Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DIKAITKAN DENGAN KEWENANGAN NOTARIS DALAM LEGALISASI DAN WAARMERKING BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta  otentik dan  kewenangan lainnya sebagaimana  dimaksud dalam Undang-undang  ini.  Istilah  Pejabat Umum merupakan terjemaah dari istilah  Openbare  Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris  dan Pasal  1868 KUHPerdata.

 Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan:  “Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk  membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan  yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan  dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian  tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan  kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan  umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang  lain.”  Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta  yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan  pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.”   Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
 Istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Art. 1 Reglement op Het Notaris  Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3) diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh G.H.S.
Lumban Tobing. Lihat G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris(Jakarta: Erlangga,  1996), hal 31.
 Istilah  Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata  diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983).
 G.H.S. Lumban Tobing, op.cit.
 Menurut Habib Adjie, khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren  yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang  diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan  kualifikasi itu diberikan kepada Notaris.
 Baik PJN maupun UUJN tidak  memberikan batasan atau definisi mengenai Pejabat Umum.
Pemberian kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan  wewenang Notaris. Pasal 15 ayat (1) UUJN menyebutkan:  “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,  perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk  dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,  menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya  itu sepanjang pembuatan akta-akta  itu tidak juga ditugaskan atau  dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh  undang-undang”.
Pemberian wewenang kepadapejabat atau instansi lain, seperti Kantor  Catatan Sipil, tidak berarti memberikankualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi  hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika membuat akta-akta  yang ditentukan oleh aturan hukum dan kedudukan mereka tetap dalam  jabatannya seperti semula sebagai pejabat negara. Misalnya akta-akta yang  dibuat olehKantor Catatan Sipil juga termasuk akta otentik. Kepala Kantor  Catatan Sipil yang membuat dan menandatanganinya tetap berkedudukan sebagai  Pegawai Negeri.
 Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum  dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan   Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif  Terhadap Notaris Sebagai Pejabat  Publik, cet. 2, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 27.
 Ibid., hal. 29.
 alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenaikeadaan, peristiwa atau  perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris  harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan  tersebut, masyarakat yang merasa telah dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas  jabatannya, dapat memberikanhonorarium kepada Notaris.
 Oleh karena itu  Notaris tidak berarti apa-apa jikamasyarakat tidak membutuhkannya.
Selain dari akta otentikyang dibuat oleh notaris, terdapat akta lain yang  disebut sebagai akta di bawah tangan, yaitu akta yang sengaja dibuat oleh para  pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dariseorang pejabat pembuat akta. Dengan  kata lain, akta di di bawah tangan adalah akta yang dimaksudkan oleh para pihak  sebagai alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum.
 Akta di bawah tangan, jikatanda tangan di dalam akta itu tidak dimungkiri  keasliannya, serupa dengan dengan  akta otentik, mempunyai kekuatan  pembuktian materil bagi yang menandatanganinya, ahli warisnya serta para pihak  penerima hak dari mereka, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1875 KUH  Perdata (Pasal 288 Rbg).
 Jadi, isi keterangan di dalam akta di bawah tangan yang  telah diakui keaslian tanda tangan atau diangap telah diakui menurut undangundang itu berlaku bagi para pihak sebagai akta otentik, dan merupakan alat bukti   Mengenai honorarium ini diatur dalam Pasal 36 UUJN.
 Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Gross Akta dalam Pembuktian dan  Eksekusi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 36.
 Pasal 1875 KUH Perdata: suatu akta di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap  siapa akta itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai  diakui, memberikan terhadap orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, bukti yang  sempurna seperti suatu akta autentik.
 sempurna bagi mereka serta para ahli warisnya dan para penerima hak dari  mereka, sepanjang mengenai apa yang dicantumkan dalam akta itu.
 Akta di bawah tangan juga dapat disebut sebagai akta otentik melalui  pengesahan (legalisasi) dan pendaftaran (waarmerking) pada pejabat notaris. Hal  ini dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan  Notaris yang mengatur tentang kewenangan notaris, yang salah satunya adalah  membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku  khusus.
 Dengan demikian, kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang  telah didaftarkan tersebut akan sama dengan kekuatan pembuktian akta otentik.
Tulisan ini mencoba untuk melihat sejauh mana kekuatan pembuktian akta  di bawah tangan dikaitkan dengan kewenangan notaris dalam legalisasi dan  waamerking berdasarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris.
B.  Permasalahan  Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah:  1.  Bagaimana pengaturan tentang akta otentik dan akta di bawah tangan di  Indonesia?  2.  Bagaimana pengaturan tentang kewenangan legalisasi dan waarmerking  notaris dalam Undang-undang Jabatan Notaris?  3.  Bagaimana kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dikaitkan dengan  kewenangan legalisasi dan waarmerking notaris?   hal. 114.
 Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris   C. Tujuan dan Manfaat Penulisan  1.  Tujuan  a.  Untuk mengetahui pengaturan tentang akta otentik dan akta di bawah  tangan di Indonesia  b.  Untuk mengetahui pengaturan tentang kewenangan legalisasi dan  waarmerking notaris dalam Undang-undang Jabatan Notaris  c.  Untuk mengetahui kekuatan pembuktian akta di bawah tangan  dikaitkan dengan kewenangan legalisasi dan waarmerking notaris  2.  Manfaat  a.  Teoritis  1)  Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah  kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum  perdata.
2)  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan  bagi penelitian yang akan datang apabila sama bidang  penelitiannya.
b.  Praktis  Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan  mahasiswa, masyarakat, lembaga kenotariatan, praktisi hukum dan  pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan  kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dikaitkan dengan  kewenangan legalisasi dan waarmerking notaris.
 D. Keaslian Penulisan  Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian  mengenai “Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan Dikaitkan Dengan  Kewenangan Notaris dalam Legalisasi dan Waarmerking Berdasarkan  Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.” belum  pernah dibahas oleh mahasiswa lain diFakultas Hukum Universitas Sumatera  Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau  diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses  menemukan kebenaran ilmiah. Sehinggapenelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama,  maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E.  Tinjauan Kepustakaan  1.  Notaris dan Kelembagaannya di Indonesia  Notaris berasal dari kata notarius, yaitu orang yang menjalankan pekerjaan  menulis pada zaman Romawi. Pada abad kelima dan keenam sebutan notarius,  majemuknya notarii, diberikan kepada penulis atau sekretaris pribadi raja.
 Fungsi notarius pada saat itu sangat berbeda dengan fungsi Notaris pada saat ini.

Pada akhir abad kelima sebutan notarii diberikan kepada pegawai-pegawai  istana yang  melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administratif. Mereka  memiliki  keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat, yang sekarang dikenal  sebagai stenografen.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi