasing di Indonesia, ternyata juga
telah menciptakan wahana baru untuk
pengembangan investasi bagi dunia usaha, baik usaha kecil, menengah, maupun usaha besar. Dengan adanya
Leasing , pengusaha dapat melakukan
perluasan produksi dan penambahan barang modal dengan cepat dan juga dapat dijadikan alternatif pendanaan
melalui sale and back lease. Selaian itu pasaran barang-barang yang bersifat konsumtif
dapat ikut terdorong oleh adanya pembiayaan
melaui Leasing . Hal ini dimungkinkan, karena pengadaan yang bersifat konsumtif itu turut dibiayaai oleh
Leasing , baik secara individual atau perluasan usaha serta masih belum jelasnya pengertian
barang yang bersifat konsumtif.
Begitu pentingnya
keberadaan Leasing dewasa ini membuat
tumbuh suburnya Perusahaan Pembiayaan
yang bergerak dalam bidang usaha Leasing .
Selain keberadaan
dana yang menjadi faktor penting dalam dunia usaha yang dapat teratasi oleh keberadaan Leasing ,
faktor komersial dimana Leasing menjanjiakan untung yang besar membuat
perusahaan yang bergerak dibidang Leasing tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Oleh
sebab itu pemerintah melalui menteri
keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan NO 84/PMK.012/2006 yang mengatur tentang
Perusahaan Pembiayaan.
Berdasarkan uraian
diatas, adapun alasan penulis dalam penulisan skripsi berjudul ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN
LEASING DITINJAU DARI PERATURAN MENTERI NO.84/PMK.012/2006 DAN
KAITANNYA DENGAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA adalah untuk
mengetahui bagaimana tata laksana
pendirian sebuah Perusahaan Pembiayaan dan untuk mengetahui apa yang menjadi
perbedaan Leasing dengan perjanjian lainnya yang diatur dalam KUHPerdata dan
kedudukannya dalam KUHPerdata.
Selain itu, tujuan
skripsi ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian
Leasing , serta untuk mengetahui faktor-faktor,
akibat dan cara penyelesaian wanprestasi dalam suatu perjanjian Leasing . Wanprestasi disini dimaksudkan
adalah bahwa dalam masa berjalannya kontrak
perjanjian Leasing , salah satu pihak atau
kedua belah pihak tidak melakukan apa
yang telah diperjanjikan, melakukan apa yang telah diperjanjikan tetapi terlambat atau melakukan sesuatu ynag
menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penulisan skripsi ini, adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan perjanjian
Leasing dalam KUHPerdata dan apa perbedannya dengan perjanjian lainnya? 2. Bagaimanakah syarat-syarat dan prosedur
pembuatan perjanjian Leasing dan Apakah
yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian Leasing ? 3.
Apakah yang menjadi faktor terjadinya wanprestasi dalam suatu perjanjian
Leasing , serta bagaimanakah akibat dan
cara penyelesaian wanprestasi dalam
perjanjian Leasing tersebut? C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam
penulisan skripsi ini adalah, adalah sebagai
berikut : 1. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian Leasing dalam KUHPerdata dan perbedaannya dengan perjanjian lainnya.
2. Untuk mengetahui
syarat-syarat dan prosedur pembuatan perjanjian Leasing dan apa saja yang menjadi hak dan
kewajiban para pihak dalam suatu
perjanjian Leasing .
3. Untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian Leasing , apa
yang menjadi akibat dari wanprestasi
dalam perjanjian Leasing , serta bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian Leasing tersebut.
2.
Manfaat Penulisan Secara umum manfaat penulisan ini dapat dilihat dari 2
(dua) sudut, yakni: a. Secara teoritis :
Diharapkan agar penulisan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya,
dan pada khususnya ilmu Hukum, yakni
Hukum Perdata yang berkaitan dengan perjanjian Leasing .
b. Secara praktis : Diharapkan agar penulisan
skripsi ini bermanfaat untuk kepentingan
Bangsa dan Negara, khususnya kepada masyarakat yang melakukan perjanjian Leasing , sehingga
memberikan gambaran yang jelas tentang
perjanjian Leasing .
D. Tinjauan
Kepustakaan Untuk tidak menimbulkan
penafsiran yang salah terhadap judul skripsi ini, maka perlu diterangkan pengertian dari judul
skripsi ini. Skripsi ini diberi judul “ASPEK
HUKUM DALAM PERJANJIAN LEASING DITINJAU
DARI PERATURAN MENTERI
NO.84/PMK.012/2006 DAN KAITANNYA DENGAN
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.” Selanjutnya akan diberi penegasan terhadap judul diatas.
Aspek adalah segi
pandangan (terhadap suatu hal atau peristiwa dan sebagainya), pandangan terhadap bagaimana
terjadinya peristiwa dari awal hingga akhir.
2 Sedangkan, hukum
adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk
orang banyak; segala undangundang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur
pergaulan hidup di masyarakat.
3 2 W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1987, hal. 62 3 Ibid. hal.363-364 Menurut
J.T.C Simorangkir dan Wierjono Sastropranoto, hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tersebut
berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan
hukum tertentu.
4 Secara umum Sewa
Guna Usaha (Leasing ) merupakan suatu equipment funding,
yaitu suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk peralatan atau barang modal pada perusahaan untuk digunakan dalam
proses produksi.
Istilah
Leasing sebenarnya berasal dari bahasa
Inggris yakni lease, yang berarti
sewa-menyewa. Karena memang dasarnya Leasing
adalah sewamenyewa. Jadi Leasing
merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa-menyewa.
Tetapi kemudian
dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa dalam bentuk khusus yang disebut Leasing , yang telah
berubah fungsinya menjadi salah satu jenis
pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia Leasing
sering diistilahkan dengan “Sewa
Guna Usaha”.
5 Sementara itu,
Equipment Leasing Association di London, memberikan definisi tetntang Leasing yaitu : 6 1.
Lessor, merupakan pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara Leasing
kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini Lessor “Leasing adalah perjanjian antara Lessor dan Lessee
untuk menyewa suatu jenis barang modal
tertentu yang dipilih/ditentukan oleh Lessee. Hak pemilikan atas barang modal tersebut ada pada
Lessor, adapaun Lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan
pembayaran uang sewa yang telah
ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.” Berdasarkan pengertian diatas,
pada prinsipnya ada beberapa pihak yang terdapat
dalam perjanjian Leasing . Yaitu : 4 C.S.T. Kansil,Pengahantar Hukum Indonesia
dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1979, hal. 38 5 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, PT Sinar
Grafika, Jakarta, 2008, hal.47.
6 Ibid.
biasanya merupakan Perusahaan Pembiayaan yang
bersifat multi finance, tetapi dapat
juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang Leasing .
2. Lessee, merupakan pihak yang memerlukan
barang modal. Dimana barang modal
dibiayai oleh Lessor dan diperuntukkan kepada Lessee.
3. Supplier, merupakan pihak yang menyediakan
barang modal yang menjadi objek Leasing
, dimana barang modal dibayar oleh Lessor kepada Supplier untuk kepentingan
Lessee. Dapat juga Supplier ini penjual biasa. Tetapi ada juga Leasing yang tidak melibatkan Supplier, misalnya
dalam bentuk Sale and Lease Back
(disewagunausahakan kembali).
4. Asuransi, merupakan pihak dalam perjanjian
Leasing yang akan memberikan ganti rugi apabila objek
Leasing yang diperjanjikan menagalami resiko ( misalnya kebakaran). Dalam
hal ini, pihak asuransi akan menerima
premi dari pihak lessee sebagai pihak yang wajib mengasuransikan objek Leasing yang diperjanjikan.
Perjanjian berasal
dari kata “janji” yang artinya adalah persetujuan antara dua pihak. Dari peristiwa ini ditimbulkan
suatu perhubungan antara dua orang itu yang
dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung
janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan
atau yang dituliskan.
Suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana 2 (dua) orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal.
7 Menurut teori
klasik, yang disebut perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.
Dalam KUHPerdata
dituliskan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih.
8 7 Budiman N.P.D.
Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, hal. 11.
Sementara menurut Salim, perjanjian merupakan
hubungan hukum antara subjek hukum yang
satu dengan subjek hukum yang lainnya dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum
yang satu berhak atas prestasi dan begitu
juga subjek hukum yang lain berkewajiban
untuk melaksanakan prestasinya sesuai
dengan yang telah disepakatinya.
9 Lessor adalah perusahaan yang melakukan kegiatan
usaha Leasing dengan menyediakan berbagai macam barang modal.
10 Perjanjian
Leasing merupakan perjanjian tentang
kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal, untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu,
berdasarkan pembayaranpembayaran secara berkala yang disertai dengan hak pilih
(opsi) bagi perusahaan Menurut Pasal I
angka (9) Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ditentukan, bahwa perusahaan sewa
guna usaha (Leasing Company) adalah badan uasaha yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal, baik secara Finance lease maupun Operating lease untuk digunakan
oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Sedangkan menurut
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang Perusahaan Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (Leasing ) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa
guna usaha dengan hak opsi (Finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk
digunakan oleh Penyewa Guna Usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
8 Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, PT Liberty, Yogyakarta, 2003, hal.118 9 Salim, Perkembangan Hukum
Kontrak Inominaat di Indonesia, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 17.
10 Kasmir, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 274.
tersebut untuk membeli barang-barang modal
tersebut atau memperpanjang jangka waktu
Leasing berdasarkan kesepakatan bersama.
E. Metode
Penelitian Dalam setiap usaha penelitian haruslah menggunakan metode penelitian
sesuai dengan bidang yang diteliti.
Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis
dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Tipe penelitian.
Tipe penelitian
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan masalah yang diangkat didalamnya,
sehingga penelitian yang dilaksanakan
adalah penelitian Hukum Normatif 11 2.
Bahan Hukum , yaitu penelitian yang menganalisis hukum yang tertulis dalam buku.
Dalam menyusun
skripsi ini, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Bahan hukum primer,
yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan huku m yang diurutkan berdasarkan hierarki peraturan
perundang-undangan.
Bahan hukum
sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku, pendapat sarjana, dan kasus hukum yang terkait
dengan skripsi ini.
Bahan hukum tersier
adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, seperti kamus huku
m dan lain-lain.
3. Tehnik pengumpulan data.
11 Soerjono
Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu Tinjauan Singkat), PT Grafindo Persada,
Jakarta, 1994, hal. 13-14.
Dalam
hal ini, tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research)
yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara mengumpulkan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder yang
ada hubungannya dengan permasalahan yang
ada dalam skripsi ini.
4. Analisis data Penelitian yang dilakukan
penulis termasuk kedalam tipe penelitian hukum normatif , dimana pengolahan data pada
hakekatnya adalah merupakan kegiatan untuk
melakukan analisa terhadap permasalahan yang dibahas. Hal ini dilakukan dengan menganalisa pasal-pasal dan
peraturan-peraturan yang berkaitan erat dengan
aspek hukum perjanjian Leasing yang
kemudian dianalisa secara induktif kualitatif.
F. Keaslian
Penulisan.
Pada dasarnya,
penulisan skripsi yang berjudul mengenai Perjanjian dan Leasing , telah banyak diangkat dan dibahas,
namun, penulisan skripsi dengan judul
ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN LEASING
DITINJAU DARI PERATURAN MENTERI
NO.84/PMK.012/2006 DAN KAITANNYA DENGAN
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA belum pernah ada yang membuatnya. Hal ini didasarkan pada
penulusuran dan pemeriksaan penulis ke perpustakaan
Fakultas Hukum USU.
Dengan demikian,
skripsi ini berbeda dengan skripsi yang lainnya, dan keaslian penulisan skripsi ini terjamin
adanya, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kalaupun ada
pendapat atau kutipan dalam penulisan skripsi ini sematamata hanya sebagai
faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan skripsi ini, yang memang sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan
dalam skripsi ini dibagi dalam suatu tahap yang disebut Bab. Dimana masing-masing bab
diuraikan masalahnya sendiri. Adapun sistematika
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai
masalah mengenai hal-hal yang bersifat
umum dari tulisan ini yang terdiri dari : Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian,
Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II : PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Pada bab ini diuraikan
tentang Perusahaan Pembiayaan yang terdiri atas : Pengertian Perusahaan Pembiayaan,
Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan ,
Tata Cara Pendirian Perusahaan Pembiayaan,
Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pembiayaan,
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Perusahan Pembiayaaan. Juga dibahas dalam bab ini adalah
sekilas tentang Perjanjian Leasing yaitu : Pengertian dan Sejarah Berkembangnya Leasing
di Indonesia, Dasar Hukum Perjanjian Leasing dan Pihak-Pihak
dalam Perjanjian Leasing , dam Jenis-Jenis Leasing .
BAB III : PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Pada bab ini diuraikan tentang
perjanjian yang diatur ataupun yang dimuat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bab ini terdiri atas : Pengertian Perjanjian,
Unsur-unsur Perjanjian, Asas Asas Hukum Perjanjian, Syarat Sahnya Suatu
Perjanjian, dan Jenis-Jenis Perjanjian
Menurut KUHPerdata.
BAB IV : ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN LEASING DITINJAU DARI PERATURAN MENTERI NO.84/PMK.012/2006 DAN KAITANNYA DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Bab ini merupakan bagian yang
paling pokok dalam penulisan skripsi
ini. Pada bab ini, penulis membahas tentang : Perjanjian Leasing
Dalam KUHPerdata dan Perbedaannya Dengan Perjanjian Lainnya, Bagaimana Syarat-Syarat dan Prosedur
Pelaksanaan Perjanjian Leasing, Hak dan
Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian
Leasing, Wanprestasi dalam Perjanjian Leasing
dan Penyelesaiannya.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab
penutup atau rangkuman yang berisikan penyimpulan
dari seluruh bab sebelumnya yang menjadi salah suatu kesimpulan sekaligus juga memuat saran
yang merupakan sumbangan pemikiran
penulis terhadap permasalahan dalam skr
ipsi ini.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi