Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: PEMBATALAN AKTE PERJANJIAN YANG DIBUAT NOTARIS KAITANNYA DENGAN DESAIN INDUSTRI

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan  meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan  memanfaatkan Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Atas Kekayaan  Intelektual ( HaKI ). Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk  ikut serta dalam era perdagangan bebas dengan memberikan perlindungan hukum  terhadap Desain Industri akan mempercepat pembangunan industri nasional yang  telah dijelaskan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000.

Seperti kita ketahui bahwa seiring dengan perkembangan jaman serta  teknologi, telah membawa perubahan terhadap pola kehidupan manusia. Di negara  yang berkembang dimana lebih dari 200 juta penduduknya serta mempunyai potensi  Sumber Daya Alamnya ( SDA ) yang sangat melimpah merupakan asset yang besar  bagi perkembangan suatu industri. Dengan daya dukung tersebut memungkinkan  berkembangnya industri-industri yang ada  di negara tersebut baik industri yang  berskala besar ataupun industri yang berskala kecil dan menengah.
Dalam perkembangan industri di Indonesia terutama industri kecil, keberadaannya  perlindungan hukum terhadap Desain Industri sangatlah diperlukan dalam rangka  peningkatan taraf hidup masyarakat serta diharapkan dapat menunjang perekonomian  bangsa. Berkat kemajuan di bidang teknologi serta sarana dan prasarana yang  mendukung ide, gagasan, desain atau inovasi-inovasi yang digunakan dalam kegiatan  industri banyak sekali penemuan-penemuan atau buah pikir manusia tersebut  dimanfaatkan untuk kegiatan dengan tujuan komersial.
 Dalam rangka menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri ataupun  kerajinan tangan, tentunya suatu industri memerlukan suatu pola desain, agar produk  atau barang yang dihasilkan tersebut memiliki fungsi serta nilai lebih terhadap suatu  produk atau barang itu sendiri. Ketentuan tersebut sesuai dengan pengertian daripada  Desain Industri, seperti dalam rumusan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang  Desain Industri, dirumuskan sebagai berikut :  “ Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna atau garis  dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi  yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau  dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau  komiditas industri atau kerajinan tangan ”  Dalam penciptaan suatu desain, tentunya hal ini perlu mendapat perlindungan  atau pengaturan perlindungan hukum terhadap Desain Industri, dalam rangka  melindungi penemuan desain itu sendiri dari kegiatan yang dapat merugikan.
Mengingat hal-hal tersebut dan berhubung belum diaturnya Peraturan Pemerintah ( PP  ) tentang perlindungan hukum terhadap Desain Industri, oleh karena itu pemerintah  perlu membuat Peraturan Pemerintah di daerahnya dalam bidang Desain Industri  untuk menjamin hak-hak pendesain, menetapkan hak dan kewajibannya serta menjaga  agar pihak yang tidak berhak tidak dapat menyalahgunakan hak Desain Industri  tersebut. Untuk dapat dilindungi suatu undang-undang, suatu desain industri harus  baru dan dapat dilihat oleh mata. Hal ini berarti desain industri cenderung merupakan  nilai estetis yang bersifat menyeluruh, sehingga setiap karakteristik teknikal yang  merupakan desan terebut tidak ikut terlindungi.
  Pasal 1 UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang benar,  Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010, hal. 184.
 Selain mewujudkan komitmen terhadap TRIPs, pengaturan Desain Industri  diberikan untuk memberikan landasan bagi perlindungan yang efektif terhadap segala  bentuk penjiplakan, pembajakan atau peniruan atas Desain Industri yang telah dikenal  cukup luas. Adapun prinsip pengaturannya adalah pengakuan atas kepemilikan karya  intelektual yang memberikan kesan estetis dan dapat diproduksi secara berulang-ulang  serta dapat menghasilkan suatu barang dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Perlindungan hukum yang diberikan terhadap hak Desain Industri dimaksudkan untuk  merangsang aktifitas kreatif dari pendesain untuk terus menerus menciptakan desain  baru. Dalam rangka perwujudan iklim yang mendorong semangat terciptanya desaindesain baru dan sekaligus memberikan perlidungan hukum.
Sebagai salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual (HaKI), desain  industri juga mempunyai hak eksklusif sebagimana yang tertuang dalam UU No.31  Tahun 2000 tentang desain industri. Dengan adanya hak eksklusif tersebut pemegang  hak atas desain industri dapat mempertahankan haknya kepada siapa saja yang  berupaya untuk menyalahgunakan hak tersebut dan pemegang hak mempunyai hak  eksklusif untuk menggunakan hak tersebut untuk kepentingan pribadi atau perusahaan  asalkan tidak bertentangan dengan perundang-undangan dan kepentingan umum.
Berdasarkan perundangan yang ada perlindungan desain industri ini didapatkan  setelah adanya pendaftaran dari pendesain. Hal inilah yang kemudian menjadi  permasalahan. Tidak sedikit pendesain yang belum mengerti mengenai arti penting  sebuah pendaftaran sehingga yang terjadi adalah banyaknya kasus tentang peniruan  desain industri tanpa ijin terlebih dahulu dari kalangan industri mebel yang  berdampak akan merugikan pihak pendesain itu sendiri, meskipun pendesain belum  mendaftarkan dan tetap berhak untuk mendapatkan perlindungan sebagai konsekuensi  dari hasil kekayaan intelektual pendesain.
 Lemahnya etika bisnis antar pengusaha berakibat persaingan yang kurang  sehat sehingga menjadikan kendala tidak stabilnya plan coda ekonomi. Kurang  berfungsinya organisasi pengusaha mebel nasional ( Asmindo ) secara optimal turut  berperan sebagai pemicu dominasi pasar di antara para pengusaha dengan cara meniru  desain.
Lebih jauh, terdapat masalah yang dihadapi pendesain yang berkenaan dengan  kegiatan pemasaran, terutama menyangkut masalah ketersediaan modal dan  manajemen perusahaan1). Di samping itu, kesulitan lain yang dihadapi adalah akses  terhadap informasi seperti halnya yang terkait dengan perlindungan HaKI. Idealnya  pendesain melakukan penelusuran informasi HAKI dengan mendatangi Kantor HAKI  di negara yang menjadi tujuan pasar, namun karena hal ini akan selalu terbentur  dengan masalah biaya, penelusuran via internet merupakan suatu solusi yang lebih  tepat.
Ketidakmengertian dan ketidakpedulian masyarakat terhadap pentingnya  perlindungan desain industri dan eksistensi UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain  Industri amat mengkhawatirkan. Hal ini sangat berbeda dengan di negara maju,  sebagai contoh dapat dikemukakan pendaftaran paten dan desain produk untuk produk  dari rotan yang terdaftar di USPTO ( United State Patent and Trade Mark Office ).
Kenyataan ini sejalan dengan data yang diperoleh dari Dijten HAKI tentang  minimnya pendaftaran desain industri dari kalangan UKM.
Dengan berlakunya UU No. 31 Tahun 2000, pendesain akan berada pada situasi yang  menghadapkan mereka dengan pilihan yang beragam. Pilihan pertama adalah tidak  mendaftar desain industri mereka, yang menyebabkan pendesain tidak akan pernah  mendapatkan perlindungan hukum. Kedua adalah tidak mendaftarkan, tetapi  mempublikasikan desain industri juga akan mempunyai resiko akan ditiru oleh pihak   lain dan tetap tidak akan mendapat perlindungan hukum sehingga dengan demikian  jika produk tersebut ditiru oleh pihak lain yang kemudian mendaftarkannya,  pendesain yang asli secara hukum telah melanggar desainnya sendiri. Ketiga adalah  mendaftar tetapi tidak memelihara, misalnya pendesain membuat produk di Makasar  tetapi tidak mengetahui informasi mengenai desain industri yang terdaftar di Dijten  HAKI, ada resiko telah didaftar oleh orang/pihak asing sehingga termasuk dalam  kategori pelanggaran.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa perkembangan-perkembangan yang terjadi di bidang perlindungan desain industri dewasa ini tampaknya belum secara penuh  diapresiasi oleh masayarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan belum adanya  kesadaran melindungi hasil-hasil desain yang telah mereka buat bahkan bangga jika  desainnya digunakan oleh sesama produsen yang lain.
 Dari aspek kehidupan ekonomi, salah satunya dengan telah terbukanya pasar  bebas, telah membuat persaingan pasar di belahan dunia semakin ketat. Dengan  Sikap kurang peduli terhadap perlindungan desain tampaknya dilandasi oleh  pola berpikir masyarakat setempat yang cenderung mengutamakan kebersamaan  dalam memanfaatkan penemuan / karya di bidang desain industri. Sikap masyarakat  seperti ini sekilas nampak memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap  kemajuan-kemajuan produk yang dihasilkan produsen nasional.
Era globalisasi yang telah merambah ke seluruh belahan dunia merupakan  konsekuensi dari pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di awal abad ke  21 ini. Bagi bangsa Indonesia pengaruh globalisasi tersebut sudah mulai terasa pada  berbagai aspek kehidupan manusia, khususnya pada aspek kehidupan ekonomi,  politik, hukum dan sosial budaya.
 Dul Kadir, Implementasi Perlindungan Hukum terhadap desain kayu dan mebel di Cirebon,  diakses dari situs :  http://gudangilmuhukum.blogspot.com/2009/11/implementasi-perlindunganhukum.html, tanggal 12 November 2010.

 pemanfaatan teknologi informatika khususnya internet, manusia dapat melakukan  transaksi perdagangan tradisional. Dari aspek kehidupan politik, masalah  demokratisasi, transparansi dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) kini telah  menjadi isu global sebagai salah satu ciri negara yang sedang berupaya untuk  menyetarakan diri dalam pergaulan internasional.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi