BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mengajar adalah suatu kegiatan bertujuan.
Dengan pengertian, kegiatan yang terkait
oleh tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuanserta terarah pada tujuan.
Mengajar dikatakan berhasil
apabila peserta didik belajar sebagai akibat usaha mengajar itu.
Dalam hal ini guru harus dapat mengambil
keputusan atas dasar penilaian yang tepat
ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan belajar dihentikan, diubah metodenya, atau
mengulang dulu pembelajaran yang lalu.
Guru harus menguasai
prinsip-prinsip pembelajaran pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode
mengajar, keterampilan menilai hasil belajar,
serta memilih dan menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran.
Para guru harus dapat
memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin.
Akan tetapi dalam proses belajar
mengajar sering terjadi berbagai macam permasalahan, diantaranya terjadinya komunikasi satu arah,
sehingga peserta didik cenderung pasif (hanya
mengikuti ceramah guru), serta menimbulkan rasa jenuh pada diri peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar, hal
ini tak ubahnya dengan kegiatan belajar mengajar
yang meliputi datang, duduk mengikuti ceramah guru, melihat guru menulis di papan tulis, mendengarkan, lalu mengingat
atau mengkopi apa adanya informasi yang disampaikan
guru.
Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar,
(Surabaya: CV. Citra Media, 1996), hlm. 54 Inilah yang terjadi di SMP Negeri 3 Kuaro,
pada observasi awal peneliti melihat banyak
peserta didik yang merasa jenuh, mereka sering mengobrol dengan teman sebangkunya dan tidak memperhatikan guru yang
sedang menjelaskan di depan kelas, terkadang
mereka juga membuat coretan-coretan dibuku tulis atau setiap beberapa menit mereka selalu melihat jam dinding
berharappembelajaran segera berakhir. Di SMP Negeri 3 Kuaro metode yang sering digunakan
guru adalah metode ceramah, Tanya jawab,
resitasi, dan diskusi. Ketika menggunakan metode Tanya jawab hanya ada beberapa peserta didik yang berani bertanya
dan menjawabpertanyaan, dan yang paling sering
bertanya maupun menjawab adalah peserta didik yang berprestasi. Pada saat diskusi banyak peserta didik yang hanya diam
membisu mereka hanya mengandalkan jubir
(juru bicara) yang ada dalam kelompok. Saat peneliti bertanya kepada beberapa peserta didik kelas VII A, mereka menjawab
bahwa mereka merasa jenuh dan ngantuk serta
merasa bosan karena guru hanya menjelaskan dan memberi tugas, tidak pernah memberikan sesuatu yang menantang yang dapat
mengusir rasa kantuk para peserta didik,
terutama jika proses pembelajaran dilaksanakan pada siang hari.
Kondisi ini disebabkan karena
penggunaan metode belajar yang kurang menciptakan
suasana kondusif pada peserta didik untuk dapat mempelajari materi pembelajaran yang sedang berlangsung. Banyak
beberapa guru yang ada di madrasah atau
sekolah, kurang mempunyai alternatif strategi atau pendekatan pembelajaran lain
yang dapat disesuaikan dengan materi
yang diajarkan. Mereka masih menggunakan pembelajaran tradisional dalam melakukan
proses belajar mengajar. Pendekatan dalam belajar mengajar pada dasarnya adalahmelakukan
proses belajar mengajar yang menekankan
pentingnya belajar melalui proses mengalami untuk memperoleh pemahaman. Pendekatan ini mempunyai peran yang
sangat penting dalam menentukan berhasil
atau tidaknya belajar yang diinginkannya.
Dalam penerapan pembelajaran tradisional
dengan metode ceramah, dilaksanakan
tanpa menggunakan media pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung situasi belajar cenderung monoton
pada guru karena peserta didik tidak dilibatkan
secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga peserta didik menjadi pasif. Peserta didik mendengarkan sedangkan
guru menerangkan dan berceramah di depan
kelas, sekaligus guru mendekte dan peserta didik menulisnya dalam buku catatan mereka. Dalam keadaan seperti inilah peserta
didik kurang bersemangat dalam pembelajaran,
peserta didik terlihat jenuh dan kurang bergairah, motivasi belajar peserta didik menurun sehingga peserta didik ada yang
mengantuk dan banyak yang bermain dengan
temannya sendiri, tidak mendengarkan guru yang sedang menerangkan materi pelajaran di depan kelas.
Pembelajaran tradisional adalah
di manapeserta didik secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan,
mencatat, dan menghafal), tanpa memberikan
kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tradisional yang dilaksanakan juga bersifat menghafal, di mana
setelah peserta didik menerima informasi dari guru peserta didik langsung diperintahkan
untuk menghafalkan tanpa memahami isi yang
terkandung di dalamnya. Sehingga pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran rendah. Hal ini dikarenakan peserta
didik kurang memahami isi pelajaran, sehingga
pada waktu evaluasi, hasil belajar yang diperoleh masih di bawah rata-rata.
Tabrani Rusyam dkk., Pendekatan Dalam Proses
Belajar Mengajar(Bandung: Remaja Karya, 1989),
hlm. 1 Yang diingat: Modus: 10% Verbal 20% 30%
Visual 50% 70% 90%
Berbuat Dalam pembelajaran tradisional
rumus atau teori itu ada diluar diri peserta didik, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan dan
dilatih. 3 Penggunaan pembelajaran
tradisional disebabkan karena guru tidak memahami pentingnya metode atau pendekatan belajar dan
tidak memahami prinsip-prinsip belajar itu
sendiri. Guru harus bisa menyesuaikan antara metode yang digunakan dengan
materi yang akan disampaikan, selain itu
guru juga perlu memahami modus atau pola pengalaman belajar peserta didik dan
kemungkinan hasil belajar yang dicapainya, modus atau pola pengalaman belajar tersebut
dapat dilihat dalam kerucut pengalaman belajar
sebagai berikut: Kerucut Pengalaman
Belajar Dari kerucut pengalaman belajar
tersebutdapat kita ketahui bahwa jika dalam pembelajaran di kelas guru hanya mengajar
dengan menggunakan metode ceramah yang berarti
peserta didik hanya mendengarkan, maka peserta didik hanya mampu mengingat sebesar 20% dari apa yang didengarkannya. Dan
apabila dalam pembelajaran di kelas guru
menggunakan metode yang sesuai, yaitumengemas pembelajaran dalam bentuk pembelajaran kelompok dan melaporkan hasil
belajar kelompok tersebut, maka peserta Nurhadi dkk.,Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya Dalam KBK (Malang: UM, 2003), hlm. 35 Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Belajar didik
akan mampu mengingat sampai 90% dariapa yang dikerjakan dan dikatakan atau diperbuatnya.
Apabila dalam kegiatan belajar
mengajar guru hanya menerapkan pembelajaran tradisional, maka hal ini tidak membuat
peserta didik untuk berpikir kritis karena peserta didik hanya menerima informasi yang
diberikan guru. Selain itu situasi pembelajaran
semacam ini hampir tidak ada kesempatan bagi peserta didik atau peserta didik untuk menuangkan kreativitasnya (rasa,
cipta, karsa) guna mengaktualisasikan potensi
dirinya untuk berinovasi, ataupun berbagi diri (sharing)untuk sedini mungkin mengoptimalkan kemampuan mengidentifikasi,merumuskan,
mendiagnosa dan sedapat mungkin
memecahkan masalah (problem solving.) Dari
situasi pembelajaran semacam ini berdampak pada motivasi dan prestasi belajar peserta didik, peserta didik menjadi
malas dalam mengikuti pelajaran. Peserta didik banyak bermain dalam kelas ketika guru
sedang menerangkan materi pelajaran, peserta
didik menjadi malas untuk mengulang pelajaran yang menyebabkan rendahnya prestasi yang diperoleh saat diadakan tes atau
evaluasi belajar. Dalam proses belajar mengajar
peserta didik sering mengalami motivasi yang rendah dalam belajar, rendahnya motivasi tersebut disebabkan oleh metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan dan kejenuhan dalam
belajar, guru-guru menuntut standar pelajaran
di atas kemampuan peserta didik, guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar, guru tidak pandai
menerapkan, sinis dan sombong, menjengkelkan,
tinggi hati, pelit dalam memberi angka, tidak adil dan guru tidak mahir dalam mata pelajaran yang dipegangnya.
Ahmadi dkk., Psikologi Belajar(Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 84-85 Menurut Mc Donald motivasi adalah suatu
perubahan energi di dalam pribadi seseorang
yang ditandai dengan munculnya “feeling”dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Jadi guru sebagai
motivator yang mendorong peserta didiknya melakukan perubahan tingkah laku kearah yang
lebih baik seperti peserta didik menunjukkan
minat bersungguh-sungguh dalam proses belajar. Menurut Sardiman motivasi berperan dalam menangguhkan dan
mendorong kegiatan belajar. Sardiman mengemukakan
bahwa peranan motivasi yang khas adalah dalam penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.
Peserta didik yang memiliki motivasi yang kuat, akan mempunyai banyak energiuntuk
melakukan kegiatan belajar.
Selain motivasi prestasi belajar juga
merupakan lambang penting pada diri peserta
didik untuk menentukan langkah selanjutnya dimasa-masa yang akan datang, untuk itu peserta didik berusaha semaksimalmungkin
untuk memperoleh prestasi yang baik.
Namun kenyataan yang terjadi sering tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Rendahnya prestasi belajar yang
diperoleh peserta didik disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal atau faktoryang berasal dari luar diri peserta didik seperti keluarga, sekolah dan
masyarakat. Oleh sebab itu, penggunaan strategi
atau metode mengajar yang efektifdan efisien, akan memungkinkan anak didik mencerna bahan pelajaran yang disebut kegiatan
belajar. Dengan demikian berarti juga proses
mengajar dikatakan berhasil bilamana mampu menimbulkan respon berupa proses belajar.
Agar tercipta suatu proses belajar dalam
kegiatan mengajar diperlukan penerapan
suatu metode atau strategi pembelajaran guna mempelajari materi pelajaran Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar(Jakarta: Rajawali, 1990), hlm. 73-75 Nawawi, Pendidikan Dalam Islam(Surabaya:
Al-Ikhlas, 1993), hlm. 248 yang kondusif
dengan suasana yang cenderung rekreatif dan variatif sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk mengembangkan
potensi kreativitasnya.
Dengan demikian, guru harus
menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek
pedagogis, psikologis, dan didaktis secara
bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan.
Karena itu, guru harus mendampingi peserta
didik menuju kesuksesan belajar atau penguasan sejumlah kompetensi tertentu.
Aspek psikologis menunjuk pada
kenyataanbahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, yang
menuntut materi yang berbeda pula.
Selain itu, aspek psikologis
menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar
keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap, dan lain sebagainya. Perbedaan itu
menuntutpembelajaran yang berbeda pula, sesuai dengan jenis-jenis belajar yang sedang
berlangsung. Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh guru.
Dalam hal ini, guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah yang paling
berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan mengingat kompetensi dasar yang harus
dicapai.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran,
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
peserta didik maka keterampilan guru dalam proses pembelajaran harus ditingkatkan. Keterampilan guru dalam proses
pembelajaran meliputi: keterampilan merencanakan,
keterampilan mengorganisasikan, keterampilan melaksanakan dan keterampilan mengevaluasi proses pembelajaran
baik yang akan, sedang maupun yang sudah
dilaksanakan. Selain itu pendekatan pembelajaran juga harus diubah, pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru harus
diubah menjadi pendekatan yang E.
Mulyasa,Kurikulum Yang Disempurnakan(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.
189 berorientasi pada peserta didik. Hal ini dapat
dikaitkan dengan ungkapan seorang filosof yakni “apa yang saya dengar, saya lupa; apa
yang saya lihat, saya ingat; apa yang saya lakukan saya paham”.
Penyelenggaraan pembelajaran adalah salah satu
tugas utama guru, di mana pembelajaran
dapat diartikan suatu sistem atau proses membelajarkan subyek didik atau pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran,
meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar peserta didik, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) tipe struktural dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah model pembelajaran kelompok. Kelompok merupakan konsep
yangpenting dalam kehidupan manusia, karena
sepanjang hidupnya manusia tidak akan terlepas dari kelompoknya. Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran kelompok setiap
anggota kelompok akan bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama pula. Dengan menerapkan model pembelajaran kelompok (cooperative learning)diharapkan
hasil pembelajaran akan lebih bermakna bagi
peserta didik. Model pembelajaranini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami
olehpeserta didik dalam kesehariannya, yang diwujudkan dalam bentuk yang sederhana dalam
kehidupan kelas. Model pembelajaran ini
memandang bahwa keberhasilan di dalam
belajar bukan semata-mata harus diperoleh
dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Melalui
belajar dari teman yang sebaya dan di Wahid
Murni, Penelitian Tindakan Kelas Dari Teori Menuju Praktek(Malang: UM Press, 2008), hlm. 68 Najib Sulhan, Pembangunan Karakter Pada Anak;
Manajemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah
Efektif(Surabaya: Intelektual Club, 2006), hlm. 7 bawah bimbingan seorang guru atau pendidik,
maka prosespenerimaan dan pemahaman peserta
didik akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari. Model pembelajaran ini juga membantu peserta didik
dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata
dimasyarakat, sehingga dengan bekerja bersama-sama diantara sesama anggota kelompok
akan meningkatkan motivasi, produktivitas,
dan perolehan belajar.
Para guru diharapkan dapat memanfaatkan
berbagai kemampuan yang dimiiki oleh
peserta didik, membantu peserta didik,dan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyalurkan kemampuannya
masing-masing, memperoleh umpan balik (feed
back)dari teman sebaya, membantu peserta didik untuk berfikir teoritis dan praktis, serta membantu peserta didik belajar
menilai kemampuan dan peranan diri sendiri
maupun teman sebayanya, menciptakan suasana yang kondusif dan rekreatif serta mengembangkan motivasi peserta didik.
Dalam hal ini, peserta didik perlu mengerti
apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang
mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti
dengan begitu mereka memposisikan diri sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka
mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya
dan berupaya mengapainya dan dalam upaya ini mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Strategi pembelajaran kooperatif
(cooperative learning)menunjukkan efektivitas
yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar peserta didik, baik dilihat
dari pengaruhnya terhadap penguasan
materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang
sangat bermanfaat bagi peserta didik Etin
Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS(Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2007), hlm. 5 dalam kehidupannya di masyarakat. Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Dra. Hj.
Etin Solihatin, M.Pd., dkk. Pada
tahun 2001 yang dibiayai proyek PGSM, dilakukan pada peserta didik penyertaan D-3 Tahap II
untuk mata kuliah pendidikan IPS di Universitas
Negeri Jakarta, menemukan bahwa penggunaan model cooperative learning sangat
mendorong peningkatan prestasi peserta didik sebesar 20%, dan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
untukbelajar sendiri. Selain itu penelitian Snider dikutip Etin Solihatin, yang dilakukan
pada peserta didik grade-9 untuk mata pelajaran
geografi di Amerika menemukan, bahwa penggunaan modelcooperative learningsangat mendorong peningkatan prestasi
belajar peserta didik dengan perbedaan hampir
25% dengan kemajuan yang dicapai oleh peserta didik yang diajar dengan menggunakan sistem kompetisi.
Berangkat dari pemikiran di atas tentang
betapa pentingnya pendekatan atau metode
pembelajaran, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai penerapan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) tipe struktural untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
peserta didik, pada mata pelajaran IPS ekonomi
kelas VII A di SMP Negeri 3 Kuaro. Hasil pengembangan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menguji efektivitas
penerapan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe struktural
terhadap peningkatan motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Oleh karena itu peneliti
terdorong untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut tentang model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning)tipe struktural yang
dikaitkan dengan mata pelajaran IPS ekonomi di SMP Negeri 3 Kuaro. Kegiatan peneliti untuk mengamati dan mengkaji ini
difokuskan pada “Peningkatan Motivasi dan
Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas VII A Mata Pelajaran IPS Ekonomi Ibid., hlm. 13 melalui Strategi Cooperative Learningtipe
Strukturaldi SMP Negeri 3 Kuaro Kab.
Paser Kalimantan Timur”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat
dirumuskan beberapa masalah, yaitu
sebagai berikut: a. Apakah penerapan strategipembelajaran
kooperatif (cooperative learning)tipe struktural
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS ekonomi kelas VII A di SMP
Negeri 3 Kuaro Kab. Paser Kalimantan
Timur? b. Bagaimana kesan peserta didik
terhadappelaksanaan srategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning)tipe
struktural dalam pembelajaran IPS ekonomi di SMP Negeri 3 Kuaro Kab. Paser Kalimantan
Timur?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendeskripsikan bahwa penerapan strategi
pembelajaran kooperatif (cooperative learning)tipe
struktural dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS ekonomi kelas
VII A di SMP Negeri 3 Kuaro Kab.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi