Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: PELAKSANAAN BAGI HASIL PERBANKAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERBANKAN INDONESIA

BAB I .
PENDAHULAN .
A. Latar Belakang .
Sejak awal kelahirannya, Perbankan Syariah dilandasi dengan kehadiran  dua gerakan renaissanceIslam modern, neorevivalisdan modernis.  Tujuan  utama dari pendirian lembaga keuangan berdasarkan Islam ini tidak lain sebagai  upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya  berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariat  Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam.

Gagasan mengenai konsep Islam awalnyadiwujudkan di Mesir pada dekade  1960-an dan beroperasi sebagai rural-socialbank (semacam lembaga keuangan  unit desa di Indonesia) kemudian mengenai konsep Islam secara internasional  muncul pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan  konferensi internasional tentang ekonomi Islam di Mekkah pada tahun 1976.
 Di antara pemikir-pemikir sistem ekonomi Islam tersebut terdapat pola  kecendrungan yang berbeda-beda, pada dasarnya terdapat dua kelompok  kecenderungan yaitu kecenderungan teoritis, dengan memberikan alternatif  konsep dan kecenderungan pragmatis dengan mendirikan lembaga-lembaga   M. Syafi’I Antonio., Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2000),  hal. 18.
 Warkum Sumitro., Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait,  (Basuni, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia), Ed. Revisi, Cet. 4, (Jakarta: PT. Raja  Grafindo Persada, 2004), hal. 1.
 ekonomi dan keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip Islam. Salah satu di  antara kecenderungan kelompok kedua tersebut adalah mendirikan Bank Syariah.
Lembaga Perbankan Syariah mengalami perkembangan yang amat pesat  dengan lahirnya Islamic Development Bank(IDB), di Jeddah pada tahun 1975  yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan  kesejahteraan sosial bagi negara-negara anggota dan masyarakat muslim pada  umumnya. Setelah itu perkembangan perbankan syariah disusul oleh negaranegara lain di dunia seperti Dubai Islamic Bank(DIB) pada tahun (1975), Kuwait  Finance House(KFH) pada tahun 1977, Islamic Faisal Bank(IFB) di Mesir dan  Sudan (1978), Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic  Bank, dan Islamic International Bank for Investment and Development.
 Pesatnya perkembangan lembaga Perbankan Syariah ini karena Bank  Syariah memiliki keistimewaan-keistimewaan. Salah satu keistimewaaan yang  utama adalah yang melekat pada konsep (build in concept) dengan berorientasi  pada kebersamaan. Orientasi kebersamaaninilah yang menjadikan Bank Syariah  mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga yang selama ini  hukumnya (halal atau haram) masih diragukan oleh masyarakat muslim. Namun  demikian, sebagai lembaga yang keberadaannya lebih baru dibandingkan dengan  Bank Konvensional, Bank Syariah menghadapi permasalahan, baik yang melekat  pada aktivitasnya maupun pelaksanaannya.
Berkembangnya Bank Syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke  Indonesia. Pada Awal periode 1980-an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai   Ahmad Ifham Solohin., Ini Lho Bank Syariah!, Cet 1, (Jakarta: PT. Grafindo Media  Pratama, 2008), hal. 11.
 pilar ekonomiIslam mulai dilakukan. Para tokoh yangterlibat dalam kajian  tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Darmawan Rahardjo, A.M.
Saefuddin, M. Amien Aziz, dan lain-lain.Beberapa uji cobapada skala yang  relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil Salman,  Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. DiJakarta juga dibentuk lembaga  serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.
 Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia baru  dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20  Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di  Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam  pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung pada tanggal 22-25  Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja  untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut Tim  perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua  pihak terkait dan lahirlah Bank Muamalat Indonesia sebagai hasil kerja Tim  Perbankan MUI tersebut. Dimana Akta pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia  ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Potensi pengguna produk syariah,  bagi Indonesia menjadi sasaran empuk karena mencatat angka penduduk muslim  terbesar di dunia. Dari sekitar 250 jutapenduduk Indonesia, sekitar 80% atau 200  juta orang beragama Islam.pemodal tentu tergiur mengembangkan Bank Syariah  di negara Indonesia.
  M. Syafi’I Antoni., Op. cit, hal. 25.
 Dira K. Mochtar., “Kisah Mata Air di Tanah Air”, sumber Perbanas Islamic Economic  Forum (PIEF), artikel, Investor, Edisi 156, diterbitkan tanggal 4-16 Oktober 2006, hal. 2.
 Pada Awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syariah  ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan  nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini  hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”. Hal ini tercermin  jelas dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan).
Dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil didefinisikan dalam  Pasal 1 angka 13 UU Perbankan disebutknan bahwa Prinsip Syariah adalah aturan  perjanjian berdasarkan hukum Islam  antara bank dan pihak lain untuk  penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya  yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan  prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan  modal (musharakah), prinsip jual beli barangdengan memperoleh keuntungan  (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni  tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas  barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);  Istilah-istilah pada Bank Sayriah di atas menarik bagi nasabah untuk  berinvestasi pada bank-bank yang menganutsistem syariah. Prinsip bagi hasil  (mudharabah) adalah perjanjian antara  pengguna modal dengan pengusaha  dimana setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang  disepakati, rasio kerugianditanggung penuh pihak bank kecuali kerugian yang   diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak  nasabah seperti penyelewenangan, kecurangan, dan penyalahgunaan.
 Dalam UU Perbankan juga diatur dengan rinci apa yang menjadi landasan  hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan  oleh Bank Syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan  mengkonversi diri secara total menjadi Bank Syariah.
Dengan diberlakukannya UU Perbankan tersebut memberikan peluang  bagi masyarakat perbankan dimana sejumlah bank mulai memberikan pelatihan  kepada stafnya dalam bidang Perbankan Syariah. Semakin pesatnya  perkembangan Perbankan Syariah maka dibuatlah undang-undang yang khusus  mengatur tentang Perbankan Syariah yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun  2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 21 Tahun 2008 yang dimaksud dengan  Perbankan Syariah yaitu, “Segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah  dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan  proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.”  Dalam Pasal 1 angka 2 UU tersebut juga dijelaskan mengenai pengertian  dari Bank yaitu, “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam  bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit  dan/atau bentuk lainnya dalam rangkameningkatkan taraf hidup rakyat.”   Ibid.
 Pengertian Bank Syariah diatur pula dalam Pasal 1 angka 7 yaitu, “Bank  yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut  jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”  Dalam UU ini juga dijelaskan mengenai asas, tujuan dan manfaat dari  Perbankan Syariah mengenai Asas dari Perbankan Syariah diatur dalam Pasal 2,  yaitu “Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip  Syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian.”  Tujuan Perbankan Syariah diatur dalam Pasal 3 yaitu, Perbankan Syariah  bertujuan menunjang pelaksanaan  pembangunan nasional dalam rangka  meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.”  Sedangkan untuk fungsi dari Perbankan Syariah diatur dalam Pasal 4,  bahwa Bank Syariah dan undang-undang syaiah wajib menjalankan fungsi  menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat di antaranya:  1)  Bank Syariah dan undang-undang syariah dapat menjalankan fungsi dalam  lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal darizakat, infak,  sedekah, hibah, atau dana sosial  lainnya dan menyalurkan kepada  organisasi pengelola zakat  2)  Bank Syariah dan undang-undang syariah dapat menghimpun dana sosial  yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola  wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf  3)  Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dan Ayat  (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Sebagaimana fungsi Bank Syariah diatas salah satunya adalah  menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, dimana penyaluran dana  kepada masyarakat ini terdiri dari berbagai macam produk Bank Syariah di  antaranya adalah Produk Pendanaan, Produk Pembiayaan, Produk Jasa Perbankan  dan Produk Sosial.
 Sebagai umat Islam yang memegang teguh idealismenya, tidak mau  terjebak pada produk-produk yang diberikan oleh Bank Konvensional, yang  berujung pada riba yang mana setiap keterlambatan pembayaran angsuran akan  menambah pembayaran bunga, selain itu ribaadalah salah satu hal yang dilarang  dalam Islam selain dari judi (maisir) dan juga penipuan (gharar) yang  kesemuanya telah secara eksplisit dinyatakan dalam Al-Qur’anmaupun AlHadist.

 Prinsip bagi hasil pada Bank Syariah merupakan bentuk salah satu  perbedaan Bank Syariah dengan Bank konvensional sehingga perbedaan inilah  yang menarik perhatian masyarakat Indonesia untuk beralih kepada sistem  perbankan dengan prinsip syariah. Dimana terdapat beberapa perbedaan lain yang  mencolok antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional seperti landasan  operasional pada Bank Syariah didasarkanpada; tidak bebas nilai (berdasarkan  prinsip syariah Islam), uang sebagai alat tukar bukan komoditi, bunga dalam  berbagai bentuknya dilarang, menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas  transaksi riil. Sedangkan pada Bank Konvensional; bebas nilai (berdasarkan   Ascarya., Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),  hal. 111.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi