Selasa, 15 April 2014

Skripsi Hukum: EMINDAHAN PELAKU TINDAK PIDANA DARI SUATU NEGARA KE NEGARA LAIN

BAB I 
PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Negara ada demi manusia karena itu, negara harus berusaha mencapai kebahagiaan  untuk setiap manusia (warga negaranya)  Setiap negara berkewajiban menjamin keamanan dan ketertiban didalam wilayah  negaranya masing-masing oleh karenanya hakim dari setiap negara dapat mengadili  setiap orang yang di dalam wilayah negaranya masing-masing yang telah melakukan  suatu tindak pidana, dengan memberlakukan Undang-Undang Pidana yang berlaku di  negaranya ini berarti bahwa Undang-Undang Pidana suatu negara
itu bukan saja dapat  diberlakukan terhadap warga negara dari negara tersebut, melainkan juga terhadap  setiap orang asing yang di dalam wilayah negaranya diketahui telah melakukan suatu  tindak pidana . Dengan demikian negara memberikan kebahagiaan  dan kesejahteraan terhadap warga negaranya kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut dapat  tercapai hanya melalui hukum, karena hukum dapat menciptakan keteraturan, keadilan, dan  ketentraman hidup yang kemudian tercipta suatu kehidupan masyarakat (warga negara) yang  sejahtera, adil, dan makmur. Sehubungan hal tersebut Van Hattum menyatakan bahwa:  Praktek negara–negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian tidaklah  semata-tergantung  pada adanya perjanjian tersebut kemungkinan besar jauh sebelumnya  terdapat negara-negara yang saling menyerahkan penjahat pelarian meskipun antara kedua  .
Permintaan  pemindahan pelaku tindak pidana tersebut dapat dilakukan bagi pelaku  tindak pidana yang berstatus tersangka dan narapidana, Dimana pelaku tindak pidana yang  berstatus tersangka adalah pelaku tindak pidana yang masih menjalani proses peradilan atau  pemeriksaan, sedangkan pelaku tindak pidana yang berstatus narapidana (terpidana) adalah  pelaku tindak pidana yang sudah dijatuhi hukuman dengan kekuatan hukum tetap.
 Whisnu Situni, Identifikasi Dan Formulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional. C.V. Mandar  Maju, Bandung, 1989, halaman.1.
 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,  halaman. 90.
belah pihak belum membuat perjanjiannya bukti–bukti untuk menguatkan dugaan ini masih  belum dapat ditunjukkan hubungan baik dan bersahabat antara dua negara, dapat lebih  memudahkan dan mempercepat penyerahan penjahat pelarian, sebaliknya jika hubungan  antara dua negara saling bermusuhan dapat dipastikan amat sukar untuk saling menyerahkan  penjahat pelarian. Perlindungan kepada seorang atau beberapa orang penjahat pelarian bukan  pula didorong oleh kesadaran bahwa orang yang bersangkutan patut untuk dilindungi apabila  hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah menjadi permusuhan maka  kerjasama saling menyerahkan penjahat pelarian bisa berubah menjadi saling melindungi  penjahat pelarian demikian juga sebaliknya praktek–praktek penyerahan penjahat pelarian  belum didasarkan atas keinginan untuk berkerjasama dalam mencegah dan memberantas  kejahatan, Hal ini mengingat kehidupan masyarakat umat manusia pada jaman kuno masih  jauh lebih sederhana.
Masalah ekstradisi yang diartikan sebagai penyerahan penjahat dari suatu  negara  kepada negara lain, di indonesia dewasa ini semakin populer dan mulai memasyarakat. Hal  ini antara lain disebabkan oleh: 1.  Timbulnya kasus-kasus tentang ekstradisi yang melibatkan indonesia, terutama antara  tahun 1965 sampai sekarang, seperti kasus Tan Hoa 1968, kasus kapal mimi tahun  1975 dan masih banyak lagi kasus lainnya.
2.  Indonesia telah mengadakan perjanjian ekstradisi, antara lain  perjanjian antara  Indonesia  dengan pilipina, perjanjian antara Indonesia dengan malaysia  serta  penjajakan ke negara–negara tetangga lainnya.
3.  Pemberitaan-pemberitaan pers dan masmedia lainnya turut membantu  mempopulerkan istilah dan pengertian ekstradisi 4.  Khusus di kalangan ahli hukum, masalah ekstradisi sangat erat hubungannya dengan  hukum nasional maupun internasional sehingga mau tidak mau, mereka juga ingin  mempelajari tentang ekstradisi tersebut. Lebih–lebih lagi dalam rangka pembentukan  undang–undang ekstradisi nasional.
Setelah kehidupan bernegara sudah mulai nampak agak lebih maju, terutama mulai  abad ke 17, 18, 19 sampai abad ke duapuluh ini dengan tumbuhnya negara–negara nasional  hubungan dan pergaulan internasional pun mulai mencari dan menemukan bentuknya yang  baru, Negara–negara dalam  membuat perjanjian–perjanjian sudah mulai mengadakan  pengkhususan mengenai bidang–bidang tertentu instrumen hukum berbentuk perjanjian  internasional yang mengatur masalah pelaku tindak pidana yang berstatus tersangka adalah  Lembaga Ekstradisi, yaitu suatu perjanjian internasional antar dua negara sesuai dengan  tindak pidana yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Ekstradisi sebagai pranata hukum  yang sudah cukup tua umurnya kini tidak perlu diragukan lagi keberadaannya baik sebagai  bagian dari hukum internasional pada umumnya ataupun sebagi bagian dari hukum pidana  internasional  pada khususnya bahkan juga sebagai bagian dari hukum internasional,  ekstradisi tampak dalam bentuk-bentuk perjanjian-perjanjian internasional bilateral ataupun  multilateral-regional sedangkan sebagai bagian dari hukum nasional ekstradisi tampak dalam  bentuk peraturan perundang-undangan nasional negara-negara tentang ekstradisi  Maksud dan tujuan ekstradisi ialah untuk menjamin agar pelaku kejahatan berat tidak  dapat menghindarkan diri dari penuntutan atau pemindanaan, karena seringkali suatu negara  yang wilayahnya dijadikan tempat berlindung oleh seorang penjahat tidak dapat menuntut  atau menjatuhkan pidana kepadanya semata-mata disebabkan oleh beberapa aturan teknis  hukum pidana atau karena tidak adanya yurisdiksi untuk menuntut atau menjatuhkan pidana  pada penjahat tersebut karena itu patut dan tepatlah penjahat tersebut diserahkan untuk  diperiksa dan diadili oleh negara yang mempunyai yurisdiksi atas penjahat tersebut penjahat  .
 I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional Modern,(Buku 1) Penerbit Yrama Widya,  Bandung, 2009, halaman.19.
harus dipidana oleh negara tempat ia berlindung atau diserahkan kepada negara yang dapat  dan mau memidananya  Terdapat 2 (dua) aspek dalam ekstradisi, yaitu: .
 1.  Adanya tindakan suatu pemerintah yang melepaskan wewenang atas  seseorang dengan menyerahkan kepada pemerintahan negara lain.
2.  Langkah-langkah yang telah diambil yang membuktikan bahwa si pelanggar  memang ditahan, baik untuk dituntut maupun untuk menjalani hukuman.Hal  ini adalah tanggung jawab dari badan peradilan yang juga harus menunjukkan  bahwa orang dimaksud memang sah menurut hukum yang berlaku di negara  pemberi ekstradisi agar dapat diekstradisikan. Lembaga yang mempunyai  peranan dalam prosedur ekstradisi adalah lembaga eksekutif dan yudikatif.
Permintaan penyerahan pelaku kejahatan atau ekstradisi dapat juga dibarengi  pengembalian aset hasil kejahatan yang dibawah pelaku kejahatan yang bersangkutan. Kedua  bentuk perjanjian tersebut harus saling melengkapi dan bukan dilihat secara terpisah. Hal ini  berarti permintaan ekstradisi wajib dilengkapi dengan permintaan bantuan timbal balik dalam  masalah pidana terutama pengusutan dan pengembalian aset kejahatan dari pelaku kejahatan  Untuk lebih mengenali tentang lembaga ekstradisi ada beberapa asas dalam ekstradisi,  semua asas ini secara akumulatif disamping ketentuan-ketentuan tentang ekstradisi lainnya,  harus dipenuhi,jika dua negara atau lebih menghadapi kasus tentang ekstradisi. Asas-asas  tersebut, antara lain adalah .
 1. Asas Kejahatan Ganda Atau Double Criminality : 2. Asas kekhususan atau spesialitas   M budiarto,  Masalah Ekstradisi dan jaminan perlindungan atas hak-hak asasi manusia.(buku  1),jakarta: Ghalia,1980,halaman 13.
 ibid   Romli Atmasasmita, kebijakan hukum kerjasama di bidang ekstradisi dalam era globalisasi, diakses  dari situs:http://www.legalitas.org diakses tanggal 19 februari 2011   I wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum nasional Indonesia,(buku 2)  C.V Mandar Maju, Bandung, 1990, Halaman.171.   3. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik 4. Asas tidak menyerahkan warga negara.
5. Asas Non Bis In Idem atau Ne Bis In Idem 6. Asas daluwarsa  Ekstradisi merupakan jembatan yang yang dapat menghubungkan dua negara atau  lebih dalam menghadapi pelaku-pelaku tindak pidana yang menyangkut kepentingan dari dua  negara atau lebih. Khususnya bagi indonesia yang wilayahnya terletak di persimpangan lalu  lintas internasional, merupakan sarang empuk bagi para pelaku tindak pidana seperti  penyeludupan, perdagangan gelap manusia dan tenaga kerja, terorisme dan lainnya Oleh  karena itu perjanjian –perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga dan negara  lainnya, merupakan salah satu kebutuhan yang cukup mendesak. Demikian juga bagi para  ahli hukum sudah selayaknya juga memahami tentang ekstradisi sebab ekstradisi sebagian  merupakan hukum nasional khususnya berhubungan erat dengan hukum pidana.
Berdasarkan hal yang telah di uraikan di atas, maka penulis tertarik untuk  mempelajari, memahami dan meneliti secara lebih mendalami mengenai praktek negara  dalam melakukan pemindahan pelaku tindak pidana. dan penulis menggunakan UU No.1  Tahun 1979 sebagai pedoman.

Selanjutnya penulis menyusunnya dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: “PEMINDAHAN PELAKU TINDAK PIDANA DARI    SUATU NEGARA KE  NEGARA  .
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi