BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Notaris adalah
Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini. Istilah
Pejabat Umum merupakan terjemaah dari istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan
Jabatan Notaris dan Pasal 1868 KUHPerdata.
Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan: “Notaris adalah pejabat umum yang
satu-satunya berwenang untuk membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau
oleh yang berkepentingan dikehendaki
untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya
sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.” Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan: “Suatu akta
otentik ialah suatu akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di
tempat akta itu dibuat.” Pasal 1 angka
1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat
dalam Art. 1 Reglement op Het Notaris Ambt
in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3) diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh
G.H.S.
Lumban Tobing.
Lihat G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris(Jakarta: Erlangga, 1996), hal 31.
Istilah
Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1983).
G.H.S. Lumban Tobing, op.cit.
Menurut Habib Adjie, khusus berkaitan dengan
Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan
sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang
melayani kepentingan publik, dan kualifikasi
itu diberikan kepada Notaris.
Baik PJN maupun UUJN tidak memberikan batasan atau definisi mengenai
Pejabat Umum.
Pemberian
kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan wewenang Notaris. Pasal 15 ayat (1) UUJN
menyebutkan: “Notaris berwenang membuat
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan
akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Pemberian wewenang
kepadapejabat atau instansi lain, seperti Kantor Catatan Sipil, tidak berarti
memberikankualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum
saja ketika membuat akta-akta yang
ditentukan oleh aturan hukum dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya seperti semula sebagai pejabat
negara. Misalnya akta-akta yang dibuat
olehKantor Catatan Sipil juga termasuk akta otentik. Kepala Kantor Catatan Sipil yang membuat dan
menandatanganinya tetap berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya
dikehendaki oleh aturan hukum dengan
maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan
Administratif Terhadap Notaris Sebagai
Pejabat Publik, cet. 2, (Bandung: Refika
Aditama, 2009), hal. 27.
Ibid., hal. 29.
alat bukti tertulis yang bersifat otentik
mengenaikeadaan, peristiwa atau perbuatan
hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani
masyarakat dan atas pelayanan tersebut,
masyarakat yang merasa telah dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikanhonorarium kepada
Notaris.
Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jikamasyarakat
tidak membutuhkannya.
Selain dari akta
otentikyang dibuat oleh notaris, terdapat akta lain yang disebut sebagai akta di bawah tangan, yaitu
akta yang sengaja dibuat oleh para pihak
untuk pembuktian tanpa bantuan dariseorang pejabat pembuat akta. Dengan kata lain, akta di di bawah tangan adalah akta
yang dimaksudkan oleh para pihak sebagai
alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum.
Akta di bawah tangan, jikatanda tangan di
dalam akta itu tidak dimungkiri keasliannya,
serupa dengan dengan akta otentik,
mempunyai kekuatan pembuktian materil
bagi yang menandatanganinya, ahli warisnya serta para pihak penerima hak dari mereka, sebagaimana
ditentukan dalam pasal 1875 KUH Perdata
(Pasal 288 Rbg).
Jadi, isi keterangan di dalam akta di bawah
tangan yang telah diakui keaslian tanda
tangan atau diangap telah diakui menurut undangundang itu berlaku bagi para
pihak sebagai akta otentik, dan merupakan alat bukti Mengenai honorarium ini diatur dalam Pasal 36
UUJN.
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna
Sitanggang, Gross Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal.
36.
Pasal 1875 KUH Perdata: suatu akta di bawah
tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa
akta itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap
sebagai diakui, memberikan terhadap
orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta autentik.
sempurna bagi mereka serta para ahli warisnya
dan para penerima hak dari mereka,
sepanjang mengenai apa yang dicantumkan dalam akta itu.
Akta di bawah tangan juga dapat disebut
sebagai akta otentik melalui pengesahan
(legalisasi) dan pendaftaran (waarmerking) pada pejabat notaris. Hal ini dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
mengatur tentang kewenangan notaris, yang salah satunya adalah membukukan surat-surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus.
Dengan demikian, kekuatan pembuktian akta di
bawah tangan yang telah didaftarkan
tersebut akan sama dengan kekuatan pembuktian akta otentik.
Tulisan ini mencoba
untuk melihat sejauh mana kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dikaitkan dengan kewenangan
notaris dalam legalisasi dan waamerking
berdasarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris.
B. Permasalahan Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam
skripsi ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan tentang akta otentik dan
akta di bawah tangan di Indonesia? 2.
Bagaimana pengaturan tentang kewenangan legalisasi dan waarmerking notaris dalam Undang-undang Jabatan Notaris? 3.
Bagaimana kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dikaitkan dengan kewenangan legalisasi dan waarmerking notaris?
hal. 114.
Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Jabatan
Notaris C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.
Tujuan a. Untuk mengetahui pengaturan tentang akta
otentik dan akta di bawah tangan di
Indonesia b. Untuk mengetahui pengaturan tentang
kewenangan legalisasi dan waarmerking
notaris dalam Undang-undang Jabatan Notaris c.
Untuk mengetahui kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dikaitkan dengan kewenangan legalisasi dan
waarmerking notaris 2. Manfaat a.
Teoritis 1) Penelitian ini dapat menambah referensi atau
khasanah kepustakaan di bidang ilmu
pengetahuan, khususnya hukum perdata.
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi tambahan bagi penelitian yang
akan datang apabila sama bidang penelitiannya.
b. Praktis Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan
rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa,
masyarakat, lembaga kenotariatan, praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang
berkaitan dengan kekuatan pembuktian
akta di bawah tangan dikaitkan dengan kewenangan
legalisasi dan waarmerking notaris.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil
penelitian yang ada, penelitian mengenai
“Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan Dikaitkan Dengan Kewenangan Notaris dalam Legalisasi dan
Waarmerking Berdasarkan Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain diFakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan
skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini
merupakan implikasi etis dari proses menemukan
kebenaran ilmiah. Sehinggapenelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Notaris dan Kelembagaannya di Indonesia Notaris berasal dari kata notarius, yaitu
orang yang menjalankan pekerjaan menulis
pada zaman Romawi. Pada abad kelima dan keenam sebutan notarius, majemuknya notarii, diberikan kepada penulis
atau sekretaris pribadi raja.
Fungsi notarius pada saat itu sangat berbeda
dengan fungsi Notaris pada saat ini.
Pada akhir abad
kelima sebutan notarii diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administratif. Mereka memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk
tulisan cepat, yang sekarang dikenal sebagai
stenografen.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi