BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Evolusi filsafat hukum, yang melekat dalam evolusi filsafat
secara keseluruhan, berputar di sekitar
problema tertentu yang muncul berulang-ulang. Di antara problema ini,
yang paling sering menjadi diskursus adalah tentang persoalan keadilan dalam kaitannya dengan
hukum. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia
diposisikan sebagai keadaan yang hendak
diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis
yang memakan banyak waktu.
Upaya ini
seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk
mengaktualisasikannya. Hal ini dikarenakan
hukum atau aturan perundangan harusnya
adil, tapi nyatanya seringkali tidak. Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum
Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan Nusamedia, 2004, hal 24.
Ibid.. hlm. 23.
Orang dapat menganggap keadilan sebagai sebuah
gagasan atau realitas absolut dan mengasumsikan
bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya
hanya bisa didapatkan secara parsial dan
melalui upaya filosofis yang sangat sulit. Atau orang dapat menganggap keadilan sebagai hasil
dari pandangan umum agama atau filsafat
tentang dunia secara umum. Jika begitu, orang dapat mendefinisikan keadilan dalam satu pengertian atau pengertian
lain dari pandangan ini. Keadilan dalam
filsafat hukum menjadi landasan utama yang harus diwujudkan melalui hukum yang ada.
Aristoteles menegaskan bahwa keadilan sebagai
inti dari filsafat hukumnya.
Baginya, keadilan dipahami dalam pengertian
kesamaan, antara kesamaan numerik dan
kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan
setiap manusia sebagai satu unit. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya
sesuai dengan kemampuannya, prestasinya,
dan sebagainya. Dia juga membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif.
Pertama, berlaku dalam hukumpublik, kedua,
dalam hukum perdata dan pidana. John Rawls dengan teori keadilan sosialnya menegaskan bahwa program penegakan
keadilan yang berdimensi kerakyatan
haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang
paling luas, seluas kebebasan yang sama
bagi setiap orang dan mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi
keuntungan yang bersifat timbal balik
(reciprocal benefits) Dalam kaitannya
dengan teori keadilan tersebut diatas, dalam sebuah negara penegakan hukum merupakan pusat dari
seluruh “aktivitas kehidupan” hukum yang
dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan bagi setiap orang, baik mereka yang berasal
dari kelompok beruntung maupun tidak
beruntung.
Ibid.
Ibid. hlm. 25.
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan
sejarah, cet VIII, Yogyakarta: kanisius, 1995 hal. 196.
John Rawls, A Theory of Justice, terjemahan
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum
pada hakikatnya merupakan interaksi
antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingankepentingan yang
berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama.
Oleh karena itu,
penegakan hukum tidak dapat semata mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat
kaum legalistik. Namun proses penegakan
hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan
melibatkan dimensi perilaku manusia.
Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu
menonjol adalah problema law in action
bukan pada law in the books. Saat ini dapat dilihat dan dirasakan bahwa penegakan hukum berada dalam posisi yang tidak
menggembirakan. Masyarakat mempertanyakan
kinerja aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, merebaknya mafia peradilan, dan pelanggaran
hukum.
Beberapa perkembangan yang terjadi dalam kurun
waktu beberapa tahun terakhir, yang
dimulai dengan bergulirnya agenda reformasi, telah menghasilkan berbagai perubahan besar di tanah air,
khususnya dalam hal demokratisasi dan sistem
ketatanegaraan. Dimana agenda yang paling mendasar dalam proses transisi menuju demokrasi adalah reformasi
konstitusi sebagai syarat utama dari sebuah
Negara demokrasi konstitusional. Karena proses
transformasi kearah pembentukan sistem demokrasi hanya
dimungkinkan bila didahului oleh perubahan
fundamental dalam aturan konstitusi yang memberikan dasar bagi Prof. Zudan Arif Fakrulloh, SH., MH.,
Penegakan Hukum Sebagai Peluang Menciptakan
Keadilan, Sebuah Tulisan yang diterbitkan dalam Majalah Jurisprudence, Vol. 2,
No.
1, Maret 2005, hlm.
22 - berbagai agenda demokrasi lainnya.
Reformasi politik dan Ekonomi yang bersifat menyeluruh tidak mungkin dilakukan
tanpa diiringi oleh reformasi hukum.
Namun menurut Prof. Jimly Assiddiqie, S.H.,
Dalam sebuah Negara, tidak ada konstitusi yang memasukkan semua peraturan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan.
Karena itu,
konstitusi merupakan dokumen yang hanya memuat prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental.
Artinya ia hanya mengandung hal-hal yang
bersifat pokok, mendasar, atau asas-asasnya saja.
reformasi hukum
yang menyeluruh juga tidak mungkin
dilakukan tanpa didasari oleh agenda reformasi ketatanegaraan yang mendasar, dan itu artinya
diperlukan sebuah constitutional reform
yang tidak setengah hati.
Karena itu, sifat dan karakteristik konstitusi
yang demikian dimaksudkan agar ia tidak
selalu diubah karena perkembangan zaman dan masyarakat.
Menurut, Miriam
Budiarjo Sejalan dengan prinsip konstitusionalisme,
gagasan konstitusi sebagai alat
pembatasan kekuasaan, tidak dapat dilepaskan lagi dari gagasan hak asasi manusia, demokrasi dan Negara hukum. Dimana
konstitusi merupakan kristalisasi ,
konstitusi merupakan sebuah piagam yang menyatakan
cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa. Dimana dalam konstitusi terdapat
berbagai aturan pokok yang berkaitan dengan
kedaulatan, pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga Negara, cita-cita dan ideology Negara, masalah ekonomi dan
sebagainya.
Ni’ matul Huda, S.H.,M.Hum. UUD 1945 dan
Gagasan Amandemen Ulang, Jakarta: Rajawali
Pers, 2008, hlm. 193.
Ibid.
Ibid. hlm.6.
Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, Jakarta: Gramedia, 1989, hlm. 107.
normatif atas tugas Negara dalam memberikan
perlindungan hak asasi manusia dan
melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat disertai batasbatas
kekuasaan secara hukum yang diarahkan bagi kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam setiap perubahan konstitusi harus
didasarkan pada paradigma atau pandangan
mengenai perubahan yang harus dipatuhi oleh pelakuperubahan, yang terarah dan sesuai dengan kebutuhan yang
berkembang di masyarakat. Paradigma ini
digali dari kelemahan sistem bangunan konstitusi yang lama, dengan argumentasi diciptakan sebagai landasan agar
dapat menghasilkan sistem yang menjamin
stabilitas pemerintahan dan memajukan kesejahteraan rakyat. Sebuah ide untuk melakukan perubahan ini muncul dari
Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil
pemilu tahun 1999, yang mencetuskan sebuah gagasan yaitu untuk menerapkan prinsip pemisahan kekuasaan yang
tegas antara cabang-cabang kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudisial yang diwujudkan dalam pelembagaan Pada awal bergulirnya gerakan reformasi, tekad
untuk memberantas segala penyalahgunaan
kekuasaan dan penyelewenganpenyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan
nepotisme, ternyata belum diikuti dengan
langkah nyata dan kesungguhan pemerintah termasuk juga aparat penegak hukum dalam usaha penegakan hukum di
Indonesia. Sebagai reaksi dari adanya tuntutan
reformasi tersebut, pada akhirnya membawa perubahan mendasar dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk bidang hukum dan politik, yang
seakan telah membawa Negara Republik Indonesia ke arah yang demokratis dan konstitusional.
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di
Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003,
hlm.142.
organ-organ Negara yang sederajat dan
menjalankan fungsi check and balance.
Masing-masing organ
Negara tidak lagi terstruktur secara hierarkhi, tetapi terstruktur menurut fungsinya.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah
satu pilar utama yang menandai upaya
penyempurnaan dan pengembangan demokrasi dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi