Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang 
Berawal dari keprihatinan akan banyaknya kasus yang merugikan  konsumen serta diduku ng oleh ketidakberdayaan konsumen dalam nenuntut hakhaknya, maka pemerintah menaruh kepedulian akan hal tersebut dengan upaya  mewujudkan suatu peraturan yang mengatur dan terutama melindungi konsumen  dari berbagai hal yang dapat menimbulkan kerugian bagi mereka . Hal ini dapat  dilihat dengan keluarnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang  Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen bukan satu  satunya hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen di Indonesia.

Sebelum disahkannya undang-undang perlindungan konsumen di  Indonesia, telah ada peraturan-peraturan perundang-undangan yang materinya  melindungi kepentingan konsumen. Seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun  1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang  (PERPU) Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi undang-undang, UndangUndang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene, Undang-Undang Nomor 5 Tahun  1974 tentang  Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah, Undang-Undang Nomor 2  Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982  tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang  Perindustrian, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1984 tentang  Ketenaga  Listrikan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan  Industri, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi  Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization),  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang sekarang telah direvisi menjadi  Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Undang-Undang Nomor 7  Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang  Perubahan Atas Undang-Undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997  tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten,  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang  Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997  tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997  tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang  Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan demikian,  walaupun setelah lahirnya undang-undang perlindungan konsumen masih terbuka  kemungkinan terbentuknya peraturan perundang-undangan yang membuat  ketentuaan yang melindungi konsumen, dimana hal ini semua sangat  menguntungkan bagi pihak konsumen.
4 Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materil maupun formal  makin terasa sangat penting,  mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan  teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi  4 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta : Diadit Media,  2002), hal. 295-296.
 produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai  sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya  baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya merasakan  dampaknya.
5 Perlindungan konsumen dilakukan dengan: Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan  yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting  dan mendesak dan segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat  sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan  konsumen, lebih-lebih menyangkut era perdagangan bebas yang akan datang.
6 1. Pemantapan tertib usaha dan kepastian usaha perdagangan, termasuk  penyempurnaan di bidang perundang-undangan dan peraturan yang  bergerak di bidang perdagangan, penyederhanaan perizinan serta  peningkatan pelayanan.
2. Peningkatan perlindungan konsumen melalui peraturan perundangundangan serta kemeteorologian serta mendorong peran serta masyarakat  dalam perlindungan konsumen.
Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang  sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan  distribusi produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat  mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara  pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak,  termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak  terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lajim terjadi, antara  5 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,  2008), hal. 5.
6 Ari Purwadi,” Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen,” Yuridika, Majalah Fakultas Hukum Universitas Airlangga,( Nomor 1 dan 2 Tahun VII, Januari-Februari),  hal. 49.
 lain menyangkut kualitas, atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan  menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.
Oleh karena itu, konsumen yang tertipu atau merasa hak-hak mereka tidak  diterima sebagaimana mestinya, atau yang merasa dirugikan dapat membuat surat  pengaduan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat  (LPKSM). Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat ini dapat  meminta pertanggungjawaban kepada pengusaha dan selanjutnya dapat juga  membuat laporan kepada BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) untuk  dapat diadili atas persetujuan yang bersangkutan. Disinilah peranan LPKSM dan  BPSK jelas terlihat. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat  (LPKSM) Selain lembaga yang resmi dibentuk oleh pemerintah, menurut  ketentuan dalam Bab VIII Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen,  pemerintah dalam Bab IX, Pasal 44 memungkinkan dibentuknya Lembaga  Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Lembaga Perlindungan  Konsumen Swadaya Masyarakat tersebut diberikan kesempatan untuk berperan  aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
7 1.  Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas  hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi  barang dan/atau jasa.
Dalam rumusan Pasal 44 ayat (3)  UUPK, dikatakan bahwa LPKSM  mempunyai tugas yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 2.  Memberikaan nasihat kepada konsumen yang memerlukanya.
3.  Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan  perlindungan konsumen.
7 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (jakarta :  PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal.93-94.
 4.  Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk  menerima keluhan atau pengaduan konsumen.
5.  Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap  pelaksanaan perlindungan konsumen.
Meskipun tidak banyak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan  Konsumen mengenai LPKSM, namun mengingat akan posisi strategis lembaga  perlindungan konsumen swadaya masyarakat tersebut dalam keanggotaan Badan  Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan kepentingan dasar konsumen  akan organisasi yang akan melindungi hak-haknya, maka suatu Peraturan  Pemerintah yang nantinya akan dibentuk sebagai pelaksanaan Pasal 44 ayat (4)  Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen menjadi sangat penting artinya.
Peraturan Pemerintah tersebut akan menjadi dasar dari pembentukan LPKSM,  karena menurut Pasal 44 ayat (1)  Undang-undang tentang Perlindungan  Konsumen, hanya LPKSM yang memenuhi syaratlah yang diakui oleh  pemerintah. Demikian juga halnya dengan Yayasan Lembaga Konsumen  Indonesia (YLKI) adalah organisasi konsumen yang merupakan lembaga swadaya  masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen.
8 Dengan demikian konsumen yang ditipu oleh pelaku usaha baik karena  kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas dan bahkan menyesatkan,  pemalsuan dan sebagainya akan merasa dirugikan sehingga konsumen akan  menuntut ganti kerugian. Apabila tidak dipenuhi oleh produsen selaku pelaku  Yayasan Lembaga  Konsumen Indonesia bertindak dalam kapasitasnya selaku perwakilan konsumen  (consumer representation) yang memiliki tujuan yaitu melayani dan  meningkatkan martabat dan kepentingan konsumen.
8 Celina Tri Siwi Kristiyanti. Op.cit. hal. 123.
 usaha maka hal ini akan menimbulkan perselisihan diantara kedua belah pihak  yaitu konsumen dan produsen.
Perselisihan yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha dapat  menyangkut pemberian sesuatu, berbuat atau tidak berbuat sesuatu ( Pasal 1233  KUH Perdata).
9 Perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha ini selanjutnya  disebut dengan sengkata konsumen. Sengketa konsumen adalah sengketa yang  terjadi antara konsumen di satu pihak dengan pelaku usaha atau produsen di pihak  lain, konsumen sebagai pengguna/pemakai barang dan atau jasa dan pelaku usaha  atau produsen sebagai penyedia barang atau jasa.
10 Namun sebelum Undang-undang Perlindungan Konsumen lahir, satusatunya lembaga yang disediakan untuk menyelesaikan sengketa konsumen  adalah melalui gugatan di pengadilan, namun penyelesaian sengketa melalui  pengadilan tidak akomodatif  dalam menampung sengketa konsumen, karena  mahal, lama dan terlalu birokratis.
Adapun yang menjadi Objek  sengketa konsumen yang menyangkut produk produsen yaitu barang dan jasa  produsen yang pada umumnya digunakan untuk keperluan memenuhi kebutuhan  konsumen pribadi, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk kebutuhan  komersial.

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi