BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perubahan iklim sudah hampir menjadi kosakata umum dalam percakapan sehari-hari. Namun demikian, fenomena ini
masih belum dipahami secara tepat oleh
masyarakat karena prosesnya memang cukup rumit. Sehingga tidak jarang terjadi kesalahpahaman atau kesulitan dalam
membedakan antara perubahan iklim dengan
variasi iklim yang kadang-kadang terjadi dengan gejala yang agak ekstrim dan membawa dampak seketika yang cukup
signifikan.
Perubahan iklim adalah fenomena
global yang dipicu oleh kegiatan manusia
terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan kegiatan alih-guna lahan. Kegiatan
tersebut dapat menghasilkan gas-gas yang makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfir.
Diantara gas-gas tersebut adalah
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O). Gas- gas tersebut memiliki sifat seperti kaca yang
meneruskan radiasi gelombang pendek atau
cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang atau radiasi-balik yang dipancarkan
bumi yang bersifat panas sehingga suhu
atmosfir bumi makin meningkat. Berada di bumi yang diliputi gas-gas tersebut bagaikan di dalam rumah kaca yang
selalu lebih panas dibanding suhu udara
di luarnya. Oleh karena itu, gas-gas tersebut dinamakan gas rumah kaca (GRK) dan pengaruh yang ditimbulkannya dikenal
dengan nama efek rumah kaca yang
selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim.
Tidak semua negara industri penyebab masalah
ini siap mengatasinya karena upaya
mitigasi yang menangani penyebabnya memerlukan biaya yang tinggi. Pada saat yang bersamaan hampir semua
negara yang tidak menimbulkan masalah
perubahan iklim, yaitu negara berkembang, sangat merasakan dampaknya, namun tidak memiliki kemampuan yang
memadai untuk melakukan adaptasi
terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Pemanasan global tidak terjadi
secara seketika, tetapi berangsur-angsur.
Namun demikian, dampaknya sudah
mulai kita rasakan di sini dan sekarang.
Ketika revolusi industri baru
dimulai sekitar tahun 1850, konsentrasi salah satu GRK penting yaitu CO2 di atmosfir baru 290
ppmv (part per million by volume), saat
ini (150 tahun kemudian) telah mencapai sekitar 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk
tidak berubah, 100 tahun yang akan
datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra-industri.
Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun
yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5 ÂșC dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan
manusia yang luar biasa besarnya.
Menurutnya produksi pangan,
terganggunya fluktuasi dan distribusi ketersediaan air, penyebaran hama dan penyakit tanaman, dan
manusia adalah diantara dampak sosial
ekonomi yang dapat ditimbulkan.
Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang,
(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003),
hal. 1-2.
Ibid, hal. 2.
Dalam rangka untuk menghadapi
perubahan iklim masyarakat Internasional
yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan beberapa Konferensi mengenai
perubahan iklim antara lain Kerangka Kerja
Konvensi Perubahan Iklim di New York pada tahun 1992 yang mendasari terciptanya Protokol Kyoto, pada tahun 1997
dan Bali Roadman pada tahun 2007.
Perhatian masyarakat dunia
tersebut terhadap lingkungan hidup memberikan gambaran kepada kita bahwa
persoalan lingkungan hidup bukan persoalan
yang mudah. Karena masyarakat dunia sudah mulai cemas terhadap keberadaan lingkungan hidup sehingga mereka
mengadakan beberapa pertemuan untuk
membahas dan melindungi lingkungan hidup dari dampak yang dilakukan oleh manusia akan perubahan iklim. Daniel
Murdiyarso mendefenisikan “Perubahan
Iklim” sebagai perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka yang panjang (50 tahun s.d 100 tahun) yang
dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan
emisi gas rumah kaca (GRK).
Menurut Mattias Finger, krisis lingkungan
hidup yang mendunia seperti sekarang ini
setidaknya disebabkan oleh pelbagai hal, yaitu kebijakan yang salah dan gagal; teknologi yang tidak efisien bahkan
cenderung merusak; rendahnya komitmen
politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan; tindakan dan tingkah laku menyimpang dari
aktor-aktor negara yang ‘tersesat’, mulai dari korporasi transnasional hingga
CEOs; merebaknya pola kebudayaan Perjanjian
Protokol Kyoto muncul karena timbul kekhawatiran para pakar kehutanan dan klimatologi terhadap terjadinya
pemanasan global akhir-akhir ini.
Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan
Negoisasi Konvensi Perubahan Iklim, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2003), hal. 11.
seperti konsumerisme dan individualisme; serta individu-individu yang tidak terbimbing dengan baik. Beranjak dari hal
tersebut, maka pada umumnya menurut Finger
jalan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang
lebih baik; teknologi baru dan berbeda;
penguatan komitmen politik dan publik; menciptakan gagasan dan ideologi baru
yang pro-lingkungan (green thinking); penanganan terhadap aktoraktor ‘sesat’;
serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan kesadaran tiaptiap individu.
Pan Mohamad Faiz, Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan:
Suatu Kajian Berperspektif Hukum
Konstitusi, Disampaikan sebagai paper position pada Forum Diskusi Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai “Perubahan
Iklim” yang diselenggarakan oleh Indonesian
Center for Environmental Law (ICEL) di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, 2009, hal.
2.
Pemerintahan Indonesia dalam
rangka turut serta dan mencegah perubahan iklim telah menetapkan di dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dinyatakan di dalam konsiderans bahwa pemanasan global yang
semakin meningkat mengakibatkan
perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Berdasarkan hal tersebut diatas
penulis ingin membahas persoalanpersoalan yang berhubungan dengan Protokol
Kyoto yang berkaitannya dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah ketentuan Protokol Kyoto yang
kaitannya dengan Pengelolaan Lingkungan
Hidup? 2. Sejauh mana hubungan prinsip
Protokol Kyoto dengan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup? 3. Bagaimanakah penerapan Protokol Kyoto dalam
sistem hukum lingkungan Indonesia? C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan di
atas, maka yang menjadi tujuan yang akan dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui ketentuan Protokol Kyoto
yang kaitannya dengan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b. Untuk mengetahui hubungan prinsip Protokol
Kyoto dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c. Untuk mengetahui penerapan Protokol Kyoto
dalam sistem hukum lingkungan Indonesia.
2. Manfaat Penulisan Dari hasil
penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: a. Manfaat Teoritis, hasil penulisan ini
diharapkan dapat bermanfaat dalam penegakan
dan penjabaran substansi pengelolaan lingkungan hidup.
b. Manfaat Praktis, hasil penulisan ini
memberikan kontribusi terhadap pemerintah
dalam upaya menerapkan substansi yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh
dari perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum
pernah diteliti. Oleh karena itu, penulisan
skripsi dapat dikatakan masih orisinil sehingga keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Pengertian Prinsip Berpangkal pada titik tolak, bahwa ekuivalen untuk kata
“asas” dalam bahasa Inggris adalah
“principle”, maka kami membuka buku Dictionary of Philosophy, buah tangan Peter A. Angeles,
Barnes and Noble Books, A Division of
Harper and Ron Publishers, N. York etc. 1982, untuk mencari kata “ principle”.
Istilah-istilah prinsip sebagai berikut: a)
Kata “principle erat hubungannya dengan istilah “ principium” (kata
latin).
Principium = 1 permulaan; awal;mula sumber; asal;
pangkal; pokok; dasar; sebab.
b) Kata “principle” dalam bahasa Inggris berarti
1. sumber atau asal sesuatu.
2. penyebab yang jauh dari
sesuatu. 3. kewenangan atau kecakapan asli.
Dalam tiga arti ini, kata
“principle” difahamkan sebagai sumber yang abadi dan tetap dari banyak hal. 4. aturan
atau dasar bagi tindakan seseorang. 5.
suatu pernyataan (hukum, aturan, kebenaran) yang dipergunakan sebagai dasar-dasar untuk
menjelaskan sesuatu peristiwa.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi