BAB I .
PENDAHULAN .
A. Latar Belakang .
Sejak awal
kelahirannya, Perbankan Syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissanceIslam modern,
neorevivalisdan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan
berdasarkan Islam ini tidak lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap
aspek kehidupan ekonominya berlandaskan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariat Islam berkaitan erat dengan gagasan
terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam.
Gagasan mengenai
konsep Islam awalnyadiwujudkan di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai
rural-socialbank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) kemudian mengenai
konsep Islam secara internasional muncul
pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan konferensi internasional tentang ekonomi Islam
di Mekkah pada tahun 1976.
Di antara pemikir-pemikir sistem ekonomi Islam
tersebut terdapat pola kecendrungan yang
berbeda-beda, pada dasarnya terdapat dua kelompok kecenderungan yaitu kecenderungan teoritis,
dengan memberikan alternatif konsep dan
kecenderungan pragmatis dengan mendirikan lembaga-lembaga M. Syafi’I Antonio., Bank Syariah dari Teori
ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 18.
Warkum Sumitro., Asas-asas Perbankan Islam dan
Lembaga-Lembaga Terkait, (Basuni,
Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia), Ed. Revisi, Cet. 4, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 1.
ekonomi dan keuangan yang beroperasi
berdasarkan prinsip Islam. Salah satu di antara kecenderungan kelompok kedua tersebut
adalah mendirikan Bank Syariah.
Lembaga Perbankan
Syariah mengalami perkembangan yang amat pesat dengan lahirnya Islamic Development Bank(IDB),
di Jeddah pada tahun 1975 yang bertujuan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negara-negara
anggota dan masyarakat muslim pada umumnya.
Setelah itu perkembangan perbankan syariah disusul oleh negaranegara lain di
dunia seperti Dubai Islamic Bank(DIB) pada tahun (1975), Kuwait Finance House(KFH) pada tahun 1977, Islamic
Faisal Bank(IFB) di Mesir dan Sudan
(1978), Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank, dan Islamic International Bank for
Investment and Development.
Pesatnya perkembangan lembaga Perbankan
Syariah ini karena Bank Syariah memiliki
keistimewaan-keistimewaan. Salah satu keistimewaaan yang utama adalah yang melekat pada konsep (build
in concept) dengan berorientasi pada
kebersamaan. Orientasi kebersamaaninilah yang menjadikan Bank Syariah mampu tampil sebagai alternatif pengganti
sistem bunga yang selama ini hukumnya
(halal atau haram) masih diragukan oleh masyarakat muslim. Namun demikian, sebagai lembaga yang keberadaannya
lebih baru dibandingkan dengan Bank
Konvensional, Bank Syariah menghadapi permasalahan, baik yang melekat pada aktivitasnya maupun pelaksanaannya.
Berkembangnya Bank
Syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada Awal periode 1980-an, diskusi
mengenai Bank Syariah sebagai Ahmad
Ifham Solohin., Ini Lho Bank Syariah!, Cet 1, (Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama, 2008), hal. 11.
pilar ekonomiIslam mulai dilakukan. Para tokoh
yangterlibat dalam kajian tersebut
adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Darmawan Rahardjo, A.M.
Saefuddin, M. Amien
Aziz, dan lain-lain.Beberapa uji cobapada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di
antaranya adalah Baitut Tamwil Salman, Bandung,
yang sempat tumbuh mengesankan. DiJakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi
Ridho Gusti.
Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan Bank
Syariah di Indonesia baru dilakukan pada
tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang
berlangsung pada tanggal 22-25 Agustus
1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia.
Kelompok kerja yang disebut Tim perbankan
MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait dan lahirlah Bank Muamalat
Indonesia sebagai hasil kerja Tim Perbankan
MUI tersebut. Dimana Akta pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.
Potensi pengguna produk syariah, bagi
Indonesia menjadi sasaran empuk karena mencatat angka penduduk muslim terbesar di dunia. Dari sekitar 250
jutapenduduk Indonesia, sekitar 80% atau 200 juta orang beragama Islam.pemodal tentu
tergiur mengembangkan Bank Syariah di
negara Indonesia.
M. Syafi’I Antoni., Op. cit, hal. 25.
Dira K. Mochtar., “Kisah Mata Air di Tanah
Air”, sumber Perbanas Islamic Economic Forum
(PIEF), artikel, Investor, Edisi 156, diterbitkan tanggal 4-16 Oktober 2006,
hal. 2.
Pada Awal pendirian Bank Muamalat Indonesia,
keberadaan Bank Syariah ini belum
mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang
menggunakan sistem syariah ini hanya
dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”. Hal ini tercermin jelas dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan).
Dimana pembahasan
perbankan dengan sistem bagi hasil didefinisikan dalam Pasal 1 angka 13 UU Perbankan disebutknan
bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barangdengan memperoleh keuntungan (murabahah),
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina); Istilah-istilah pada Bank Sayriah di atas
menarik bagi nasabah untuk berinvestasi
pada bank-bank yang menganutsistem syariah. Prinsip bagi hasil (mudharabah) adalah perjanjian antara pengguna modal dengan pengusaha dimana setiap keuntungan yang diraih akan
dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati,
rasio kerugianditanggung penuh pihak bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan,
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah
seperti penyelewenangan, kecurangan, dan penyalahgunaan.
Dalam UU Perbankan juga diatur dengan rinci
apa yang menjadi landasan hukum serta
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank Syariah. Undang-undang tersebut juga
memberikan arahan mengkonversi diri
secara total menjadi Bank Syariah.
Dengan
diberlakukannya UU Perbankan tersebut memberikan peluang bagi masyarakat perbankan dimana sejumlah bank
mulai memberikan pelatihan kepada
stafnya dalam bidang Perbankan Syariah. Semakin pesatnya perkembangan Perbankan Syariah maka dibuatlah
undang-undang yang khusus mengatur
tentang Perbankan Syariah yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam Pasal 1 angka
1 UU Nomor 21 Tahun 2008 yang dimaksud dengan Perbankan Syariah yaitu, “Segala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.” Dalam Pasal 1 angka 2 UU tersebut juga
dijelaskan mengenai pengertian dari Bank
yaitu, “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk lainnya dalam rangkameningkatkan taraf hidup rakyat.” Ibid.
Pengertian Bank Syariah diatur pula dalam
Pasal 1 angka 7 yaitu, “Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Dalam
UU ini juga dijelaskan mengenai asas, tujuan dan manfaat dari Perbankan Syariah mengenai Asas dari Perbankan
Syariah diatur dalam Pasal 2, yaitu
“Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian.”
Tujuan Perbankan Syariah diatur dalam
Pasal 3 yaitu, Perbankan Syariah bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan
keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.” Sedangkan untuk fungsi dari Perbankan Syariah
diatur dalam Pasal 4, bahwa Bank Syariah
dan undang-undang syaiah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat di
antaranya: 1) Bank Syariah dan undang-undang syariah dapat
menjalankan fungsi dalam lembaga baitul
mal, yaitu menerima dana yang berasal darizakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada organisasi pengelola zakat 2) Bank
Syariah dan undang-undang syariah dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf 3)
Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dan Ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sebagaimana fungsi Bank Syariah diatas salah
satunya adalah menghimpun dan
menyalurkan dana kepada masyarakat, dimana penyaluran dana kepada masyarakat ini terdiri dari berbagai
macam produk Bank Syariah di antaranya
adalah Produk Pendanaan, Produk Pembiayaan, Produk Jasa Perbankan dan Produk Sosial.
Sebagai umat Islam yang memegang teguh
idealismenya, tidak mau terjebak pada
produk-produk yang diberikan oleh Bank Konvensional, yang berujung pada riba yang mana setiap
keterlambatan pembayaran angsuran akan menambah
pembayaran bunga, selain itu ribaadalah salah satu hal yang dilarang dalam Islam selain dari judi (maisir) dan juga
penipuan (gharar) yang kesemuanya telah
secara eksplisit dinyatakan dalam Al-Qur’anmaupun AlHadist.
Prinsip bagi hasil pada Bank Syariah merupakan
bentuk salah satu perbedaan Bank Syariah
dengan Bank konvensional sehingga perbedaan inilah yang menarik perhatian masyarakat Indonesia
untuk beralih kepada sistem perbankan
dengan prinsip syariah. Dimana terdapat beberapa perbedaan lain yang mencolok antara Bank Syariah dengan Bank
Konvensional seperti landasan operasional
pada Bank Syariah didasarkanpada; tidak bebas nilai (berdasarkan prinsip syariah Islam), uang sebagai alat
tukar bukan komoditi, bunga dalam berbagai
bentuknya dilarang, menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riil. Sedangkan pada Bank
Konvensional; bebas nilai (berdasarkan Ascarya.,
Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 111.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi