BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah
Agama yang ajarannya
diwahyukan Allah SWT
kepada insannya melalui para
utusan Allah, Islam
pada hakekatnya membawa
ajaran yang bukan satu
segi dari kehidupan
manusia, melainkan membawa
ajaran kebenaran yang mengandung
nilai-nilai universal yang
terdiri atas aqidah
dan syariah yang dijadikan sebagai aturan hukum dan pedoman demi
keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu kita
tidak dapat mengatakan
bahwa wakaf telah
ada sebelum Islam. Mewakafkan harta benda dalam Islam merupakan suatu
ajaran yang baik bahkan dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu muslim
yang mampu. Wakaf merupakan perbuatan
yang mempunyai sifat dan motivasi
yang baik, yaitu taqaru>b (mendekatkan diri)
kepada Allah SWT.
Islam mengajarkan dan menganjurkan agar
orang yang mampu
menyedekahkan hartanya melalui wakaf atau antara lain seperti hibah,
s}adaqahjariyah dan lain sebagainya.
Hal yang demikian
ini kiranya dapat
menolong wakif dari
adzab Allah SWT. Kelak di akhirat nanti dengan lantaran pahala wakaf
dapat mengalir terus menerus selama
benda wakaf tersebut
masih bermanfaat dan
dapat diperuntukkan dengan baik.
Salah satu segi aturan syari’at Islam yang
terdapat dalam Al -Qur’an adalah tentang wakaf merupakan perbuatan kebajikan
yang dianggap oleh Islam dengan pengertian diharapkan kelak akan memperoleh
pahala yang besar di sisi Allah SWT. Perbuatan tersebut berwujud untuk
melepaskan hak atas benda atau harta yang
dimiliki secara sah
oleh seseorang atau
lebih dengan tujuan
harta wakaf dapat dipergunakan
sesuai dengan yang
dikehendaki wakif (pemberi
wakaf).
Adapaun amal kebajikan itu
diharapkan mempunyai nilai pahala yang abadi.
Rasulullah SAW bersabda Artinya:Dari
Abi Hurairah r.a., SesungguhnyaRasulullah SAW bersabda : apabila anak
Adam (manusia) meninggal
dunia, putuslah segala
amal kecuali tiga macam,
shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat, anak
shaleh yang mendoakan kepada
orang tuanya. (H.R. Muslim) Maka
RasulullahSAW.menghimbau dan membimbing para sahabat agar senantiasa bersemangat
untuk bershadaqah bagi
kepentingan sosial dan kemasyarakatan, dengan
berbagai contoh dan
tauladan, baik yang
langsung maupun kehendak dan
suruhannya saja. Seperti
yang dilakukan sahabat ‘Umar
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 479.
Imam Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairi, Shahih
Muslim Juz III, h.
ibn al-Khatab atas petunjuk Rasulullah dengan
tanah yang dimiliki di Khaibar, dengan
ketentuan bahwa tanah
wakaf itu tidak
akan dijual, diwariskan atau dihibahkan dan hasilnya
diperuntukkan bagi fakir miskin, ahli kerabat, serta para tamu. Baitul Haram
dan Masjid al-Aqsa merupakan tempat-tempat ibadah yang tidak dapat
digambarkan bahwasannya tempat
tersebut adalah milik
seseorang, pemanfaatannya jelas untuk semua orang untuk menjalankan
ibadah didalamnya.
Dalam Al-Qur’an suratAli
Imra>n: 92 Allah SWT berfirman : Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai
kepada kebaktian (yang sempuurna), sebelum
kamu menafkahkan sebagaian
harta yang kamu
cintai dan apa
saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”.
(Q.S.
Ali Imra>n 92) Surat Al-Hajj Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman,
ruku’lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu, dan
perbuatlah kebajikan supaya
kamu mendapat kemenangan”.(QS.
Al-Hajj : 77) Ibadah wakaf tidak
akan putus pahalanya
sepanjang masa manfaat
harta yang diwakafkan tersebut
masih melekat dan
dapat diambil manfaatnya meskipun wakif
sudah meninggal dunia.
Oleh karena itu,
wakaf tergolong kepada kelompok
amal jariyah, s}adaqah
jariyah, sedekah harta
yang berisifat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, h. 41.
tahan lama atau kekal dan dapat diambil
manfaatnya untuk tujuan kebaikan yang dirid{aioleh Allah SWT.
Wakaf adakalanya untuk anak cucu
atau kaum kerabat. Kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang fakir. Wakaf
yang demikian ini dinamakan dengan wakaf ahli atau wakaf z|urri (keluarga).
Terkadang wakaf itu dipergunakan untuk kebajikan semata-mata. Wakaf uang
disebut juga dengan
wakaf khairi (kebajikan) dan salah satu bentuk wakaf khairiadalah wakaf
masjid.
Harta wakaf adalah amanat dari Allah SWT.,
yang terletak ditangan ||naz|ir.
Oleh sebab itu naz|iradalah orang
yang paling berperan dan bertanggung jawab terhadap harta wakaf. Penyimpangan
dari itu adalah mengkhianati Allah SWT.
Oleh karena
itu begitu pentingnya kedudukan naz|ir dalam
perwakafan untuk menjamin wakaf
tetap dapat berfungsi dengan
baik. Untuk menjamin
supaya harta wakaf tetap
dapat berfungsi dengan
baik, maka perlu
dikelola oleh sekelompok orang
yang mengelolanya. Pengurus atau pengelola itumempunyai tugas mengurus dan
merawat harta wakaf tersebut. Di samping itu, agar Negara dapat mengadakan
Perundang-undangan yang berisi hal-hal tentang perwakafan, termasuk pengurus
dan pengelolanya.
Pemerintah telah
memberikan jaminan perlindungan
terhadap keberadaan harta wakaf
yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 49 ayat (1), yaitu
: As-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid
III, h. 382.
“Hak milik badan-badan keagamaan dan sosial
sepanjang diperlukan usaha dalam keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi;
badan-badan tersebut dijamin pula akan
memperoleh tanah yang
cukup untuk bangunan
dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial”.
Dalam
pengawasan atau perwakilan,
pada dasarnya adalah
menjadi hak wakif, tetapi boleh
juga wakif menyerahkan pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan
maupun badan hukum atau organisasi. Untuk menjamin agar wakaf
dapat terselenggara dengan
peraturan-peraturan yang mengatur tentang prosedur pelaksanaan
perwakafan termasukpengawasannya. Dalam hal ini orang atau badan hukum yang
diberi wewenang disebut naz|ir . Pasal 220 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI)
menyebutkan bahwa: “Naz|ir
berkewajiban untuk mengurus
dan bertanggung jawab
atas kekayaan wakif serta hasilnya dan pelaksanaan perwakafan sesuai
dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.” Naz|ir mempunyai kewajiban dan tanggung jawab
atas benda wakaf yang diwakafkan oleh
wakif, naz|ir mempunyai wewenang
melakukan segala tindakan yang
mendatangkan kebaikan, dengan
senantiasa memperhatikan syarat-syarat yang
ditentukan oleh wakif.
Misalnya naz|ir berhak untuk menyewakan tanah
itu kepada orang
yang berhak menerimanya.
Namun demikian itu naz|ir tidak mempunyai wewenang dan tidak berhak
menggadaikan harta wakaf kepada
orang lain, karena
di kwatirkan akan
terjual atau tersisa
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, h.
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam,
h.
sebagai pelunasan hutang.
Kedudukan naz|ir hanyalah
orang atau badan hukum
yang menerima dan memegang
amanah. Untuk memelihara
dan menyelenggarakan harta
wakaf dengan sebaik-baiknya, maka naz|ir
tidak dapat dibebani
resiko apapun yang timbul atas kerusakan yang ada pada
harta wakaf, kecuali kerusakan yang timbul tersebut disebabkan karena kelalaian
atau kesengajaan naz|ir . Oleh sebab itu, maka
perlu adanya suatu
keputusan hakim atau
pihak yang berwenang
untuk memeriksa ada atau
tidaknya kerusakan yang
disebabkan oleh naz|ir .
Pengawasan benda wakaf pada
dasarnya adalah hak dari wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan pengawasan
wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan, badan hukum
atau organisasi. Untuk
menjamin agar wakaf dapat
terselenggara dengan
peraturan-peraturan yang mengatur
tentang perwakafan termasuk pengawasannya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pasal 227 disebutkan bahwa : “Pengawasan
pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab naz|ir dilakukan secara bersama-sama
oleh Kepala Kantor
Urusan Agama, Majelis
Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.” Undang-undang
diatas menjelaskan bahwa
orang atau badan
hukum yang diberi wewenang
untuk mengawasi tugas dan tanggung jawab
pengelola benda wakaf (naz|ir)adalah Kantor Urusan Agama (KUA).
Melihat pengawasan
yang dilakukan oleh
KUA terhadap pengelola
wakaf Suparman Usman, Hukum
Perwakafan di Indonesia,h.
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum…, h.
(naz|ir) di
Kecamatan Sedati Sidoarjo
menjadi perbincangan oleh
masyarakat setempat. Perbincangan ini diawali dari pernyataan masyarakat
yang memandang bahwa kinerja KUA sebagai badan hukum yang mempunyai fungsi
pengawasan terhadap pengelola benda
wakaf (naz|ir) kurang
efektif. Hal ini
disebabkan karena pihak KUA jarang sekali mengadakan sosialisasi kepada
para pengelola wakaf (naz|ir)mengenai peraturan dan perundang-undangan tentang
perwakafan khususnya mengenai hal tugas, fungsi dan tanggung jawab naz|ir .
Sejalan dengan
pikiran diatas terdapat
kasus sengketa tanah
wakaf yang terjadi di
Kecamatan Sedati, diantaranya
mengenai masalah pengawasan atas pengelolaan tanah
wakaf yang dilakukan
oleh KUA terhadap
pengelola benda wakaf
(naz|ir), kurangnya pengawasan
atau tidak efektifnya naz|ir dapat mengakibatkan permasalahan wakaf antara
ahli waris dan pihak pengelola wakaf.
Oleh karena
itu, perlu diadakan
pengawasan yang komprehensif
dan terus menerus.
Untuk mengkaji lebih lanjut
tentang pengawasan terhadap pengelola benda wakaf khususnya
di KUA Kecamatan
Sedati Sidoarjo yang
berjudul “EFEKTIVITAS
PENGAWASAN KUA TERHADAP
PENGELOLA BENDA WAKAF (Studi di KUA
Kecamatan Sedati Sidoarjo)”,
maka penulis ingin mengkaji dan meneliti lebih mendalam guna mengetahui
kejelasan sikap dan argumentasi serta kepastian hukum tentang wakaf.
B. Rumusan Masalah Berpijak dari latar belakang masalah
tersebut, maka peneliti merumuskan duamasalah Pokok dalam penelitian ini, yaitu
: 1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan KUA terhadap pengelola benda wakaf di KUA
Kecamatan Sedati Sidoarjo ? 2. Faktor-faktor
apa saja yang
mempengaruhi efektivitas pengawasan
KUA terhadap pengelola benda wakaf ? C. Kajian Pustaka Topik utama
yang dijadikan obyek
penelitian oleh penulis
dalam karya tulis ilmiah
ini adalah masalah
pengawasan pengelola benda
wakaf. Untuk memastikan apakah
masalah ini sudah ada yang membahas
atau belum, penulis telah
berusaha mencari tahu
pembahasan-pembahasan yang terdahulu.
Hal ini terlihat dengan
setidaknya 3 buah skripsi yang menjadikan pengawasan pengelola benda wakaf
sebagai obyek penelitian, yaitu : 1. Skripsi karya Mufid Alifi yang berjudul
Problematika sertifikasi tanah wakaf dan
pengelolaannya di Desa
Majapahit Kecamatan Jombang,
tahun fakultas
Syari’ah. Skripsi ini
membahas tentang studi lapangan
mengenai masalahProblematikasertifikasi tanah wakaf dan pengelolaannya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi