BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dinamika
perubahan situasi yang berkaitan dengan Labour Market Flexibility (LMF) telah
membuat buruh semakin kehilangan posisi tawar.
Industri dengan amat mudahnya
mendesentralisasi proses produksinya dari pabrik ke komuniti. Fenomena ini
tidak hanya terjadi di manufaktur, tetapi juga terjadi di perkebunan. Bahkan
fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal juga terjadi di
industri-industri ekstraktif. Pindahnya pabrik ke wilayah yang upah buruh lebih
murah dan buruhnya lebih terkendali pun tidak dapat dielakkan. Dalam kontek ini
Serikat Buruh sedang mengalami proses pelemahan melalui mekanisme
restrukturisasi dan reorganisasi produksi.
Lemahnya organisasi buruh membuat posisi tawar
buruh semakin terjepit.
Sistem kerja kontrak, fleksibilitas kerja yang
tinggi, dan organisasi yang terbirokratisasi adalah hal-hal yang antara lain
menyebabkan sulitnya pembangunan gerakan dan organisasi buruh yang kuat dan
kohesif.
Data yang ada menunjukkan bahwa hanya 3% dari seluruh
kelas pekerja Indonesia yang menjadi anggota Serikat Buruh/Pekerja. Keadaan ini
semakin menguatkan betapa rendahnya posisi tawar kelas pekerja berhadapan dengan
kelas pemilik modal, ketika hampir 30% dari angkatan kerja (data Depnakertrans)
tidak memperoleh pekerjaan alias menganggur
.
Ken
Budha Kusumandaru, Krisis Serikat Buruh (http:www.PDSO.topcities.com, diakses Januari 2
Sekalipun semua anggota Serikat Buruh bergerak untuk mengadakan perlawanan,
pemilik modal tidak akan kesulitan untuk menyingkirkan 3% pekerja yang “bandel”
ini dan mengantikannya dengan orang lain. Masih ada 38 juta orang yang putus
asa mencari kerja. Jika ini terjadi maka para pekerja akan lebih “jinak” karena
mereka pasti takut kehilangan pekerjaan yang telah dengan susah-payah mereka
dapatkan. Masalah lain adalah sulitnya menumbuhkan solidaritas antar kelas
pekerja. Kondisi ini pulah telah memberi sumbangan dalam melemahkan Serikat
Buruh/Pekerja Indonesia.
Dalam konteks sejarah, perlawanan dan gerakan
buruh mencapai kematangannya karena bergerak dalam koridor yang lebih luas dan
membuka diri bagi dukungan dari elemen-elemen masyarakat yang lain.
Keterhubungan dan interaksi antara kelas buruh dengan elemen masyarakat miskin
dan menengah lainnya pada hakikatnya merupakan wujud dari kehidupan sosial buruh,
sehingga kepentingan dan aksi mereka yangh tergabung dalam Serikat Buruh, maka
dalam konteks inilah terminologi ‘Rakyat Pekerja’ lahir. Konsep Rakyat Pekerja
digunakan sebagai alat untuk mengorganisasi para pekerja yang berada dalam
sistem produksi subkontrak dan mengorganisasi pekerja yang mengalami fenomena
PHK massal di beberapa kawasan industri.
Strategi gerakan buruh lama yang mengacu pada
pola hubungan industri dirasakan tidak lagi memadai karena hubungan-hubungan
industri yang terjadi pun telah mengalami perubahan yang pesat. Basis persoalan
buruh tidak lagi semata-mata di pabrik dan bersifat bipartit antara buruh dan pengusaha di tingkat lokal, namun sudah
meluas dan berkaitan dengan persoalan-persoalan kebijakan di tingkat lokal
maupun makro.
Imam Soepomo, Secara Hukum buruh adalah
manusia bebas dan merdeka … namun secara kemasyarakatan buruh tidaklah bebas.
Buruh terikat secara tenaga dan pikiran untuk mengikuti perintah pengusaha.
Karena itulah hukum perburuhan diciptakan untuk melindungi kesewenangwenangan
pengusaha terhadap buruh .
Kehadiran Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (KSPSI) di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Kabupaten Lamongan
mempunyai arti yang sangat penting mengingat fungsinya yang sangat relevan
terhadap kebutuhan para pekerja/buruh, khususnya yang berkenaan dengan masalah Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) yang oleh para pekerja/buruh dianggap sebagai hal yang
paling ditakuti. Karena dengan hilangnya sebuah pekerjaan maka kebutuhan hidup
pekerja/buruh dengan keluarganya akan berhenti, dan angka pengangguran di
Indonesia akan meningkat. Maka sudah menjadi tugas dari Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Lamongan untuk membantu memecahkan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan masalah perburuhan khususnya
dalam menanggulangi kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di
Kabupaten Lamongan.
Sesuai dengan yang telah terkandung dalam UU
R.I No 13 Tahun 2003 pada pasal 151 ayat 2 yang berbunyi: Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan,
sebagaimana dikutip oleh Seruan Aksi, Forum Komunikasi Buruh Cikarang - FKBC -
Cabut UU No. 13 Tahun 2003 & Tolak Revisi UU No.
Tahun 2003 (http://www.mail-archive.com/indomarxist@yahoogroups.com/msg00950/SELEBARAN_MAY_DAY.doc.) Dalam hal segala upaya telah dilakukan,
tetepi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat
buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
.
Rasulullah saw. Bersabda: Artinya:
“Orang-orang muslim itu berada di sisi syaratnya (aqadnya)” .
Islam menjadikan manfaat (jasa) tenaga sebagai
pijakan dalam menentukan upah serta menjadikan penilaian pasar sebagai tenaga
pemutus.
Jika kedua orang bertransaksi berselisih, dan
keduanya wajib terikat dengan apa yang ditentukan pasar sesuai dengan penilaian
para ahli sehingga perselisihan-perselisihan dalam sebuah transaksi ijarohtidak
terjadi. Dengan demikian syara’memberikan peluang pada para Musta’jirdan
ajir,untuk mencurahkan tenaganya yang tidak terbatas dalam berproduksi .
Hadist lain menerangkan: Artinya:
"Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu adalah bertanggung
jawab tentang yang dipimpin” .
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan (Bandung: Citra
Umbara, 2006): hlm.
Abdurrahman
al-Maliki, Politik Ekonomi Islam (Bangil: Al-Izzah, 2001), hlm.
Ibid..
Ahmad
Muhtadu Al-'Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, An-Nidzaamul Iqtishaadi Fil
Islam Mabaadi-Uhu Wahdaafuhu, Terj. Abu Ahmadi dan Ansori Umar itanggal, system
ekonomi Islam, Prinsip-prinsip dan tujuannya (Surabaya, 1980) Hlm.
Dari
uraian latar belakang permasalahan diatas maka untuk mengetahui lebih jauh
tentang kiat dan usaha Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)
Kabupaten Lamongan dalam menangani permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Maka dalam penelitian ini diberi judul: “Optimalisasi Fungsi Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Dalam Upaya Penanggulangan Kasus Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) di Kabupaten Lamongan” .
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan diatas, maka kiranya penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : a. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Kabupaten Lamongan? b. Bagaimankah
optimalisasi fungsi dan usaha Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(KSPSI) Kabupaten Lamongan dalam upaya menanggulangi kasus pemutusan hubungan
kerja (PHK)?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: a. Untuk
mengetahui faktor-faktor terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) di Kabupaten
Lamongan.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13, Loc. cit.hlm.
b.
Untuk mengetahui optimalisasi fungsi dan usaha Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Lamongan dalam upaya menanggulangi kasus
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
2. Kegunaan Penelitian a. Dapat menambah
pengalaman bagi peneliti dalam bidang keilmuan tentang kenagakerjaan, serta
sebagai media latihan dalam memahami masalah secara dewasa dan ilmiah, sehingga
secara praktis dapat diterapkan dalam masyarakat.
b. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
pembaca tentang Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dalam menangani
masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dapat dipakai sebagai kajian
pustaka, Khususnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Lamongan.
c. Dapat dijadikan masukan demi perbaikan
kinerja Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten
Lamongan khususnya yang berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja.
D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Untuk
menjabarkan permasalahan diatas agar tidak menyimpang terlalu jauh, peneliti
memberikan batasan-batasan sebagai berikut: 1. Pembatasan tentang cara
penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) anggota Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (KSPSI) di Kabupaten Lamongan.
2.
Usaha-usaha Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten
Lamongan dalam mendampingi anggotanya yang terkena kasus PHK.
E. Penegasan Istilah 1. Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia Adalah organisasi yang di bentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi