Minggu, 08 Juni 2014

Skripsi IPS: PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII A MATA PELAJARAN IPS EKONOMI MELALUI STRATEGI COOPERATIVE LEARNINGTIPE STRUKTURAL DI SMP NEGERI 3 KUARO KAB. PASER KALIMANTAN TIMUR


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Mengajar adalah suatu kegiatan bertujuan. Dengan pengertian, kegiatan yang  terkait oleh tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuanserta terarah pada tujuan.
Mengajar dikatakan berhasil apabila peserta didik belajar sebagai akibat usaha mengajar  itu.
 Dalam hal ini guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang  tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan  belajar dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu.
Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran pemilihan dan penggunaan media  pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil  belajar, serta memilih dan menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran.
Para guru harus dapat memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin.

Akan tetapi dalam proses belajar mengajar sering terjadi berbagai macam permasalahan,  diantaranya terjadinya komunikasi satu arah, sehingga peserta didik cenderung pasif  (hanya mengikuti ceramah guru), serta menimbulkan rasa jenuh pada diri peserta didik  dalam mengikuti proses belajar mengajar, hal ini tak ubahnya dengan kegiatan belajar  mengajar yang meliputi datang, duduk mengikuti ceramah guru, melihat guru menulis  di papan tulis, mendengarkan, lalu mengingat atau mengkopi apa adanya informasi yang  disampaikan guru.
 Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: CV. Citra Media, 1996), hlm. 54  Inilah yang terjadi di SMP Negeri 3 Kuaro, pada observasi awal peneliti melihat  banyak peserta didik yang merasa jenuh, mereka sering mengobrol dengan teman  sebangkunya dan tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan di depan kelas,  terkadang mereka juga membuat coretan-coretan dibuku tulis atau setiap beberapa menit  mereka selalu melihat jam dinding berharappembelajaran segera berakhir. Di SMP  Negeri 3 Kuaro metode yang sering digunakan guru adalah metode ceramah, Tanya  jawab, resitasi, dan diskusi. Ketika menggunakan metode Tanya jawab hanya ada  beberapa peserta didik yang berani bertanya dan menjawabpertanyaan, dan yang paling  sering bertanya maupun menjawab adalah peserta didik yang berprestasi. Pada saat  diskusi banyak peserta didik yang hanya diam membisu mereka hanya mengandalkan  jubir (juru bicara) yang ada dalam kelompok. Saat peneliti bertanya kepada beberapa  peserta didik kelas VII A, mereka menjawab bahwa mereka merasa jenuh dan ngantuk  serta merasa bosan karena guru hanya menjelaskan dan memberi tugas, tidak pernah  memberikan sesuatu yang menantang yang dapat mengusir rasa kantuk para peserta  didik, terutama jika proses pembelajaran dilaksanakan pada siang hari.
Kondisi ini disebabkan karena penggunaan metode belajar yang kurang  menciptakan suasana kondusif pada peserta didik untuk dapat mempelajari materi  pembelajaran yang sedang berlangsung. Banyak beberapa guru yang ada di madrasah  atau sekolah, kurang mempunyai alternatif strategi atau pendekatan pembelajaran lain  yang dapat disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Mereka masih menggunakan  pembelajaran tradisional dalam melakukan proses belajar mengajar. Pendekatan dalam  belajar mengajar pada dasarnya adalahmelakukan proses belajar mengajar yang  menekankan pentingnya belajar melalui proses mengalami untuk memperoleh  pemahaman. Pendekatan ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan  berhasil atau tidaknya belajar yang diinginkannya.
 Dalam penerapan pembelajaran tradisional dengan metode ceramah,  dilaksanakan tanpa menggunakan media pembelajaran, pada saat pembelajaran  berlangsung situasi belajar cenderung monoton pada guru karena peserta didik tidak  dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga peserta didik menjadi  pasif. Peserta didik mendengarkan sedangkan guru menerangkan dan berceramah di  depan kelas, sekaligus guru mendekte dan peserta didik menulisnya dalam buku catatan  mereka. Dalam keadaan seperti inilah peserta didik kurang bersemangat dalam  pembelajaran, peserta didik terlihat jenuh dan kurang bergairah, motivasi belajar peserta  didik menurun sehingga peserta didik ada yang mengantuk dan banyak yang bermain  dengan temannya sendiri, tidak mendengarkan guru yang sedang menerangkan materi  pelajaran di depan kelas.
Pembelajaran tradisional adalah di manapeserta didik secara pasif menerima  rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, dan menghafal), tanpa  memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tradisional yang  dilaksanakan juga bersifat menghafal, di mana setelah peserta didik menerima informasi  dari guru peserta didik langsung diperintahkan untuk menghafalkan tanpa memahami isi  yang terkandung di dalamnya. Sehingga pemahaman peserta didik terhadap materi  pelajaran rendah. Hal ini dikarenakan peserta didik kurang memahami isi pelajaran,  sehingga pada waktu evaluasi, hasil belajar yang diperoleh masih di bawah rata-rata.
 Tabrani Rusyam dkk., Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar(Bandung: Remaja Karya,  1989), hlm. 1  Yang diingat: Modus:  10% Verbal  20%  30% Visual  50%  70%  90% Berbuat  Dalam pembelajaran tradisional rumus atau teori itu ada diluar diri peserta didik, yang  harus diterangkan, diterima, dihafalkan dan dilatih. 3  Penggunaan pembelajaran tradisional disebabkan karena guru tidak memahami  pentingnya metode atau pendekatan belajar dan tidak memahami prinsip-prinsip belajar  itu sendiri. Guru harus bisa menyesuaikan antara metode yang digunakan dengan materi  yang akan disampaikan, selain itu guru juga perlu memahami modus atau pola  pengalaman belajar peserta didik dan kemungkinan hasil belajar yang dicapainya,  modus atau pola pengalaman belajar tersebut dapat dilihat dalam kerucut pengalaman  belajar sebagai berikut:  Kerucut Pengalaman Belajar  Dari kerucut pengalaman belajar tersebutdapat kita ketahui bahwa jika dalam  pembelajaran di kelas guru hanya mengajar dengan menggunakan metode ceramah yang  berarti peserta didik hanya mendengarkan, maka peserta didik hanya mampu mengingat  sebesar 20% dari apa yang didengarkannya. Dan apabila dalam pembelajaran di kelas  guru menggunakan metode yang sesuai, yaitumengemas pembelajaran dalam bentuk  pembelajaran kelompok dan melaporkan hasil belajar kelompok tersebut, maka peserta   Nurhadi dkk.,Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK (Malang: UM, 2003),  hlm. 35  Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Belajar didik akan mampu mengingat sampai 90% dariapa yang dikerjakan dan dikatakan atau  diperbuatnya.
Apabila dalam kegiatan belajar mengajar guru hanya menerapkan pembelajaran  tradisional, maka hal ini tidak membuat peserta didik untuk berpikir kritis karena  peserta didik hanya menerima informasi yang diberikan guru. Selain itu situasi  pembelajaran semacam ini hampir tidak ada kesempatan bagi peserta didik atau peserta  didik untuk menuangkan kreativitasnya (rasa, cipta, karsa) guna mengaktualisasikan  potensi dirinya untuk berinovasi, ataupun berbagi diri (sharing)untuk sedini mungkin  mengoptimalkan kemampuan mengidentifikasi,merumuskan, mendiagnosa dan sedapat  mungkin memecahkan masalah (problem solving.)  Dari situasi pembelajaran semacam ini berdampak pada motivasi dan prestasi  belajar peserta didik, peserta didik menjadi malas dalam mengikuti pelajaran. Peserta  didik banyak bermain dalam kelas ketika guru sedang menerangkan materi pelajaran,  peserta didik menjadi malas untuk mengulang pelajaran yang menyebabkan rendahnya  prestasi yang diperoleh saat diadakan tes atau evaluasi belajar. Dalam proses belajar  mengajar peserta didik sering mengalami motivasi yang rendah dalam belajar,  rendahnya motivasi tersebut disebabkan  oleh metode mengajar guru yang dapat  menimbulkan kesulitan dan kejenuhan dalam belajar, guru-guru menuntut standar  pelajaran di atas kemampuan peserta didik, guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha  diagnosis kesulitan belajar, guru tidak pandai menerapkan, sinis dan sombong,  menjengkelkan, tinggi hati, pelit dalam memberi angka, tidak adil dan guru tidak mahir  dalam mata pelajaran yang dipegangnya.
  Ahmadi dkk., Psikologi Belajar(Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 84-85  Menurut Mc Donald motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi  seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”dan didahului dengan tanggapan  terhadap adanya tujuan. Jadi guru sebagai motivator yang mendorong peserta didiknya  melakukan perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik seperti peserta didik  menunjukkan minat bersungguh-sungguh dalam proses belajar. Menurut Sardiman  motivasi berperan dalam menangguhkan dan mendorong kegiatan belajar. Sardiman  mengemukakan bahwa peranan motivasi yang khas adalah dalam penumbuhan gairah,  merasa senang dan semangat untuk belajar. Peserta didik yang memiliki motivasi yang  kuat, akan mempunyai banyak energiuntuk melakukan kegiatan belajar.
 Selain motivasi prestasi belajar juga merupakan lambang penting pada diri  peserta didik untuk menentukan langkah selanjutnya dimasa-masa yang akan datang,  untuk itu peserta didik berusaha semaksimalmungkin untuk memperoleh prestasi yang  baik. Namun kenyataan yang terjadi sering tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Rendahnya prestasi belajar yang diperoleh peserta didik disebabkan oleh beberapa  faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal atau faktoryang berasal dari luar diri  peserta didik seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh sebab itu, penggunaan  strategi atau metode mengajar yang efektifdan efisien, akan memungkinkan anak didik  mencerna bahan pelajaran yang disebut kegiatan belajar. Dengan demikian berarti juga  proses mengajar dikatakan berhasil bilamana mampu menimbulkan respon berupa  proses belajar.
 Agar tercipta suatu proses belajar dalam kegiatan mengajar diperlukan  penerapan suatu metode atau strategi pembelajaran guna mempelajari materi pelajaran   Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar(Jakarta: Rajawali, 1990), hlm. 73-75   Nawawi, Pendidikan Dalam Islam(Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 248  yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif dan variatif sehingga dapat  memotivasi peserta didik untuk mengembangkan potensi kreativitasnya.
Dengan demikian, guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat  yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis  secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran  berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu, guru harus mendampingi  peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasan sejumlah kompetensi tertentu.
Aspek psikologis menunjuk pada kenyataanbahwa peserta didik pada umumnya  memiliki taraf perkembangan yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula.
Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri  mengandung variasi, seperti belajar keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap,  dan lain sebagainya. Perbedaan itu menuntutpembelajaran yang berbeda pula, sesuai  dengan jenis-jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis menunjuk pada  pengaturan belajar peserta didik oleh guru. Dalam hal ini, guru harus menentukan secara  tepat jenis belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu,  dengan mengingat kompetensi dasar yang harus dicapai.
 Untuk mencapai tujuan pembelajaran, meningkatkan motivasi dan prestasi  belajar peserta didik maka keterampilan guru dalam proses pembelajaran harus  ditingkatkan. Keterampilan guru dalam proses pembelajaran meliputi: keterampilan  merencanakan, keterampilan mengorganisasikan, keterampilan melaksanakan dan  keterampilan mengevaluasi proses pembelajaran baik yang akan, sedang maupun yang  sudah dilaksanakan. Selain itu pendekatan pembelajaran juga harus diubah, pendekatan  pembelajaran yang berorientasi pada guru harus diubah menjadi pendekatan yang   E. Mulyasa,Kurikulum Yang Disempurnakan(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.
189  berorientasi pada peserta didik. Hal ini dapat dikaitkan dengan ungkapan seorang filosof  yakni “apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; apa yang saya  lakukan saya paham”.
 Penyelenggaraan pembelajaran adalah salah satu tugas utama guru, di mana  pembelajaran dapat diartikan suatu sistem atau proses membelajarkan subyek didik atau  pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
 Untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran, meningkatkan motivasi dan  prestasi belajar peserta didik, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah  dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning)  tipe  struktural dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model pembelajaran  kelompok. Kelompok merupakan konsep yangpenting dalam kehidupan manusia,  karena sepanjang hidupnya manusia tidak akan terlepas dari kelompoknya. Oleh sebab  itu, dalam proses pembelajaran kelompok setiap anggota kelompok akan bekerja sama  untuk mencapai tujuan bersama pula. Dengan menerapkan model pembelajaran  kelompok (cooperative learning)diharapkan hasil pembelajaran akan lebih bermakna  bagi peserta didik. Model pembelajaranini mengetengahkan realita kehidupan  masyarakat yang dirasakan dan dialami olehpeserta didik dalam kesehariannya, yang  diwujudkan dalam bentuk yang sederhana dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran  ini memandang bahwa keberhasilan di  dalam belajar bukan semata-mata harus  diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam  pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di   Wahid Murni, Penelitian Tindakan Kelas Dari Teori Menuju Praktek(Malang: UM Press,  2008), hlm. 68   Najib Sulhan, Pembangunan Karakter Pada Anak; Manajemen Pembelajaran Guru Menuju  Sekolah Efektif(Surabaya: Intelektual Club, 2006), hlm. 7  bawah bimbingan seorang guru atau pendidik, maka prosespenerimaan dan pemahaman  peserta didik akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari. Model  pembelajaran ini juga membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan  sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata  dimasyarakat, sehingga dengan bekerja  bersama-sama diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi,  produktivitas, dan perolehan belajar.
 Para guru diharapkan dapat memanfaatkan berbagai kemampuan yang dimiiki  oleh peserta didik, membantu peserta didik,dan memberikan kesempatan pada peserta  didik untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing, memperoleh umpan balik  (feed back)dari teman sebaya, membantu peserta didik untuk berfikir teoritis dan  praktis, serta membantu peserta didik belajar menilai kemampuan dan peranan diri  sendiri maupun teman sebayanya, menciptakan suasana yang kondusif dan rekreatif  serta mengembangkan motivasi peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik perlu  mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana  mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya  nanti dengan begitu mereka memposisikan diri sebagai diri sendiri yang memerlukan  suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi  dirinya dan berupaya mengapainya dan dalam upaya ini mereka memerlukan guru  sebagai pengarah dan pembimbing.
Strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning)menunjukkan  efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar peserta didik, baik dilihat dari  pengaruhnya terhadap penguasan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan  pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi peserta didik   Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS(Jakarta: PT Bumi  Aksara, 2007), hlm. 5  dalam kehidupannya di masyarakat. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dra. Hj.
Etin Solihatin, M.Pd., dkk. Pada tahun 2001 yang dibiayai proyek PGSM, dilakukan  pada peserta didik penyertaan D-3 Tahap II untuk mata kuliah pendidikan IPS di  Universitas Negeri Jakarta, menemukan bahwa penggunaan model cooperative learning sangat mendorong peningkatan prestasi peserta didik sebesar 20%, dan dapat  meningkatkan kemampuan peserta didik untukbelajar sendiri. Selain itu penelitian  Snider dikutip Etin Solihatin, yang dilakukan pada peserta didik grade-9 untuk mata  pelajaran geografi di Amerika menemukan, bahwa penggunaan modelcooperative  learningsangat mendorong peningkatan prestasi belajar peserta didik dengan perbedaan  hampir 25% dengan kemajuan yang dicapai oleh peserta didik yang diajar dengan  menggunakan sistem kompetisi.
 Berangkat dari pemikiran di atas tentang betapa pentingnya pendekatan atau  metode pembelajaran, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai penerapan  strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning)  tipe struktural untuk  meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik, pada mata pelajaran IPS  ekonomi kelas VII A di SMP Negeri 3 Kuaro. Hasil pengembangan ini diharapkan  dapat bermanfaat untuk menguji efektivitas penerapan strategi pembelajaran kooperatif  (cooperative learning) tipe struktural terhadap peningkatan motivasi dan prestasi belajar  peserta didik. Oleh karena itu peneliti terdorong untuk meneliti dan mengkaji lebih  lanjut tentang model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)tipe struktural  yang dikaitkan dengan mata pelajaran IPS ekonomi di SMP Negeri 3 Kuaro. Kegiatan  peneliti untuk mengamati dan mengkaji ini difokuskan pada “Peningkatan Motivasi  dan Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas VII A Mata Pelajaran IPS Ekonomi   Ibid., hlm. 13  melalui Strategi Cooperative Learningtipe Strukturaldi SMP Negeri 3 Kuaro Kab.
Paser Kalimantan Timur”.
B.  Rumusan Masalah  Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah,  yaitu sebagai berikut:  a.  Apakah penerapan strategipembelajaran kooperatif (cooperative learning)tipe  struktural dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik pada  mata pelajaran IPS ekonomi kelas VII A di SMP Negeri 3 Kuaro Kab. Paser  Kalimantan Timur?  b.  Bagaimana kesan peserta didik terhadappelaksanaan srategi pembelajaran  kooperatif (cooperative learning)tipe struktural dalam pembelajaran IPS ekonomi  di SMP Negeri 3 Kuaro Kab. Paser Kalimantan Timur?  
C.  Tujuan Penelitian  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:  a.  Mendeskripsikan bahwa penerapan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative  learning)tipe struktural dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta  didik pada mata pelajaran IPS ekonomi kelas VII A di SMP Negeri 3 Kuaro Kab.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi