Minggu, 08 Juni 2014

Skripsi IPS: PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENUNJANG PROSES BELAJAR MENGAJAR DAN MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Di MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 MALANG


BAB I PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah Upaya  memperbaiki  dan  meningkatkan  mutu  pendidikan  seakan  tidak  pernah  berhenti.  Banyak  agenda  reformasi  yang  telah,  sedang,  dan  akan  dilaksanakan,  beragam  program  inovatif  ikut  serta  memeriahkan  reformasi  pendidikan.  Reformasi  pendidikan  bisa  diartikan  dengan  restrukturisasi  pendidikan,  yaitu  memperbaiki  secara  menyeluruh  pola  hubungan  sekolah  dengan  lingkungan  masyarakat,  orang  tua,  peserta  didik  dan  pemerintah.
Disamping  itu  terdapat  juga  pengembangan  pola rencana  strategis  sekolah,  pengembangan  manajerialnya,  pemberdayaan  guru,  stakeholders  dan  restrukturisasi model-model pembelajaran.
Seringkali pendidikan menjadi fokus perhatian dan sasaran ketidakpuasan.
Hal  ini  terjadi  karena  pendidikan  merupakan  salah  satu  faktor  yang  berperan  penting  dalam  pembangunan  bangsa  yang  menyangkut  hajat  semua  orang.
Karena itu pendidikan perlu perbaikan dan peningkatan sehingga relevan dengan  kebutuhan  dan  tuntutan  masyarakat.  Berarti  sekolah  sebagai  organisasi  yang  dirancang  untuk  berkontribusi  terhadap  peningkatan  mutu  perlu  adanya  sebuah  hubungan  kerjasama  dalam  ruang  lingkup  interen  sekolah  dan  pemberdayaan  masyarakat,  sebab  pada  dasarnya  kekuatan  akselerasi  peningkatan  mutu  akan  tercapai  jika  dibangun  bersama  dalam  sebuah  organisasi  dan  peran  serta  masyarakat (stakeholders).
1   Dalam  rangka  merespon  beberapa  problematika  dalam  bidang  pendidikan  yang  terimplikasi  dari  kebijakan  pemerintah  tentang  diberlakukanya  otonomi  daerah, maka pada tanggal 2 April 2002 pemerintah melalui Keputusan Menteri  Pendidikan Nasional No.014/U/2002 melakukan reformasi pada tingkat sekolah.

Melalui  keputusan  menteri  tersebut  dinyatakan,  bahwa  badan  pembantu  penyelenggara pendidikan (BP3) tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya wadah ini  diberi  nama  “Komite  Sekolah”,  atas  dasar  prakarsa  masyarakat,  satuan  pendidikan, dan pemerintah kabupaten/kota.
 Madrasah adalah  sebuah  pranata  sosial  yang  bersistem,  terdiri  atas  komponen-komponen  yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Komponen  utama  sekolah  adalah  siswa,  pendidik  dan  tenaga  kependidikan  lainnya,  kurikulum,  serta  fasilitas  pendidikan.  Selain  itu,  pemangku  kepentingan  (stakeholder)  juga  mempunyai  pengaruh  yang  besar  terhadap  proses  penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini orang tua dan  masyarakat  merupakan  pemangku  kepentingan  yang  harus  dapat  bekerja  sama  secara sinergis dengan sekolah.
Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga indikator  yang  menyebabkan  mutu  pendidikan  tidak  mengalami  peningkatan  secara  merata.
Faktor  pertama,  kebijakan  dan  penyelenggaraan  pendidikan  nasional  menggunakan  pendekatan education  production  function  atau  input-output  analysis yang  tidak  dilaksanakan  secara  konsekuen.  Pendekatan  ini  melihat  bahwa  lembaga  pendidikan  berfungsi  sebagai  pusat  produksi  yang  apabila   Syaiful  Sagala, Manajemen  Strategik  Dalam  Peningkatan  Mutu  Pendidikan,  (  Bandung: CV Alfabeta, 2009).Hlm. 240   dipenuhi  semua input yang  diperlukan  dalam  kegiatan  produksi  tersebut,  maka  lembaga  ini  akan  menghasilkan  output  yang  dikehendaki.  Pendekatan  ini  menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan  guru, pengadaan  buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya  dipenuhi,  maka  mutu  pendidikan  (output)  secara  otomatis  akan  terjadi. Akan  tetapi dalam kenyataanya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Karena  selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu  memusatkan  pada  input  pendidikan  dan  kurang  memperhatikan  pada  proses  pendidikan, padahal proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
 Faktor  kedua,  penyelenggaraan  pendidikan  nasional  dilakukan  secara  birokratik-sentralistik sehingga menempatkan madrasah sebagai penyelenggaraan pendidikan  sangat  tergantung  pada  keputusan  birokrasi  yang  mempunyai  jalur  yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai  dengan  kondisi  sekolah  setempat.  Sekolah/madrasah lebih  menjadi  subordinasi  dari  birokrasi  diatasnya  sehingga  mereka  kehilangan  kemandirian,  keluwesan,  motivasi,  kreativitas  dan inisiatif  untuk  mengembangkan  dan  memajukan  lembaganya  termasuk  peningkatan  mutu  pendidikan  sebagai  salah  satu  tujuan  pendidikan nasional.
 Faktor ketiga, peran serta warga madrasah khususnya guru dan peran serta  masyarakat, orangtua siswa pada umumnya, dalam penyelenggaraan pendidikan  selama  ini  sangat  minim.  Partisipasi  guru  dalam  pengambilan  keputusan  sering  diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di madrasah sangat tergantung   Artikel  pendidikan,  konsep  dasar  MPMBS, http:// www.dikdasmen.depdiknas.go.id, (diakses pada: Sabtu 17 April 2010).
 Ibid.
 pada guru. Dikenalkan pembaharuan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak  akan  terjadi  perubahan  di  madrasah  tersebut.  Partisipasi  masyarakat  selama  ini  pada  umumnya  sebatas  pada  dukungan  dana,  sedang  dukungan-dukungan  lain  seperti  pemikiran,  moral,  dan  barang/jasa  kurang  diperhatikan.  Akuntabilitas  madrasah  terhadap  masyarakat  juga  lemah.  Madrasah  tidak  mempunyai  beban  untuk bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat,  khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan  dengan pendidikan (stakeholder).
 Paradigma  hubungan  tri  pusat  pendidikan  dapat  diklasifikasikan  menjadi  tiga macam, yaitu paradigma lama, paradigma transisional dan paradigma baru.
Dalam  paradigma  lama,  hubungan  antara  keluarga,  sekolah  dan  masyarakat  dipandang sebagai institusi yang berbeda-beda. Ketiganya belum berkomunikasi  secara efektif. Paradigma lama berpendapat bahwa keluarga dan masyarakat telah  memberikan  peran  utama  jika  mampu  memberikan  dukungan  finansial  kepada  sekolah. Masalah proses belajar mengajar, pembinaan moral dan segenap urusan  yang  lain  diserahkan  sepenuhnya  kepada  sekolah.  Orang  tua  dan  masyarakat  hanya ingin tahu bahwa anaknya lulus dengan nilai yang tinggi.
 Dewasa ini, paradigma lama dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan dan beralih pada paradigma transisional. Dalam paradigma ini keluarga memiliki  hak  untuk  mengetahui  tentang  apa  saja  yang diajarkan  oleh  guru  di sekolah.
Orang  tua  siswa  memiliki  hak  untuk  mengetahui  dengan  metode  apa anak   Ibid.
 Sri Renani Pantjastuti dkk, Komite Sekolah: Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2008). Hlm. 47.
 anaknya  diajar  oleh  guru-guru  mereka.  Hubungan  keluarga  dan  sekolah  sudah  mulai terjalin, tetapi masyarakat belum melakukan kontak dengan sekolah.
 Sedangkan  dalam  paradigma  baru (new  paradigme)  hubungan  keluarga,  sekolah, dan masyarakat harus terjalin secara sinergis untuk meningkatkan mutu  layanan  pendidikan,  termasuk  untuk  meningkatkan  mutu  hasil  belajar  siswa  di  sekolah.  Sekolah  adalah  sebuah  pranata  sosial  yang  bersistem,  terdiri  atas  komponen-komponen  yang  saling  terkait  dan  pengaruh  mempengaruhi.
Komponen  utama  sekolah  adalah  siswa,  pendidik  dan  tenaga  kependidikan  lainnya,  kurikulum,  serta  fasilitas  pendidikan.  Dengan  demikian,  dalam  paradigma  baru  ini  telah  memandang  bahwa pendidikan  sekolah  adalah  milik  bersama.
 Mengikutsertakan  masyarakat  dalam  pengelolaan  pendidikan  diharapkan  akan  menumbuhkan  rasa  kepemilikan  dalam  diri  setiap  anggota  masyarakat,  sehingga mereka akan merasa tanggung jawab terhadap mutu dan kelangsungan hidup  dari  sekolah  yang  bersangkutan,  tambahan  lagi  sekolah-sekolah  tersebut,  akan  selalu  mendapatkan  kontrol  dari  mereka  serta  monitoring  dari  pemerintah  pusat, dengan demikian akuntabilitas akan lebih terjaga.
Dewan  Pendidikan  dan Komite Sekolah merupakan  amanat  rakyat  yang  telah tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan  Nasional  (Propenas)  2000 – 2004.  Amanat  rakyat  ini  selaras  dengan  kebijakan  otonomi  daerah,  yang  telah  memposisikan  kabupaten/kota  sebagai  pemegang  kewenangan  dan  tanggung  jawab  dalam  penyelenggaraan  pendidikan.
 Ibid. Hlm.
 Ibid. Hlm. 50.
 Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota,  melainkan  juga  dalam  beberapa  hal  telah  diberikan  kepada  satuan  pendidikan,  baik  pada  jalur  pendidikan  sekolah  maupun  luar  sekolah.  Dengan  kata  lain,  keberhasilan  dalam  penyelenggaraan  pendidikan  tidak  hanya  menjadi  tanggung  jawab  pemerintah  pusat,  melainkan  juga  pemerintah  propinsi,  kabupaten/kota,  dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau stakeholder  pendidikan. Hal  ini  sesuai  dengan  konsep  partisipasi  berbasis  masyarakat  (community-based  participation)  dan  manajemen  berbasis  sekolah (school-based  management),  yang kini telah mulai dilaksanakan di Indonesia.
 Membangun sinergi antara pengelola pendidikan  di madrasah, masyarakat  sekitar  madrasah,  dan  pemerintah  dalam  rangka  mengembangkan  kualitas  madrasah secara aktif merupakan hal mutlak yang seharusnya dilakukan. Hal ini  sesuai  dengan  perubahan  paradigma  sistem  pemerintahan  dari  sentralisasi  ke  desentralisasi  yang  telah  membuka  peluang  masyarakat  untuk  meningkatkan  peran sertanya dalam wujud pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan demi  kemajuan madrasah.
Pada  hakikatnya  pendidikan  itu  adalah  tanggung  jawab  bersama  antara  pemerintah,  orang  tua,  dan  masyarakat. Selaras  dengan  perkembangan  tuntutan  terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan, maka sudah selayaknya setiap  komponen  melakukan  reposisi  yang  mengarah  kepada  aspirasi  dan  apresiasi  dalam  bentuk  partisipasi  masyarakat  terhadap  penyelenggaraan  madrasah  yang berkualitas.
 Panduan  Umum  Dewan  Pendidikan  dan Komite  Sekolah. Dokumentasi  MAN  3  Malang.    Peningkatan  mutu  belajar  mengajar  sebenarnya  tidak  terlepas  dari  pendekatan dalam  proses  belajar  mengajar,  karena  baik  tidaknya  hasil  belajar  mengajar dapat dilihat dari mutu lulusan, dari produk  yang dikeluarkan.  Proses  belajar  mengajar  dikatakan  berhasil  apabila  masukan  merata,  menghasilkan  banyak  lulusan  dan  bernutu  tinggi,  yang  sesuai  dengan  kebutuhan  masyarakat,  serta memadai, selain itu juga jika dalam prosesnya menunjukan kegairahan yang  tinggi, semangat bekerja yang besar, dan percaya pada diri sendiri.
 Proses  belajar  mengajar  merupakan  inti  dari  proses  pendidikan  secara  keseluruhan  dengan  guru  sebagai  pemegang  peranan  utama.  Karena  Proses  belajar mengajar  mengandung  serangkaian  perbuatan  pendidik/ guru  dan  siswa  atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk  mencapai  tujuan  tertentu.  Interaksi  atau  hubungan  timbal  balik  antara  guru  dan  siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar.
Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak  sekedar  hubungan  antara  guru  dengan  siswa,  tetapi  berupa  interaksi  semua  komponen  pendidikan  termasuk komite madrasah.  Dalam  hal  ini  bukan  hanya  penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan  nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Dalam  proses  belajar  mengajar  guru  memegang  peranan  yang  sangat  penting  yaitu  sebagai  mediator,  fasilitator,  motivator,  inovator  dan dinamisator  sehingga untuk menjalankan tugasnya dalam proses belajar mengajar diperlukan  keterampilan  dan  kemampuan  yang  baik.  Untuk  dapat  melaksanakan  tugas   Rusyan  Tabrani  dkk. Pendekatan  dalam  Proses  Belajar  Mengajar.  (1989,  Bandung  :remadja karya). Hlm. 1   mengajar  dengan  baik  guru  harus  memiliki  kemampuan  profesional  yang  meliputi  penguasaan  bahan  pelajaran  serta  konsep-konsep  dasar  keilmuan,  pengelolaan program belajar mengajar, penguasaan kelas, penggunaan media dan  sumber pembelajaran, penguasaan landasan-landasan kependidikan, pengelolaan  proses belajar mengajar, penilaian prestasi siswa, pengenalan fungsi dan program  bimbingan  dan  penyuluhan,  pengenalan  dan  penyelenggaraan  administrasi  sekolah,  dan  pemahaman  prinsip-prinsip  dan  pemanfaatan  hasil  penelitian  pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
 Menurut  teori  fungsi  produksi,  jika  pendidikan  adalah  sebagai  proses  produksinya,  maka  sekolah  adalah  pabriknya.  Kurikulum,  buku  dan  fasilitas  pendidikan  lainnya  adalah  mesin  cetaknya.  Pekerjanya  adalah  para  guru  dan  tenaga kependidikan lainnya. Semua itu adalah masukan instrumental yang akan  mempengaruhi  kualitas  keluaran  lulusannya.
 Oleh  karena  itu,  perlu  adanya  monitoring  serta  evaluasi  dalam  meningkatakan  proses  belajar  mengajar  dan  mutu pendidikan. Apabila mutu pendidikan dan kulitas PBM hendak diperbaiki,  maka  perlu  adanya  kerjasama  yang  berkesinambungan  dari  berbagai  unsur pendidikan  diantaranya meliputi pemerintah, masyarakat, orang tua,  LSM, dan  madrasah.
Melalui  MBS/MBM  suatu  instansi  sekolah  atau  madrasah  memiliki  kewenangan  dalam  pengambilan  keputusan  yang  terkait  langsung  dengan  kebutuhan-kebutuhan dan  peningkatan  mutu  pendidikan.  Dengan  MBM unsur   Sukmadinata,  Nana  Syaodih.  2004. Pengembangan  Kurikulum  Teori  dan  Praktek.
(Bandung: Remaja Rosdakarya). Hlm.1  Sri Renani Pantjastuti dkk, Op.cit .,Hlm. 5.
 pokok  sekolah,  memegang  kontrol  yang  lebih  besar  pada  setiap  kejadian  di  sekolah.  Unsur  pokok  sekolah  inilah  yang  kemudian  menjadi  lembaga  non  struktural  yang  disebut dewan  sekolah atau komite madrasah yang  anggotanya  terdiri  dari guru,  kepala  sekolah,  administrator,  orang  tua,  anggota  masyarakat  dan murid. Oleh karena itu, MBM memerlukan upaya-upaya penyatupaduan atau  penyelarasan sehingga pelaksanaan pengaturan berbagai komponen sekolah tidak  tumpang  tindih,  berbenturan,  saling  lempar  tugas  dan  tanggung  jawab.  Tujuan  yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi