Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: PELAKSANAAN REKONSTRUKSI PERKARA PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup dalam pergaulan hidup  manusia   Jika diteliti kasus-kasus kriminal yang terjadi di lingkungan masyarakat  maka ada dijumpai seseorang yang sudah menjalani hukuman di penjara, ternyata  terungkap sama sekali tidak bersalah, dikarenakan salah tindak dari aparat  penegak hukum melalui putusan hakim yang keliru, divonis salah dan karenanya  menjalani hukuman, dan kasus-kasus tersebut tidak diusut lagi. Seperti pada kasus  , dan secara alamiah setiap individu selalu menyelaraskan dan  menyesuaikan dirinya dengan kehendak kelompok manusia dimana pun ia berada  dan dalam keadaan demikian ia selalu berorganisasi sehingga tercipta suatu  keteraturan dan ketertiban dalam pergaulan hidup tersebut. Pergaulan hidup  sesama manusia inilah yang disebut sebagai masyarakat.

Kehidupan masyarakat  yang dalam pergaulan dengan sesamanya yang  teratur dan tertib tersebut kemudian mengalami pergeseran dalam  perkembangannya. Hal itu disebabkan pengaruh perkembangan teknologi dan  informasi serta komunikasi sosial yang semakin kompleks. Pergeseran sosial yang diikuti dengan konflik sosial, konflik budaya dan konflik norma, jelas akan diikuti  dengan pelanggaran-pelanggaran norma sosial termasuk norma hukum. Salah satu  bentuk konkrit dari pelanggaran norma tersebut adalah tindak pidana.
 Soediman Kartohadiprojo , Pengantar Tata Hukum di Indonesia , PT Pembangunan  Ghalia Indonesia, Bandung, 1965, h.32.
 salah tangkap Maman Sugianto alias Sugik yang disangka melakukan  pembunuhan terhadap Asrori oleh polisi Jombang yang diputus bersalah oleh  hakim.
 Kasus terjadinya orang yang tidak bersalah namun harus menjalani  hukuman adalah diluar kehendak masyarakat itu sendiri, bahkan masyarakat  prihatin akan hal ini. Menurut Soedjono. D hal tersebut dapat disebabkan oleh 2  kemungkinan :  a.  Tindakan penyalahgunaan wewenang atau pengingkaran sumpah jabatan  oleh oknum-oknum penegak hukum tertentu secara pribadi.
b.  Kemungkinan ketidaksengajaan, karena ada diantara kasus-kasus kematian  seseorang yang tidak jelas, yang terkadang kematian bisa terjadi karena  penyakit atau kecelakaan tetapi disangka karena pembunuhan, dan  seseorang dicurigai lalu dituntut dan dihukum, demikian pula untuk  kejahatan-kejahatan misterius lainnya dalam perampokan, penyelundupan  dan lain-lain yang dapat meninggalkan jejak-jejak yang justru diarahkan  agar orang lain atau kelompok lain dicurigai.
Keadaan tersebut disebabkan karena adanya kesalahan analisa dan  konklusi aparat penegak hukum yang keliru, maka dalam problema tindak pidana  di tengah masyarakat, khususnya melalui upaya ahli yang mendalami masalah  hukum dan pidana, berusaha mengurangi korban-korban tak bersalah yang terkena  tindakan hukum, hal ini mengingat bahwa tujuan dari Hukum Pidana adalah   Zainul Arifin, Kasus Salah Tangkap di Jombang, http://koranrakyat.net/2008/11/kasussalah-tangkap-di-jombang/ diakses tanggal 12 November 20  Sudjono D, Kriminalistik dan Ilmu Forensik: Pengantar Sederhana Tentang Teknik  Dalam Penyidikan kejahatan, Tp, Bandung, 1976, h.19-20   melindungi dan menyelamatkan individu atas kejahatan yang terjadi dalam  lingkungan masyarakatnya, sehingga tujuan tersebut harus dijaga agar adanya  perbuatan pidana yang telah membawa korban jangan membawa korban tambahan  yang disebabkan kesalahan dalam penyidikan peristiwa pidana tersebut, atau  mungkin tidak ada kejahatan yang oleh karena penyidikan yang tidak hati-hati  menyebabkan orang yang tidak bersalah dihukum oleh pengadilan.
Berbicara mengenai Hukum Pidana berarti tidak dapat dilepaskan dari  permasalahan pokok dalam hukum Pidana itu sendiri. Semua permasalahan  tersebut memiliki hubungan sebab akibat  yang apabila tidak dipenuhi salah  satunya maka tidak akan ditemukan suatu keadilan hukum.
Untuk dapat diadakan suatu pemidanaan, selain ia telah terbukti  melakukan suatu perbuatan yang melanggar undang-undang, masih diperlukan  adanya syarat, yaitu orang yang melakukan tindak pidana itu harus mempunyai  kesalahan. Pembebanan unsur atau syarat kesalahan dalam pemberian pidana  (pemidanaan) berarti ada pengakuan atas  berlakunya  ”asas pidana tanpa  kesalahan (geen straf zonder schuld)”.  Asas ini merupakan asas yang  fundamental dalam hukum pidana, yaitu dalam pertanggungjawaban pidana.
Tidak dicantumkannya asas kesalahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum  Pidana (KUHP) Indonesia, bukan berarti asas tersebut tidak diakui dalam proses  peradilan. Secara yuridis, meski tidak secara eksplisit, pengakuan asas kesalahan  ini sudah tertuang pada Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan  Kehakiman. Dalam pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa : ”Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila  pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang Undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang diangggap  dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang  didakwakan atas dirinya.” Menyangkut 3 permasalahan pokok dalam Hukum Pidana, berarti  membicarakan mengenai hukum acara pidana dimana hukum tersebut berfungsi  untuk menjalankan hukum pidana materiil, sehingga disebut Hukum Pidana  Formal atau Hukum Acara Pidana.Hukum acara pidana berhubungan erat dengan  hukum pidana karena itu sebagai pelaksana hukum acaranya, aparat penegak  hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan berkewajiban untuk  menegakkannya agar tercapainya keadilan di dalam masyarakat.
Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau  setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara  pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang  dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta  pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti  bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu  dapat dipersalahkan.
  Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya,Jakarta,1996a,  h.8  Keadaan tersebut mendorong aparat penegak hukum dan orang-orang yang  menaruh perhatian terhadap kehidupan masyarakat untuk menciptakan dan  mengembangkan cara-cara atau metode-metode untuk menyidik, mengejar dan  mengungkap kejahatan, yang kemudian dikenal dengan istilah kriminalistik.
 Dalam mencari kebenaran yang hakiki para penegak hukum seperti hakim,  jaksa dan polisi, khususnya para petugas Penyidik dan Penyidik Pembantu dari  Kesatuan Reserse Kriminil, perlu melengkapi diri dengan Ilmu Kriminalistik.
Menurut James W.Osterberg kriminalistik ialah suatu profesi dan disiplin ilmu  yang bertujuan untuk mengenal, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi buktibukti fisik dengan jalan menerapkan ilmu-ilmu alam dalam masalah hukum dan  ilmu.
 Kriminalistik merupakan ilmu pengetahuan tentang penyidikan dan  pengusutan suatu kejahatan, yang membantu aparat penegak hukum untuk  menegakkan keadilan. Upaya menegakkan keadilan dalam pemeriksaan suatu  perkara pidana tertentu, sehubungan dengan penyidikan suatu kasus, dilaksanakan  dengan apa yang dinamakan rekonstruksi atau reka ulang.
Kenyataannya, reka ulang atau rekonstruksi tidak selalu dilaksanakan  dalam setiap kasus pidana, dan hanya dilakukan jika aparat penegak hukum  menganggap hal tersebut diperlukan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti  dan mengkaji lebih dalam dan menuangkannya ke dalam suatu tulisan yang  berbentuk skripsi dengan judul, ”Peranan Rekonstruksi Perkara Pidana Dalam  Proses Penyidikan (Studi di Polres Deli Serdang)”.
 Dikutip dari Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan  Sarana hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,1996b, h.
 B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dibutuhkan guna menegaskan masalah-masalah yang  hendak diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam pengerjaannya serta  dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Berangkat dari latar belakang di atas,  maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1.  Bagaimana pengaturan rekonstruksi perkara pidana dalam hukum  acara pidana di Indonesia? 2.  Bagaimana pelaksanaan  rekonstruksi perkara pidana dalam proses  penyidikan suatu tindak pidana di Polres Deli Serdang? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan  untuk lebih mengetahui dan lebih mendalami segala segi kehidupan. Penelitian  juga merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi  teoritis maupun praktek.
Demikian pula penulis dalam melakukan penelitian ini mempunyai tujuan  tertentu yang ingin dicapai yaitu untuk menjawab masalah yang tertuang dalam  rumusan masalah. Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1.  Untuk mengetahui pengaturan rekonstruksi perkara pidana dalam hukum  acara pidana di Indonesia.
2.  Untuk mengetahui peran rekonstruksi perkara pidana dalam proses  penyidikan suatu tindak pidana di Polres Deli Serdang.
 Sebagai kelanjutan dari tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan  dapat mendatangkan suatu manfaat bagi pembaca dan orang lain secara tidak  langsung. Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1.  Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih  pemikiran dan pengetahuan terhadap Ilmu Hukum pada umumnya dan  Ilmu Hukum Acara Pidana pada khususnya.

2.  Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan  masukan bagi instansi-instansi terkait yang berkaitan dengan objek  yang diteliti.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi