Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN ULTRA PETITA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
 Evolusi filsafat hukum, yang melekat dalam evolusi filsafat secara  keseluruhan, berputar di sekitar problema tertentu yang muncul berulang-ulang. Di antara problema ini, yang paling sering menjadi diskursus adalah tentang  persoalan keadilan dalam kaitannya dengan hukum. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang  hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam  hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu.

Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung  dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya. Hal ini dikarenakan hukum  atau aturan perundangan harusnya adil, tapi nyatanya seringkali tidak.   Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan  Nusamedia, 2004, hal 24.
 Ibid.. hlm. 23.
Orang  dapat menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas absolut dan  mengasumsikan bahwa pengetahuan dan  pemahaman tentangnya hanya bisa  didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sangat sulit. Atau  orang dapat menganggap keadilan sebagai hasil dari pandangan umum agama atau  filsafat tentang dunia secara umum. Jika begitu, orang dapat mendefinisikan  keadilan dalam satu pengertian atau pengertian lain dari pandangan ini. Keadilan    dalam filsafat hukum menjadi landasan utama yang harus diwujudkan melalui  hukum yang ada.
 Aristoteles menegaskan bahwa keadilan sebagai inti dari filsafat  hukumnya.
 Baginya, keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan, antara  kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik  mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Kesamaan proporsional  memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya,  prestasinya, dan sebagainya. Dia juga membedakan keadilan menjadi jenis  keadilan distributif dan keadilan korektif.
 Pertama, berlaku dalam hukumpublik,  kedua,  dalam hukum perdata dan pidana. John Rawls dengan teori keadilan  sosialnya menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi  kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu memberi hak dan  kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan  yang sama bagi setiap orang dan mampu mengatur kembali kesenjangan sosial  ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal  balik (reciprocal benefits)  Dalam kaitannya dengan teori keadilan tersebut diatas, dalam sebuah  negara penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan”  hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan  bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari  kelompok beruntung maupun tidak beruntung.
 Ibid.
 Ibid. hlm. 25.
 Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, cet VIII, Yogyakarta: kanisius,  1995 hal. 196.
 John Rawls, A Theory of Justice, terjemahan Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori  Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
  hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan  interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingankepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama.
Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata mata dianggap sebagai  proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses  penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat  tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku  manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa  problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema law in  action bukan pada law in the books. Saat ini dapat dilihat dan dirasakan bahwa  penegakan hukum berada dalam posisi yang tidak menggembirakan. Masyarakat  mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi,  merebaknya mafia peradilan, dan pelanggaran hukum.
 Beberapa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun  terakhir, yang dimulai dengan bergulirnya agenda reformasi, telah menghasilkan  berbagai perubahan besar di tanah air, khususnya dalam hal demokratisasi dan  sistem ketatanegaraan. Dimana agenda yang paling mendasar dalam proses  transisi menuju demokrasi adalah reformasi konstitusi sebagai syarat utama dari  sebuah Negara demokrasi konstitusional. Karena proses  transformasi  kearah  pembentukan sistem demokrasi hanya dimungkinkan bila didahului oleh  perubahan fundamental dalam aturan konstitusi yang memberikan dasar bagi   Prof. Zudan Arif Fakrulloh, SH., MH., Penegakan Hukum Sebagai Peluang  Menciptakan Keadilan, Sebuah Tulisan yang diterbitkan dalam Majalah Jurisprudence, Vol. 2, No.
1, Maret 2005, hlm. 22 -    berbagai agenda demokrasi lainnya.
 Reformasi politik dan Ekonomi yang  bersifat menyeluruh tidak mungkin dilakukan tanpa diiringi oleh reformasi  hukum. Namun menurut Prof. Jimly Assiddiqie, S.H.,  Dalam sebuah Negara, tidak ada konstitusi yang memasukkan semua  peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan.
Karena itu, konstitusi merupakan dokumen yang hanya memuat prinsip-prinsip  pemerintahan yang bersifat fundamental. Artinya ia hanya mengandung hal-hal  yang bersifat pokok, mendasar, atau asas-asasnya saja.
reformasi hukum yang  menyeluruh juga tidak mungkin dilakukan tanpa didasari oleh agenda reformasi  ketatanegaraan yang mendasar, dan itu artinya diperlukan sebuah constitutional  reform yang tidak setengah hati.
 Karena itu, sifat dan karakteristik konstitusi yang demikian dimaksudkan  agar ia tidak selalu diubah karena perkembangan zaman dan masyarakat.
Menurut, Miriam Budiarjo  Sejalan dengan prinsip konstitusionalisme, gagasan konstitusi sebagai  alat pembatasan kekuasaan, tidak dapat dilepaskan lagi dari gagasan hak asasi  manusia, demokrasi dan Negara hukum. Dimana konstitusi merupakan kristalisasi  , konstitusi merupakan sebuah piagam yang  menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu  bangsa. Dimana dalam konstitusi terdapat berbagai aturan pokok yang berkaitan  dengan kedaulatan, pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga Negara, cita-cita dan  ideology Negara, masalah ekonomi dan sebagainya.
 Ni’ matul Huda, S.H.,M.Hum. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, Jakarta:  Rajawali Pers, 2008, hlm. 193.
 Ibid.
 Ibid. hlm.6.
 Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1989, hlm. 107.
  normatif atas tugas Negara dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia  dan melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat disertai batasbatas kekuasaan secara hukum yang diarahkan bagi kepentingan masyarakat  secara keseluruhan.
 Dalam setiap perubahan konstitusi harus didasarkan pada paradigma atau  pandangan mengenai perubahan yang harus dipatuhi oleh pelakuperubahan, yang  terarah dan sesuai dengan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Paradigma  ini digali dari kelemahan sistem bangunan konstitusi yang lama, dengan  argumentasi diciptakan sebagai landasan agar dapat menghasilkan sistem yang  menjamin stabilitas pemerintahan dan memajukan kesejahteraan rakyat. Sebuah  ide untuk melakukan perubahan ini muncul dari Majelis Permusyawaratan Rakyat  hasil pemilu tahun 1999, yang mencetuskan sebuah gagasan yaitu untuk  menerapkan prinsip pemisahan kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang  kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial yang diwujudkan dalam pelembagaan  Pada awal bergulirnya gerakan reformasi, tekad untuk  memberantas segala penyalahgunaan kekuasaan dan penyelewenganpenyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, ternyata belum diikuti  dengan langkah nyata dan kesungguhan pemerintah termasuk juga aparat penegak  hukum dalam usaha penegakan hukum di Indonesia. Sebagai reaksi dari adanya  tuntutan reformasi tersebut, pada akhirnya membawa perubahan mendasar dalam  sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk bidang hukum dan politik,  yang seakan telah membawa Negara Republik Indonesia ke arah yang demokratis  dan konstitusional.
 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,  2003, hlm.142.
  organ-organ Negara yang sederajat dan menjalankan fungsi check and balance.
Masing-masing organ Negara tidak lagi terstruktur secara hierarkhi, tetapi  terstruktur menurut fungsinya.
 Perubahan Undang-Undang Dasar Negara  Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu pilar utama yang menandai  upaya penyempurnaan dan pengembangan demokrasi dalam aspek kehidupan  berbangsa dan bernegara.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi