BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Negara ada demi manusia karena itu, negara harus berusaha mencapai
kebahagiaan untuk setiap manusia (warga
negaranya) Setiap negara berkewajiban
menjamin keamanan dan ketertiban didalam wilayah negaranya masing-masing oleh karenanya hakim
dari setiap negara dapat mengadili setiap
orang yang di dalam wilayah negaranya masing-masing yang telah melakukan suatu tindak pidana, dengan memberlakukan
Undang-Undang Pidana yang berlaku di negaranya
ini berarti bahwa Undang-Undang Pidana suatu negara
itu bukan saja dapat diberlakukan terhadap warga negara dari negara
tersebut, melainkan juga terhadap setiap
orang asing yang di dalam wilayah negaranya diketahui telah melakukan suatu tindak pidana . Dengan demikian negara
memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan
terhadap warga negaranya kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut dapat tercapai hanya melalui hukum, karena hukum
dapat menciptakan keteraturan, keadilan, dan ketentraman hidup yang kemudian tercipta suatu
kehidupan masyarakat (warga negara) yang sejahtera, adil, dan makmur. Sehubungan hal
tersebut Van Hattum menyatakan bahwa: Praktek
negara–negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian tidaklah semata-tergantung pada adanya perjanjian tersebut kemungkinan
besar jauh sebelumnya terdapat
negara-negara yang saling menyerahkan penjahat pelarian meskipun antara kedua .
Permintaan pemindahan pelaku tindak pidana tersebut
dapat dilakukan bagi pelaku tindak
pidana yang berstatus tersangka dan narapidana, Dimana pelaku tindak pidana
yang berstatus tersangka adalah pelaku
tindak pidana yang masih menjalani proses peradilan atau pemeriksaan, sedangkan pelaku tindak pidana
yang berstatus narapidana (terpidana) adalah pelaku tindak pidana yang sudah dijatuhi
hukuman dengan kekuatan hukum tetap.
Whisnu Situni, Identifikasi Dan Formulasi
Sumber-Sumber Hukum Internasional. C.V. Mandar Maju, Bandung, 1989, halaman.1.
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, halaman. 90.
belah pihak belum membuat
perjanjiannya bukti–bukti untuk menguatkan dugaan ini masih belum dapat ditunjukkan hubungan baik dan
bersahabat antara dua negara, dapat lebih memudahkan dan mempercepat penyerahan penjahat
pelarian, sebaliknya jika hubungan antara
dua negara saling bermusuhan dapat dipastikan amat sukar untuk saling
menyerahkan penjahat pelarian. Perlindungan
kepada seorang atau beberapa orang penjahat pelarian bukan pula didorong oleh kesadaran bahwa orang yang
bersangkutan patut untuk dilindungi apabila hubungan kedua negara yang semula bersahabat
berubah menjadi permusuhan maka kerjasama
saling menyerahkan penjahat pelarian bisa berubah menjadi saling melindungi penjahat pelarian demikian juga sebaliknya
praktek–praktek penyerahan penjahat pelarian belum didasarkan atas keinginan untuk
berkerjasama dalam mencegah dan memberantas kejahatan, Hal ini mengingat kehidupan
masyarakat umat manusia pada jaman kuno masih jauh lebih sederhana.
Masalah ekstradisi yang diartikan
sebagai penyerahan penjahat dari suatu
negara kepada negara lain, di
indonesia dewasa ini semakin populer dan mulai memasyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh: 1. Timbulnya kasus-kasus tentang ekstradisi yang
melibatkan indonesia, terutama antara tahun
1965 sampai sekarang, seperti kasus Tan Hoa 1968, kasus kapal mimi tahun 1975 dan masih banyak lagi kasus lainnya.
2. Indonesia telah mengadakan perjanjian
ekstradisi, antara lain perjanjian
antara Indonesia dengan pilipina, perjanjian antara Indonesia
dengan malaysia serta penjajakan ke negara–negara tetangga lainnya.
3. Pemberitaan-pemberitaan pers dan masmedia
lainnya turut membantu mempopulerkan
istilah dan pengertian ekstradisi 4.
Khusus di kalangan ahli hukum, masalah ekstradisi sangat erat
hubungannya dengan hukum nasional maupun
internasional sehingga mau tidak mau, mereka juga ingin mempelajari tentang ekstradisi tersebut.
Lebih–lebih lagi dalam rangka pembentukan undang–undang ekstradisi nasional.
Setelah kehidupan bernegara sudah
mulai nampak agak lebih maju, terutama mulai abad ke 17, 18, 19 sampai abad ke duapuluh ini
dengan tumbuhnya negara–negara nasional hubungan
dan pergaulan internasional pun mulai mencari dan menemukan bentuknya yang baru, Negara–negara dalam membuat perjanjian–perjanjian sudah mulai
mengadakan pengkhususan mengenai
bidang–bidang tertentu instrumen hukum berbentuk perjanjian internasional yang mengatur masalah pelaku
tindak pidana yang berstatus tersangka adalah Lembaga Ekstradisi, yaitu suatu perjanjian
internasional antar dua negara sesuai dengan tindak pidana yang tertuang dalam perjanjian
tersebut. Ekstradisi sebagai pranata hukum yang sudah cukup tua umurnya kini tidak perlu
diragukan lagi keberadaannya baik sebagai bagian dari hukum internasional pada umumnya
ataupun sebagi bagian dari hukum pidana internasional pada khususnya bahkan juga sebagai bagian
dari hukum internasional, ekstradisi
tampak dalam bentuk-bentuk perjanjian-perjanjian internasional bilateral
ataupun multilateral-regional sedangkan
sebagai bagian dari hukum nasional ekstradisi tampak dalam bentuk peraturan perundang-undangan nasional
negara-negara tentang ekstradisi Maksud
dan tujuan ekstradisi ialah untuk menjamin agar pelaku kejahatan berat tidak dapat menghindarkan diri dari penuntutan atau
pemindanaan, karena seringkali suatu negara yang wilayahnya dijadikan tempat berlindung
oleh seorang penjahat tidak dapat menuntut atau menjatuhkan pidana kepadanya semata-mata
disebabkan oleh beberapa aturan teknis hukum
pidana atau karena tidak adanya yurisdiksi untuk menuntut atau menjatuhkan
pidana pada penjahat tersebut karena itu
patut dan tepatlah penjahat tersebut diserahkan untuk diperiksa dan diadili oleh negara yang
mempunyai yurisdiksi atas penjahat tersebut penjahat .
I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional Modern,(Buku 1) Penerbit Yrama Widya, Bandung, 2009, halaman.19.
harus dipidana oleh negara tempat
ia berlindung atau diserahkan kepada negara yang dapat dan mau memidananya Terdapat 2 (dua) aspek dalam ekstradisi,
yaitu: .
1.
Adanya tindakan suatu pemerintah yang melepaskan wewenang atas seseorang dengan menyerahkan kepada
pemerintahan negara lain.
2. Langkah-langkah yang telah diambil yang
membuktikan bahwa si pelanggar memang
ditahan, baik untuk dituntut maupun untuk menjalani hukuman.Hal ini adalah tanggung jawab dari badan peradilan
yang juga harus menunjukkan bahwa orang
dimaksud memang sah menurut hukum yang berlaku di negara pemberi ekstradisi agar dapat diekstradisikan.
Lembaga yang mempunyai peranan dalam
prosedur ekstradisi adalah lembaga eksekutif dan yudikatif.
Permintaan penyerahan pelaku
kejahatan atau ekstradisi dapat juga dibarengi pengembalian aset hasil kejahatan yang dibawah
pelaku kejahatan yang bersangkutan. Kedua bentuk perjanjian tersebut harus saling
melengkapi dan bukan dilihat secara terpisah. Hal ini berarti permintaan ekstradisi wajib dilengkapi
dengan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana terutama pengusutan dan
pengembalian aset kejahatan dari pelaku kejahatan Untuk lebih mengenali tentang lembaga
ekstradisi ada beberapa asas dalam ekstradisi, semua asas ini secara akumulatif disamping
ketentuan-ketentuan tentang ekstradisi lainnya, harus dipenuhi,jika dua negara atau lebih
menghadapi kasus tentang ekstradisi. Asas-asas tersebut, antara lain adalah .
1. Asas Kejahatan Ganda Atau Double
Criminality : 2. Asas kekhususan atau spesialitas M budiarto,
Masalah Ekstradisi dan jaminan perlindungan atas hak-hak asasi
manusia.(buku 1),jakarta:
Ghalia,1980,halaman 13.
ibid Romli
Atmasasmita, kebijakan hukum kerjasama di bidang ekstradisi dalam era
globalisasi, diakses dari
situs:http://www.legalitas.org diakses tanggal 19 februari 2011 I wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional dan Hukum nasional Indonesia,(buku 2) C.V Mandar Maju, Bandung, 1990,
Halaman.171. 3. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan
politik 4. Asas tidak menyerahkan warga negara.
5. Asas Non Bis In Idem atau Ne
Bis In Idem 6. Asas daluwarsa Ekstradisi
merupakan jembatan yang yang dapat menghubungkan dua negara atau lebih dalam menghadapi pelaku-pelaku tindak
pidana yang menyangkut kepentingan dari dua negara atau lebih. Khususnya bagi indonesia
yang wilayahnya terletak di persimpangan lalu lintas internasional, merupakan sarang empuk
bagi para pelaku tindak pidana seperti penyeludupan,
perdagangan gelap manusia dan tenaga kerja, terorisme dan lainnya Oleh karena itu perjanjian –perjanjian ekstradisi
dengan negara-negara tetangga dan negara lainnya, merupakan salah satu kebutuhan yang
cukup mendesak. Demikian juga bagi para ahli
hukum sudah selayaknya juga memahami tentang ekstradisi sebab ekstradisi
sebagian merupakan hukum nasional
khususnya berhubungan erat dengan hukum pidana.
Berdasarkan hal yang telah di
uraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mempelajari, memahami dan meneliti secara
lebih mendalami mengenai praktek negara dalam
melakukan pemindahan pelaku tindak pidana. dan penulis menggunakan UU No.1 Tahun 1979 sebagai pedoman.
Selanjutnya penulis menyusunnya
dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: “PEMINDAHAN PELAKU TINDAK PIDANA
DARI SUATU NEGARA KE NEGARA .
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi