Sabtu, 05 Juli 2014

Skripsi Syariah: EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF (Studi di KUA Kecamatan Sedati- Sidoarjo)


 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam  adalah  Agama  yang  ajarannya  diwahyukan  Allah  SWT  kepada insannya  melalui  para  utusan  Allah,  Islam  pada  hakekatnya  membawa  ajaran yang  bukan  satu  segi  dari  kehidupan  manusia,  melainkan  membawa  ajaran kebenaran  yang  mengandung  nilai-nilai  universal  yang  terdiri  atas  aqidah  dan syariah yang dijadikan sebagai aturan hukum dan pedoman demi keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu  kita  tidak  dapat  mengatakan  bahwa  wakaf  telah   ada sebelum Islam. Mewakafkan harta benda dalam Islam merupakan suatu ajaran yang baik bahkan dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu muslim yang mampu. Wakaf merupakan perbuatan  yang  mempunyai sifat dan motivasi yang  baik,  yaitu taqaru>b (mendekatkan  diri)   kepada  Allah  SWT.  Islam mengajarkan  dan   menganjurkan   agar   orang   yang   mampu   menyedekahkan hartanya melalui wakaf atau antara lain seperti hibah, s}adaqahjariyah dan lain sebagainya.  Hal  yang  demikian  ini  kiranya  dapat  menolong   wakif  dari  adzab Allah SWT. Kelak di akhirat nanti dengan lantaran pahala wakaf dapat mengalir terus  menerus  selama  benda  wakaf  tersebut  masih  bermanfaat  dan  dapat  diperuntukkan dengan baik.

 Salah satu segi aturan syari’at Islam yang terdapat dalam Al -Qur’an adalah tentang wakaf merupakan perbuatan kebajikan yang dianggap oleh Islam dengan pengertian diharapkan kelak akan memperoleh pahala yang besar di sisi Allah SWT. Perbuatan tersebut berwujud untuk melepaskan hak atas benda atau harta yang  dimiliki  secara  sah  oleh  seseorang  atau  lebih  dengan  tujuan  harta  wakaf dapat  dipergunakan  sesuai  dengan  yang  dikehendaki  wakif  (pemberi   wakaf).
Adapaun amal kebajikan itu diharapkan mempunyai nilai pahala yang abadi.
Rasulullah SAW bersabda Artinya:Dari Abi Hurairah r.a., SesungguhnyaRasulullah SAW bersabda : apabila  anak  Adam (manusia) meninggal  dunia,  putuslah  segala  amal  kecuali tiga  macam,  shadaqah  jariyah,  ilmu  yang  bermanfaat,   anak   shaleh   yang mendoakan kepada orang tuanya. (H.R. Muslim)  Maka RasulullahSAW.menghimbau dan membimbing para sahabat agar senantiasa  bersemangat  untuk bershadaqah bagi  kepentingan  sosial  dan kemasyarakatan,  dengan  berbagai  contoh  dan  tauladan,  baik  yang  langsung maupun  kehendak  dan  suruhannya  saja.  Seperti  yang  dilakukan  sahabat ‘Umar  Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 479.
 Imam Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairi, Shahih Muslim Juz III, h.
 ibn al-Khatab atas petunjuk Rasulullah dengan tanah yang dimiliki di Khaibar, dengan  ketentuan  bahwa  tanah  wakaf  itu  tidak  akan  dijual,  diwariskan atau dihibahkan dan hasilnya diperuntukkan bagi fakir miskin, ahli kerabat, serta para tamu. Baitul Haram dan Masjid al-Aqsa merupakan tempat-tempat ibadah yang tidak  dapat  digambarkan  bahwasannya  tempat  tersebut  adalah  milik  seseorang, pemanfaatannya jelas untuk semua orang untuk menjalankan ibadah didalamnya.
Dalam Al-Qur’an suratAli Imra>n: 92 Allah SWT berfirman : Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempuurna), sebelum  kamu  menafkahkan  sebagaian  harta  yang  kamu  cintai  dan  apa  saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”. (Q.S.
Ali Imra>n 92)  Surat Al-Hajj Artinya  : “Hai  orang-orang  yang  beriman,  ruku’lah  kamu,  sujudlah  kamu, sembahlah  Tuhanmu,  dan  perbuatlah  kebajikan  supaya  kamu  mendapat kemenangan”.(QS. Al-Hajj : 77) Ibadah  wakaf  tidak  akan  putus  pahalanya  sepanjang  masa  manfaat  harta yang   diwakafkan   tersebut   masih   melekat   dan   dapat   diambil  manfaatnya meskipun  wakif  sudah  meninggal  dunia.  Oleh  karena  itu,  wakaf  tergolong kepada  kelompok  amal  jariyah,  s}adaqah  jariyah,  sedekah  harta  yang  berisifat  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 41.
 tahan lama atau kekal dan dapat diambil manfaatnya untuk tujuan kebaikan yang dirid{aioleh Allah SWT.
Wakaf adakalanya untuk anak cucu atau kaum kerabat. Kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang fakir. Wakaf yang demikian ini dinamakan dengan wakaf ahli atau wakaf z|urri (keluarga). Terkadang wakaf itu dipergunakan untuk kebajikan  semata-mata. Wakaf  uang  disebut  juga  dengan  wakaf khairi (kebajikan) dan salah satu bentuk wakaf khairiadalah wakaf masjid.
 Harta wakaf adalah amanat dari Allah SWT., yang terletak ditangan ||naz|ir.
Oleh sebab itu naz|iradalah orang yang paling berperan dan bertanggung jawab terhadap harta wakaf. Penyimpangan dari itu  adalah mengkhianati Allah SWT.
Oleh  karena  itu  begitu  pentingnya kedudukan naz|ir  dalam  perwakafan  untuk menjamin  wakaf  tetap  dapat berfungsi  dengan  baik.  Untuk  menjamin  supaya harta  wakaf  tetap  dapat  berfungsi  dengan  baik,  maka  perlu  dikelola  oleh sekelompok orang yang mengelolanya. Pengurus atau pengelola itumempunyai tugas mengurus dan merawat harta wakaf tersebut. Di samping itu, agar Negara dapat mengadakan Perundang-undangan yang berisi hal-hal tentang perwakafan, termasuk pengurus dan pengelolanya.
Pemerintah  telah  memberikan  jaminan  perlindungan  terhadap  keberadaan harta wakaf yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 49 ayat (1), yaitu :  As-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid III, h. 382.
 “Hak milik badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang diperlukan usaha dalam keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi; badan-badan tersebut dijamin  pula  akan  memperoleh  tanah  yang  cukup  untuk  bangunan  dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial”.
 Dalam  pengawasan  atau  perwakilan,  pada  dasarnya  adalah  menjadi  hak wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan maupun badan hukum atau organisasi. Untuk menjamin agar  wakaf  dapat  terselenggara  dengan  peraturan-peraturan  yang  mengatur tentang prosedur pelaksanaan perwakafan termasukpengawasannya. Dalam hal ini orang atau badan hukum yang diberi wewenang disebut naz|ir . Pasal 220 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa: “Naz|ir  berkewajiban  untuk  mengurus  dan  bertanggung  jawab  atas kekayaan wakif serta hasilnya dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.”  Naz|ir mempunyai kewajiban dan tanggung jawab atas benda wakaf  yang diwakafkan  oleh  wakif, naz|ir  mempunyai  wewenang  melakukan  segala tindakan  yang  mendatangkan  kebaikan,  dengan  senantiasa  memperhatikan syarat-syarat  yang  ditentukan  oleh  wakif.  Misalnya naz|ir  berhak  untuk menyewakan  tanah  itu  kepada  orang  yang  berhak  menerimanya.  Namun demikian itu naz|ir tidak mempunyai wewenang dan tidak berhak menggadaikan harta  wakaf  kepada  orang  lain,  karena  di  kwatirkan  akan  terjual  atau  tersisa  Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, h.
 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, h.
 sebagai pelunasan hutang.
 Kedudukan naz|ir  hanyalah  orang atau  badan  hukum  yang  menerima  dan memegang  amanah.  Untuk  memelihara  dan  menyelenggarakan  harta  wakaf dengan  sebaik-baiknya,  maka naz|ir  tidak  dapat  dibebani  resiko  apapun  yang timbul atas kerusakan yang ada pada harta wakaf, kecuali kerusakan yang timbul tersebut disebabkan karena kelalaian atau kesengajaan naz|ir . Oleh sebab itu, maka  perlu  adanya  suatu  keputusan  hakim  atau  pihak  yang  berwenang  untuk memeriksa  ada  atau  tidaknya  kerusakan  yang  disebabkan  oleh naz|ir .
Pengawasan benda wakaf pada dasarnya adalah hak dari wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan, badan  hukum  atau  organisasi.  Untuk  menjamin agar  wakaf  dapat  terselenggara dengan  peraturan-peraturan  yang  mengatur  tentang  perwakafan  termasuk pengawasannya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 227 disebutkan bahwa : “Pengawasan  pelaksanaan  tugas  dan  tanggung  jawab naz|ir  dilakukan secara  bersama-sama  oleh  Kepala  Kantor  Urusan  Agama,  Majelis  Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.”  Undang-undang  diatas  menjelaskan  bahwa  orang  atau  badan  hukum  yang diberi wewenang untuk  mengawasi tugas dan tanggung jawab pengelola benda wakaf (naz|ir)adalah Kantor Urusan Agama (KUA).
Melihat  pengawasan  yang  dilakukan  oleh  KUA  terhadap  pengelola  wakaf  Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,h.
 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum…, h.
 (naz|ir) di  Kecamatan  Sedati  Sidoarjo  menjadi  perbincangan  oleh  masyarakat setempat. Perbincangan ini diawali dari pernyataan masyarakat yang memandang bahwa kinerja KUA sebagai badan hukum yang mempunyai fungsi pengawasan terhadap  pengelola  benda  wakaf (naz|ir) kurang  efektif.  Hal  ini  disebabkan karena pihak KUA jarang sekali mengadakan sosialisasi kepada para pengelola wakaf (naz|ir)mengenai peraturan dan perundang-undangan tentang perwakafan khususnya mengenai hal tugas, fungsi dan tanggung jawab naz|ir .
Sejalan  dengan  pikiran  diatas  terdapat  kasus  sengketa  tanah  wakaf  yang terjadi  di  Kecamatan  Sedati,  diantaranya  mengenai  masalah  pengawasan atas pengelolaan  tanah  wakaf  yang  dilakukan  oleh  KUA  terhadap  pengelola  benda wakaf (naz|ir),  kurangnya  pengawasan  atau tidak  efektifnya naz|ir  dapat mengakibatkan permasalahan wakaf antara ahli waris dan pihak pengelola wakaf.
Oleh  karena  itu,  perlu  diadakan  pengawasan  yang komprehensif dan  terus menerus.
Untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengawasan terhadap pengelola benda wakaf  khususnya  di  KUA  Kecamatan  Sedati  Sidoarjo  yang  berjudul “EFEKTIVITAS  PENGAWASAN  KUA  TERHADAP  PENGELOLA BENDA  WAKAF  (Studi di KUA  Kecamatan  Sedati  Sidoarjo)”,   maka penulis ingin mengkaji dan meneliti lebih mendalam guna mengetahui kejelasan sikap dan argumentasi serta kepastian hukum tentang wakaf.
B. Rumusan Masalah  Berpijak dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merumuskan duamasalah Pokok dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan KUA terhadap pengelola benda wakaf di KUA Kecamatan Sedati Sidoarjo ? 2. Faktor-faktor  apa  saja  yang  mempengaruhi  efektivitas  pengawasan  KUA terhadap pengelola benda wakaf ? C. Kajian Pustaka Topik  utama  yang  dijadikan  obyek  penelitian  oleh  penulis  dalam  karya tulis  ilmiah  ini  adalah  masalah  pengawasan  pengelola  benda  wakaf.  Untuk memastikan apakah masalah ini sudah  ada  yang membahas  atau belum, penulis telah  berusaha  mencari  tahu  pembahasan-pembahasan  yang  terdahulu.  Hal  ini terlihat dengan setidaknya 3 buah skripsi yang menjadikan pengawasan pengelola benda wakaf sebagai obyek penelitian, yaitu : 1. Skripsi karya Mufid Alifi yang berjudul Problematika sertifikasi tanah wakaf dan  pengelolaannya  di  Desa  Majapahit  Kecamatan  Jombang,  tahun   fakultas  Syari’ah. Skripsi  ini membahas  tentang studi  lapangan  mengenai masalahProblematikasertifikasi tanah wakaf dan pengelolaannya.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi