BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Indonesia sebagai
negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu
daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan
Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual ( HaKI ). Keanekaragaman budaya
yang dipadukan dengan upaya untuk ikut
serta dalam era perdagangan bebas dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Desain Industri akan mempercepat
pembangunan industri nasional yang telah
dijelaskan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000.
Seperti kita
ketahui bahwa seiring dengan perkembangan jaman serta teknologi, telah membawa perubahan terhadap
pola kehidupan manusia. Di negara yang
berkembang dimana lebih dari 200 juta penduduknya serta mempunyai potensi Sumber Daya Alamnya ( SDA ) yang sangat
melimpah merupakan asset yang besar bagi
perkembangan suatu industri. Dengan daya dukung tersebut memungkinkan berkembangnya industri-industri yang ada di negara tersebut baik industri yang berskala besar ataupun industri yang berskala
kecil dan menengah.
Dalam perkembangan
industri di Indonesia terutama industri kecil, keberadaannya perlindungan hukum terhadap Desain Industri
sangatlah diperlukan dalam rangka peningkatan
taraf hidup masyarakat serta diharapkan dapat menunjang perekonomian bangsa. Berkat kemajuan di bidang teknologi
serta sarana dan prasarana yang mendukung
ide, gagasan, desain atau inovasi-inovasi yang digunakan dalam kegiatan industri banyak sekali penemuan-penemuan atau
buah pikir manusia tersebut dimanfaatkan
untuk kegiatan dengan tujuan komersial.
Dalam rangka menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri ataupun kerajinan
tangan, tentunya suatu industri memerlukan suatu pola desain, agar produk atau barang yang dihasilkan tersebut memiliki
fungsi serta nilai lebih terhadap suatu produk
atau barang itu sendiri. Ketentuan tersebut sesuai dengan pengertian daripada Desain Industri, seperti dalam rumusan
Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri, dirumuskan sebagai berikut : “
Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna atau
garis dan warna atau gabungan dari
padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komiditas industri atau kerajinan tangan ” Dalam penciptaan suatu desain, tentunya hal
ini perlu mendapat perlindungan atau
pengaturan perlindungan hukum terhadap Desain Industri, dalam rangka melindungi penemuan desain itu sendiri dari
kegiatan yang dapat merugikan.
Mengingat hal-hal
tersebut dan berhubung belum diaturnya Peraturan Pemerintah ( PP ) tentang perlindungan hukum terhadap Desain
Industri, oleh karena itu pemerintah perlu
membuat Peraturan Pemerintah di daerahnya dalam bidang Desain Industri untuk menjamin hak-hak pendesain, menetapkan
hak dan kewajibannya serta menjaga agar
pihak yang tidak berhak tidak dapat menyalahgunakan hak Desain Industri tersebut. Untuk dapat dilindungi suatu
undang-undang, suatu desain industri harus baru dan dapat dilihat oleh mata. Hal ini
berarti desain industri cenderung merupakan nilai estetis yang bersifat menyeluruh,
sehingga setiap karakteristik teknikal yang merupakan desan terebut tidak ikut terlindungi.
Pasal 1 UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri.
Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak
Atas Kekayaan Intelektual) yang benar, Pustaka
Yustisia, Jakarta, 2010, hal. 184.
Selain mewujudkan komitmen terhadap TRIPs,
pengaturan Desain Industri diberikan
untuk memberikan landasan bagi perlindungan yang efektif terhadap segala bentuk penjiplakan, pembajakan atau peniruan
atas Desain Industri yang telah dikenal cukup
luas. Adapun prinsip pengaturannya adalah pengakuan atas kepemilikan karya intelektual yang memberikan kesan estetis dan
dapat diproduksi secara berulang-ulang serta
dapat menghasilkan suatu barang dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Perlindungan hukum
yang diberikan terhadap hak Desain Industri dimaksudkan untuk merangsang aktifitas kreatif dari pendesain
untuk terus menerus menciptakan desain baru.
Dalam rangka perwujudan iklim yang mendorong semangat terciptanya desaindesain
baru dan sekaligus memberikan perlidungan hukum.
Sebagai salah satu
bagian dari hak kekayaan intelektual (HaKI), desain industri juga mempunyai hak eksklusif
sebagimana yang tertuang dalam UU No.31 Tahun
2000 tentang desain industri. Dengan adanya hak eksklusif tersebut pemegang hak atas desain industri dapat mempertahankan
haknya kepada siapa saja yang berupaya
untuk menyalahgunakan hak tersebut dan pemegang hak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan hak tersebut untuk
kepentingan pribadi atau perusahaan asalkan
tidak bertentangan dengan perundang-undangan dan kepentingan umum.
Berdasarkan perundangan
yang ada perlindungan desain industri ini didapatkan setelah adanya pendaftaran dari pendesain. Hal
inilah yang kemudian menjadi permasalahan.
Tidak sedikit pendesain yang belum mengerti mengenai arti penting sebuah pendaftaran sehingga yang terjadi
adalah banyaknya kasus tentang peniruan desain
industri tanpa ijin terlebih dahulu dari kalangan industri mebel yang berdampak akan merugikan pihak pendesain itu
sendiri, meskipun pendesain belum mendaftarkan
dan tetap berhak untuk mendapatkan perlindungan sebagai konsekuensi dari hasil kekayaan intelektual pendesain.
Lemahnya etika bisnis antar pengusaha
berakibat persaingan yang kurang sehat
sehingga menjadikan kendala tidak stabilnya plan coda ekonomi. Kurang berfungsinya organisasi pengusaha mebel
nasional ( Asmindo ) secara optimal turut berperan sebagai pemicu dominasi pasar di
antara para pengusaha dengan cara meniru desain.
Lebih jauh,
terdapat masalah yang dihadapi pendesain yang berkenaan dengan kegiatan pemasaran, terutama menyangkut
masalah ketersediaan modal dan manajemen
perusahaan1). Di samping itu, kesulitan lain yang dihadapi adalah akses terhadap informasi seperti halnya yang terkait
dengan perlindungan HaKI. Idealnya pendesain
melakukan penelusuran informasi HAKI dengan mendatangi Kantor HAKI di negara yang menjadi tujuan pasar, namun
karena hal ini akan selalu terbentur dengan
masalah biaya, penelusuran via internet merupakan suatu solusi yang lebih tepat.
Ketidakmengertian
dan ketidakpedulian masyarakat terhadap pentingnya perlindungan desain industri dan eksistensi UU
No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
amat mengkhawatirkan. Hal ini sangat berbeda dengan di negara maju, sebagai contoh dapat dikemukakan pendaftaran
paten dan desain produk untuk produk dari
rotan yang terdaftar di USPTO ( United State Patent and Trade Mark Office ).
Kenyataan ini
sejalan dengan data yang diperoleh dari Dijten HAKI tentang minimnya pendaftaran desain industri dari
kalangan UKM.
Dengan berlakunya
UU No. 31 Tahun 2000, pendesain akan berada pada situasi yang menghadapkan mereka dengan pilihan yang
beragam. Pilihan pertama adalah tidak mendaftar
desain industri mereka, yang menyebabkan pendesain tidak akan pernah mendapatkan perlindungan hukum. Kedua adalah
tidak mendaftarkan, tetapi mempublikasikan
desain industri juga akan mempunyai resiko akan ditiru oleh pihak lain dan tetap tidak akan mendapat
perlindungan hukum sehingga dengan demikian jika produk tersebut ditiru oleh pihak lain
yang kemudian mendaftarkannya, pendesain
yang asli secara hukum telah melanggar desainnya sendiri. Ketiga adalah mendaftar tetapi tidak memelihara, misalnya
pendesain membuat produk di Makasar tetapi
tidak mengetahui informasi mengenai desain industri yang terdaftar di Dijten HAKI, ada resiko telah didaftar oleh
orang/pihak asing sehingga termasuk dalam kategori pelanggaran.
Dengan demikian
dapat diketahui bahwa perkembangan-perkembangan yang terjadi di bidang perlindungan
desain industri dewasa ini tampaknya belum secara penuh diapresiasi oleh masayarakat Indonesia. Hal
ini terbukti dengan belum adanya kesadaran
melindungi hasil-hasil desain yang telah mereka buat bahkan bangga jika desainnya digunakan oleh sesama produsen yang
lain.
Dari aspek kehidupan ekonomi, salah satunya
dengan telah terbukanya pasar bebas,
telah membuat persaingan pasar di belahan dunia semakin ketat. Dengan Sikap kurang peduli terhadap perlindungan
desain tampaknya dilandasi oleh pola
berpikir masyarakat setempat yang cenderung mengutamakan kebersamaan dalam memanfaatkan penemuan / karya di bidang
desain industri. Sikap masyarakat seperti
ini sekilas nampak memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap kemajuan-kemajuan produk yang dihasilkan
produsen nasional.
Era globalisasi
yang telah merambah ke seluruh belahan dunia merupakan konsekuensi dari pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di awal abad ke 21 ini. Bagi bangsa Indonesia pengaruh globalisasi
tersebut sudah mulai terasa pada berbagai
aspek kehidupan manusia, khususnya pada aspek kehidupan ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya.
Dul Kadir, Implementasi Perlindungan Hukum
terhadap desain kayu dan mebel di Cirebon, diakses dari situs :
http://gudangilmuhukum.blogspot.com/2009/11/implementasi-perlindunganhukum.html,
tanggal 12 November 2010.
pemanfaatan teknologi informatika khususnya
internet, manusia dapat melakukan transaksi
perdagangan tradisional. Dari aspek kehidupan politik, masalah demokratisasi, transparansi dan perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM) kini telah menjadi
isu global sebagai salah satu ciri negara yang sedang berupaya untuk menyetarakan diri dalam pergaulan
internasional.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi