BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak merupakan anugerah terindah yang tidak tergantikan
dalam sebuah keluarga. Setiap orang yang
berumah tangga sangat menginginkan akan hadirnya seorang anak. Anak dapat memberikan hiburan
tersendiri kepada orang tua di kala mereka
penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan penerus keturunan dalam keluarga.
Tidak semua
keluarga memiliki kesempatan untuk memiliki anak kandung. Banyak hal yang menyebabkan hal ini.
Bisa jadi karena alasan medis, karena
usia, atau karena memang belum “dipercaya” untuk memiliki anak oleh Tuhan. Bagi keluarga yang belum dikaruniai
anak, adopsi merupakan jalan yang tepat.
Banyak keluarga yang mengadopsi anak sebagai “pancingan” agar secepat mungkin dikaruniai anak kandung. Namun ada
juga yang mengadopsi anak untuk meringankan
beban orang tua kandung si anak, terlebih lagi jika orang tua kandung anak tersebut berasal dari keluarga
yang tidak mampu.
Jika dalam
perkawinan itu tidak diperoleh anak berarti tidak ada yang melanjut keturunan dan kerabatnya, yang dapat
mengakibatkan punahnya kerabat tersebut.
Oleh karena itu orang akan melakukan cara apa saja dan mengorbankan biaya berapa saja mendapatkan anak dalam
perkawinan bahkan ada yang melakukan
program bayi , tidak jarang juga mendapatkan anak walaupun telah berusaha secara maksimal sehingga
pengangkatan anak (adopsi) dianggap sebagai jalan terakhir.
Pengangkatan yang
lazim disebut adopsi merupakan lembaga hukum yang dikenal sejak lama dalam budaya masyarakat
Indonesia bermaca-macam motif orang
melakukan pengangkatan anak, sehingga mengadopsi seorang anak tidak bisa dilakukan dengan “asal-asalan”. Ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang adopsi anak.
Peraturan mengenai
tata cara dan akibat hukum dari pengangkatan anak itu sendiri juga bersifat pluralistik di
Indonesia. Masing-masing etnis dan golongan
penduduk mempunyai aturan sendiri mengenai prosedur dan akibat hukum pengangkatan anak. Keanekaragaman ini
sering menyebabkan ketidakpastian dan
masalah hukum yang tidak jarang menjadi sengketa pengadilan. Eksistensi adopsi di Indonesia
sebagai suatu lembaga hukum masih belum
sinkron, sehingga masalah adopsi masih merupakan problema bagi masyarakat, terutama dalam masalah yang
menyangkut ketentuan hukumnya.
Ketidaksinkronan
tersebut sangat jelas dilihat, kalau dipelajari ketentuan tentang eksistensi lembaga adopsi itu sendiri.
Masalah
pengangkatan anak semakin menarik perhatian untuk dikaji setelah berlakunya Intruksi Presiden No 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
oleh Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya hubungan hukum antara anak angkat dan orang tua angkat berupa wasiat
wajibah dalam pasal 299.
sehingga mengenai
pengangkatan anak merupakan topik yang sangat menarik dibahas. Selain itu isu adopsi oleh orang
warga negara asing kembali mencuat pasca
bencana tsunami dan gempa di Nanggroe Aceh Darussalam. Dimana sejumlah masyarakat berkeinginan untuk
mengadopsi anak-anak Aceh korban tsunami
2 Berita hilangnya 300 anak pasca bencana tsunami Aceh yang dilarikan oleh World Help sampai hari ini tidak jelas
penyelesaianya, dan banyak pihak menduga
anak-anak ini dilarikan ke Amerika.
3 Pengangkatan anak adalah suatu tindakan
mengambil anak orang lain untuk
dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandung sendiri, berdasarkan Pada mulanya pengangkatan anak hanya dilakukan
semata-mata untuk melanjutkan dan
mempertahankan garis keturunan/marga dalam suatu keluarga yang tidak mempunyai anak kandung. Disamping
itu juga untuk mempertahankan ikatan
perkawinan. Sehingga tidak timbul perceraian. Tetapi dalam perkembangannya kemudian sejalan dengan
perkembangan masyarakat, tujuan adopsi
telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum dalam Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No 4 Tahun 1979,
yang berbunyi “pengangkatan anak menurut
adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak”.
Namun masih ada
juga penyimpangan-penyimpangan seperti misalnya ingin menambah/mendapatkan tenaga kerja yang
murah. Ada kalanya keluarga yang telah
mempunyai anak kandung, merasa perlu lagi untuk mengangkat anak yang bertujuan untuk menambah tenaga kerja
dikalangan keluarga atau karena kasihan
terhadap anak yang diterlantarkan.
2 http;//www.texassweetheart.blog.friend.com,
“Adopsi legal dan Ilegal” diakses pada hari
Sabtu, tanggal 13 Februari 2009, Pkl 20.30 WIB 3 www.kpai.go.id/download/doc_download/2-melawan-trafficking.html,
“Melawan Trafficking” diakses pada hari
selasa, tanggal 16 Februari 2009, Pkl. 15.30 WIB ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama
dan sah menurut hukum yang berlaku di
masyarakat yang bersangkutan.
Kenyataan sosial pengangkatan anak merupakan
salah satu aspek dalam hubungan antar
bangsa dan anak negara. Pengangkatan anak semacam itu menimbulkan masalah baru yaitu masalah
pengangkatan anak antar negara.
Namun demikian
hingga kini belum dijumpai literatur yang memadai tentang pengangkatan anak antar negara, demikian pula
mengenai undang-undang tentang pengangkatan
anak yang sejak tahun 1982 masih tetap menjadi rancangan undang-undang.
Dalam proses
pengangkatan anak, anak tidak mempunyai kedudukan yang sah sebagai pihak yang membuat persetujuan.
Anak merupakan objek persetujuan yang
dipersoalkan dan dipilih sesuai dengan selera pengangkat. Tawar-menawar seperti dalam dunia perdagangan dapat selau
terjadi. Pengadaan uang serta penyerahaan
sebagai imbalan kepada yang punya anak dan mereka yang telah berjasa dalam melancarkan pengangkatan
merupakan petunjuk adanya sifat bisnis pengangkatan
anak.
Sehubungan dengan
ini, maka harus dicegah pengangkatan anak yang menjadi suatu bisnis jasa komersial. Karena
hal itu sudah bertentangan dengan azas
dan tujuan pengangkatan anak.
Menurut azas
pengangkatan anak, maka seorang anak berhak atas perlindungan orang tuanya, dan orang tuanya
wajib melindungi anaknya dengan berbagai
cara. Oleh sebab itu hubungan antara seorang anak dengan orang tua harus dipelihara dan dipertahankan sepanjang
hidup masing-masing. Pelaksanaan pengangkatan
anak pada hakekatnya merupakan suatu bentuk pemutusan hubungan antara orang tua kandung dengan anak
kandung. Dengan demikian, maka
pengangkatan anak adalah pada dasarnya tidak sesuai dengan azas pengangkatan anak dan tidak dapat dianjurkan.
Pengangkatan anak
pada hakekatnya dapat dikatakan salah satu penghambat usaha perlindungan anak. Oleh sebab
pengangkatan anak yang pada hakekatnya
memutuskan hubungan antara orang tua kandung dengan anak kandung, menghambat seorang ayah kandung
melaksanakan tanggung jawabnya terhadap
anak kandung dalam rangka melindungi anak (mental, fisik,dan sosial).
Pengangkatan anak
tidak memberikan kesempatan anak melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap orang tua kandungnya.
Hal ini tidak mendidik dan membangun
kepribadian seorang anak. Kalaupun upaya adopsi berhasil, pasal 40 UU perlindungan anak masih mewajibkan orang
tua angkat memberitahukakan asala-usul
orang tua kandung kepada anak kelak.
4 Pengangkatan anak
menyangkut nasib anak yang harus dilindungi, sebab anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cta perjuangan bangsa.
Anak mempunyai
peran yang strategis dalam menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan, oleh karena
itu setiap anak perlu mendapat kesempatan
yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan
berakhalak mulia. Oleh sebab itu juga pengangkatan
anak harus menjadi pokok perhatian perlindungan anak, serta 4 http;//www.texassweetheart.blog.friend.com,
loc.cit.
pelaksanaannya harus diamankan oleh hukum
perlindungan anak demi perlakuan adil
dan sejahtera bagi kehidupan anak.
Pengangkatan anak
akan mempuyai dampak perlindungan anak apabila syarat-syarat seperti dibawah ini dipenuhi,
yaitu; 1. diutamakan pengangkatan anak
yang yatim piatu 2. anak yang cacat
mental, fisik, sosial, 3. orang tua anak
tersebut memang sudah benar-benar tidak mampu mengelola keluarganya 4. bersedia memupuk dan memelihara ikatan
keluarga anatara anak dan orang tua
kandung sepanjang hayatnya 5. hal-hal
lain yang tetap mengembangkan manusia seutuhnya.
5 Permasalahan
pengangkatan anak jelas begitu kompleks dan rumit dan dapat membuat anak tidak mampu melindungi
dirinya sendiri menjadi korban non struktural
dan struktural. Oleh karena itu Mahkamah Agung tidak menutup mata dengan banyak masalah yang terjadi pada
pengangkatan anak sehingga aturan yang
dulu dipakai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 tahun 1979, disempurnakan lewat Surat Edaran Mahkamah
agung (SEMA) No. 6 tahun 1983 Dengan banyaknya permohonan pengangkatan anak
baik didalam negeri maupun antar negara.
Terlebih melihat modernisasi negara-negara barat yang telah melahirkan tingkat kemakmuran tinggi
yang membawa perubahan jalan fikiran
tentang perkawinan dan keluarga dimana kaum wanita tidak ingin menikah, ataupun kalau menikah mereka tidak
ingin memiliki anak. Mereka rela 5 Irma
Setyowati Soemitro, Aspek Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal.
40 mengeluarkan biaya yang besar untuk
mengadopsi anak Kebutuhan Adopsi massal
ini yang menyebabkan ada pihak-pihak yang menarik banyak keuntungan yang tidak pada tempatnya. Pada sisi lain
negara-negara berkembang seperti Indonesia
masih dipenuhi warga miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran pencarian anak-anak
yang akan diadopsi melalui proses
perdagangan 6 6 . Hal ini disertai Kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari
kelurahan atau kepala desa dan kurangnya
pengamatan/penelitian dapat mengakibatkan lolosnya permohonan pengangkatan anak antar negara tanpa
memperhatikan aspek keamanan negara.
Seperti kasus
Tristan dowse, korban penjualan anak berkedok adopsi adalah kasus yang besar tidak hanya di Indonesia tetapi
juga di negara asal orang tua yang mengadopsinya,
Irlandia. Setelah melalui proses hukum tristan kembali ke ibu kandungnya. Tristan adalah salah satu contoh
adopsi orang asing, walaupun dalam praktek
terdapat jual beli. Adopsi anak bernama asli Erwin disahkan Pengadilan Negeri Jakarta selatan. Diyakini ada banyak
kasus sejenis terjadi meskipun belum terungkap
kepermukaan. Umumnya terjadi melalui sindikat perdagangan bayi.
Diyakini di Indonesia ada ratusan ribu anak yang belum mendapat pengasuhan dan perlindungan sangat rentan
dengan adopsi yang tidak sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku (adopsi Ilegal) hal ini justru membuat anak tidak bahagia karena ada yang dieksploitasi
bahakan ditelantarkan kembali oleh orang
tua yang mengadopsinya.
www.kpai.go.id/download/doc_download/2-melawan-trafficking.htm,
loc.cit.
Oleh karena itu terlepas dari siapapun yang
hendak mengadopsi dan dengan alasan
apapun hendak mengasuh dan mengadopsi anak harus sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum. Hal
ini untuk mencegah terjadinya Traffiking
anak sebab trafficking bukan saja persoalan penjualan anak untuk eksploitasi baik seksual maupun tenaga, tetapi
juga penjualan bayi yang masih dalam
kandungan, dan anak-anak dengan dalih adopsi.
B. Perumusan
Masalah Berdasarkan permasalahan yang
telah diuraikan diatas, maka yang akan dibahas
dalam penulisan skripsi ini, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana peraturan hukum mengenai pengangkatan anak (adopsi) dan prosedur pengangkatan anak? 2. Bagaimana implementasi hak anak dalam hukum
nasional? 3. Bagaimana sanksi pidana
bagi pelaku pengangkatan anak secara ilegal? C. Tujuan dan Pemanfaatan
Penulisan Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penulisan
adalah seagai berikut: 1. Untuk
mengetahui dan menjelaskan mengenai peraturan hukum mengenai pengangkatan anak (adopsi) dan proses
pengangkatan anak 2. Untuk mengetahui
dan menjelaskan apa yang menjadi hak-hak anak
3. Untuk mengetahui dan
menjelaskan sanksi hukum bagi pelaku pengangkatan
anak secara ilegal (adopsi Ilegal) D.
Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini berjudul: “KAJIAN HUKUM PIDANA
TERHADAP PENGANGKATAN ANAK SECARA
ILEGAL” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum .
Permasalahan yang
dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori
hukum yang berlaku maupun dengan kondisi
dan fenomena dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang ada melalui refrensi buku-buku, media elektronik,
dan bantuan berbagai pihak. Dalam rangka
melengkapi Tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Hukum Di Fakultas Hukum , dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan
permasalahan yang sama, maka penulis
akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Anak 1. pengertian anak menurut
Undang-undang dasar 1945 Pengertian anak
adalah kedudukan yang ditetapkan dalam pasal 34. pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian
dan status anak dalam bidang politik, karena yang menjadi esensi dasar
kedudukan anak dalam kedua pengertian ini
yaitu anak adalah subjek hukum dai sistem hukum nasional, yang harus dilindungi, dipelihara, dan dibina untuk
kesejahteraan anak. Pengertian menurut Undang-undang
dasar 1945 dan pengertian politik melahirkan atau menonjolkan hak-hak yang harus diperoleh anak dari
masyarakat, bangsa, dan negara atau dengan
kata yang tepat pemerintah dan masyarakat dan lebih bertanggung jawab terhadap masalah sosial, yuridis dan politik
yang ada pada seorang anak 2. Pengertian
menurut hukum perdata Pengelompokan anak menurut pengertian hukum perdata di
bangun dari beberapa aspek keperdataan
yang ada pada anak sebagai seorang subjek hukum yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut sebagai
berikut; 1. Status belum dewasa (batas
usia) sebagai subjek hukum 2. Hak-hak
anak dalam hukum Dalam hukum perdata khususnya pasal 330 ayat 1, mendudukan
anak sebagai berikut “belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah
kawin....dst” dalam pasal 330 ayat 3, mendudukkan
anak sebagai berikut “seorang yang belum dewasa yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua akan berada
dibawah perwalian....dst” pengertian
anak disini disebut sebagai istilah “belum dewasa’ dan mereka yang berada dalam pengasuhan orang tua dan
perwalian. Pengertian yang dimaksud sama
halnya dengan pengaturan yang terdapat dalam Undang-undang No1 tahun 1974 tentang perkawinan, yurisprudensi, hukum
adat, dan hukum islam pengertian anak
ditetapkan sama makna dengan mereka yang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas
legitimasi hukum sebagai hukum atau layak
subjek hukum normal yang ditentukan oleh perundang-undangan perdata 7 3.
pengertian anak menurut hukum pidana Menurut
Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan undang-undang mengklasifikasikan anak kedalam
pengertian berikut ini: 1. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan
putusan pengadilan menjalani pidana di
LAPAS Anak paling lama berumur 18 tahun 2.
Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di
LAPAS paling aman sampai berumur 18
tahun 3. Anak sipil adalah anak yang
atas permintaan orangtua atau walinya memperoleh
ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
Menurut
Undang-Undang Peradilan Anak No. 3 Tahun 1997: Batas usia Anak yang diatur
dalam peradilan anak adalah 8 hingga 18 tahun.
Pelaku tindak pidana anak di bawah usia 8 tahun diatur dalam UndangUndang
Peradilan Anak: “Akan diproses
penyidikannya, namun dapat diserahkan kembali
pada ortunya atau bila tidak dapat dibina lagi diserahkan pada Departemen Sosial.“ 7 Maulana Hassan Wadong,
Advokasi dan Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 17
Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan AnakAnak adalah seseorang yang belum berusia
18 tahun termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
4. Pengertian anak
menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Ruang lingkup pengertian anak
dalam Hukum Tata Negara memiliki makna
yang tidak jauh berbeda dengan makna yang ditetapkan oleh undangundang dasar
1945 dan yang ditentukan anak dalam pengertian politik dan atau dari pengertian hukum perdata. Dalam makna
tata negara anak berhak untuk mendapatkan
status atas perlindungan dari kewajiban-kewajiban hukum baik baik untuk dipelihara atau direhabilitasi dari
perbuatan pidana atau perbuatan melanggar
hukum lainnya. Pengertian anak menurut ketentuan HTN dapat meliputi hak-hak orangtua yang menajdi PNS dan
atau ABRI seperti berikut; a. hak untuk memperoleh tunjangan b. hak untuk
memperoleh askes, tunjangan kepegawaian, dll.
2. Pengertian Pengangkatan Anak Pengertian
adopsi dapat dibedakan dari dua sudut pandangan yaitu secara etimologi; adopsi bersalah dari kata ”adoptie”
bahasa Belanda, atau ”adopt” (adoption)
bahasa Inggr is yang berarti pengangkatan anak. Dalam bahasa arab disebut ’tabbani’ yang menurut Mahmud yunus
diartikan sebagai ”mengambil anak
angkat” sedangkan dalam kamus Munjid diartikan ”ittihadzahu Ibnan’ yaitu menjadikannya sebagai anak.
8 Menurut Hilman
Hadi Kusuma, dalam bukunya hukum perkawinan adat: anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap
anak sendiri oleh orangtua angkat dengan
resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan
atas harta kekayaan rumah tangga Pengertian
dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti ”pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak
kandungnya sendiri” jadi disini penekanannya
pada persamaan status anak angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung. Ini adalah pengertian
secara literlijk yaitu adopsi diover kedalam
bahasa indonesia menjadi anak angkat atau pengangkatan anak.
Secara terminologi,
para ahli mengemukakan beberapa rumusan tentang adopsi, antara lain; 9 Adopsi (mengangkat
anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian
rupa, sehingga antara orang yang mememungut
anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua
dengan anak kandungnya sendiri .
Menurut Surojo
Wignjodipuro, dalam bukunya “pengantar dan asas-asas hukum adat memberikan batasan sebagai berikut;
10 8 Muderis Zaini, Adopsi: Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 1999, hal. 4 9 Ibid.,
hal. 5 10 Surojo Wignojodipuro,
Pengangtar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta Hal.4 .
Kemudian Mahmud Syaltut, seperti yang dikutip
secara ringkas oleh Factur Rachman dalam
bukunya ahli waris, beliau membedakan dua macam arti anak angkat yaitu 11 ; Pertama; penyatuan seseorang terhadap anak
yang diketahuinya. bahwa ia sebagai anak
orang lain kedalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberiaan nafkah,
pendidikan, dan pelayanan dalam segi
kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.
Kedua; yakni yang
dipahamkan dari perkataan “tabanni” (mengangkat anak secara mutlak menurut syariat adat dan
kkebiasaan yang berlaku pada manusia
tabanni ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai oranglain kedalam keluarganya, yang tidak ada
pertalian nasab kepada dirinya,
sebagaimana anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak.
Dalam pasal 1 angka
9 Undang-Undang Perlindungan Anak , UU No 23 Tahun 2002 memberi pengertian pengangkatan
anak ; Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan-kekuasaan
keluarga orangtua yang sah/walinya yang
sah/orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan
kekuasaan kekeluargaan orangtua angkat
berdasarkan putusan/penetapan pengadilan negeri Pengertian lain adopsi adalah
suatu perbuatan hukum yang memberikan kedudukan
kepada seseorang anak orang lain yang sama seperti anak sah.
11 Muderis Zaini,
loc.cit., hal. 5 3. Pengertian
pengangkatan anak secara ilegal Pengangkatan anak yang dimasukkan dalam
kategori ilegal, berdasarkan pasal 39 UU
No 23 tahun 2003 dapat dirincikan sebagai berikut: 1. Pengangkatan anak yang dilakukan bukan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak,
tetapi untuk kepentingan pribadi seseorang, dan dilakukan tidak berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku .
2. Pengangkatan anak yang memutuskan hubungan
nasab dengan orangtua kandung anak
angkat.
3. Calon orang tua kandung ternyata tidak
seagama dengan anak yang diangkat.
4. Pengangkatan anak oleh warga negara asing
yang telah ternyata bahwa pengangkatan
anak bukan merupakan upaya terakhir, karena masih ada upaya lainnya 12 Menurut Boediono, Wakil Ketua
Bidang Anak Dan Pendidikan Yayasan Pembinaan
Dan Asuhan Bunda (YPAB) adopsi ilegal adalah .
13 12 Ahmad Kamil
dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan pengangkatan Anak di Indonesia, Rajawali Pers, 2008, hal. 89 13 http;//www.texassweetheart.blog.friend.com,
loc.cit ; Adopsi yang dilakukan hanya
berdasarkan kesepakatan antar pihak orangtua yang mengangkat dengan orangtua kandung anak .
Dalam UU No 27
tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 5 angka 1 menjelaskan adopsi ilegal
yaitu: Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu
atau memberikan sesuatu dengan maksud
untuk dieksploitasi.
F.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi
ini adalah: 1. Jenis Penelitian Penelitian skripsi ini merupakan penelitian
hukum normatif. Penelitian dilakukan
terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi.
2. Data dan Sumber Data Dalam penyusunan skripsi
ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari: a. Bahan hukum primer, bahan
hukum yang telah ada dan yang berhubungan dengan skripsi penulis yang terdiri dari UUD
1945 serta peraturan perundangundangan lain yang terkait dengan bahan hukum
primer yaitu terdiri dari rancangan
Undang-Undang, Buku, Pendapat para sarjana, hasil penelitian dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan
pembahasan judul skripsi ini, yaitu pengangkatan
anak secara ilegal.
b. bahan hukum
sekunder, berupa buku yang berkaitan dengan yang berkaitan dengan pengangkatan anak (adopsi) secara
ilegal, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian,
laporan dan sebagainya.
c. bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan
bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus. Kamus hukum , ensiklopedia, dan lainnya.
3 Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan
data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (Library
Research) yakni penelitian terhadap literatur-literatur
untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar analisis terhadap
substansi pembahasan dalam penulisan
skripsi. Tujuan penelitian kepustakaan (Library Research) ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder
yang meliputi peraturan perundang-undangn,
buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun bacaan lainnya yang berhubungan dengan
penulisan skripsi ini.
4. Analisis Data yakni dengan analisis secara kualitatif. Data
sekunder yang diperoleh dianalisis
secara kualitatif untuk menjawab permaslahan.
G. Sistematika
Penulisan Gambaran isi dan tulisan ini
diuraikan secara sistematis dalam bentuk tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya
diuraikan secara tersendiri, tetapi antara
satu dengan yang lain memepunyai keterkaitan (Komprehensif) Berdasarkan sistematika
penuisan yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) Bab yaitu: BAB I Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan
skripsi yang berisi latar belakang.
Pemilihan judul,
Perumusan masalah, tujuan dan pemanfaatan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian, dan gambaran isi.
BAB II Ketentuan Hukum Tentang Pengangkatan
Anak dan Prosedur Pengangkatan Anak Didalam bab ini dijelaskan
tentang pengangkatan anak menurut Peraturan Perundang-undangan, akibat hukum tentang
pengangkatan anak, Syarat-syarat pengangkatan
anak Warga Negara Asing Kepada Warga Negara Indonesia, Syarat-syarat pengangkatan anak Warga Negara
Indonesia oleh Warga Negara Asing.
BAB III Implementasi Hak-Hak Anak Dalam Hukum
Nasional Didalam bab ini dijelasan tentang hak dan kewajiban Anak, pengasuhan dan Pengangkatan anak, keajiban Warga negara
dan Pemerintah, Kewajiban dan Tanggung
Jawab Keluarga dan Orang Tua, Penyelenggaraan Perlindungan anak.
BAB IV Ketentuan
Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pengangkatan Anak Secara Ilegal dan Beberapa Contoh Kasus Secara
garis besar bab ini menguraikan mengenai sanksi pidana dari pengangkatan yang dilakukan secara ilegal .
Didalam penjelasan mengenai sanksi pidan
diuraikan sanksi-sanksi hukuman bagi pelaku pengangkatan anak secara ilegal yang terdapat dalam KUHP, dan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan anak.
BAB V Penutup Bab
ini berisi kesimpulan dan saran yang merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan
dengan memberikan beberapa saran yang
diharapkan akan dapat berguna bagi paar pembaca baik secara teori maupun di dalam prakteknya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi