BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peradilan punya peranan penting dalam sebuah
pemerintahan negara . Dia berfungsi untuk menata kehidupan hukum
masyarakat berbangsa dan bernegara.
Dia sebagai sistem penegakan
hukum dan keadilan. Dia menyelesaikan berbagai permasalahan hukum yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat: sengketa, gugat-menggugat
dan dakwa-mendakwa. Negara, tanpa adanya peradilan akan mengalami banyak kekacauan di mana-mana.
Islam memerintahkan mendirikan peradilan.
Sebagaimana terdapat dalam alQuran: َ: ( Artinya: “Dan hendaklah
kamu memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah”. (Q.S.
Al-Ma>’idah: 49) Menegakkan hukum di
tengah masyarakat menggunakan dasar apa yang telah diturunkan oleh Allah yaitu al-Quran.
Al-Siddi>qy, Hasbi, Peradilan dan Hukum
Acara Islam, h. 3 Departemen Agama, Al-Quran
dan Terjemahnya, h. 168 2 Dari perintah ini dapat diketahui bahwa Islam
menghendaki keadilan. Dan setiap orang
kedudukannya sama di matahukum. Tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain. Berbicara tentang
keadilan tidak hanya teori tapi yang lebih
penting adalah prakteknya, yaitu mewujudkan keadilan bagi masyarakat.
Oleh sebab itu dalam rangka
melaksanakan penegakan keadilan tersebut dibutuhkan adanya lembaga peradilan. Lembaga
peradilan adalah institusi pelaksana
kekuasaan kehakiman. Tugasnyaadalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta memutus perkara-perkara yang
diajukan kepadanya.
Dan dia tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara dengan dalih belum
ada hukumnya, atau hukum yang mengatur belum jelas, kecuali jika penolakan itu atas dasar karena keterbatasan
kewenangan. Karena setiap lembaga
peradilan mempunyai kewenangan tertentu sebagaimana yang sudah tetapkan oleh undang-undang.
Salah satu lembaga peradilan di
Indonesia adalah lembaga peradilan agama.
Lembaga peradilan agama secara
hirarkis terdiri dari pengadilan agama sebagai pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi
agama sebagai pengadilan banding, dan
mahkamah agung sebagai pengadilan kasasi.
Adanya susunan hirarkis lembaga peradilan dalam lingkungan
peradilan agama adalah sebagai pemenuhan
kebutuhan akan upaya hukum bagi para pencari keadilan. Sehingga siapa pun bisa mengupayakan hukum hingga
terakhir ke Mahkamah Agung.
Citrawacana, Undang-Undang RI tentang
Peradilan, h. 454 Rasyid, A. Rosihan,
Hukum Acara Peradilan Agama, h. 11 3 Pengadilan agama menangani khusus perkaranya
orang Islam, dan dalam perkara-perkara
tertentu, yaitu perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah (ps. 49
UUPA). Dia merupakan pelaksana syariat
Islam di Indonesia.
Dalam Pengadilan terdapat banyak unsur di
dalamnya, salah satunya adalah hakim.
Hakim sangat menentukan keadilanbagi para pencari keadilan. Bahkan kewibawaan institusi pengadilan berhubungan
erat dengan seorang hakim. Jika hakim
pengadilan itu bijaksana dan berwibawa, maka pengadilan akan secara otomatis menjadi berwibawa. Tapi sekali saja
hakim berbuat yang mencederai keadilan,
maka akan hilang kepercayaan masyarakat terhadapnya. Sebenarnya hakim merupakan unsur inti di dalam lembaga
peradilan.
Oleh sebab itu hakim adalah
diangkatdari orang yang tepat, yang punya kapasitas dan integritas sebagai penegak
hukum. Di antara pedoman dan kriteria dalam
memilih hakim adalah dari orang yang banyak ilmu, yang takwa kepada Allah, wara’, adil, dan cerdas.
Kriteria itu menjadikan hakim yang diangkat
oleh penguasa mempunyai kewibawaan yang
tinggi dan mendapakan kepercayaan penuh
dari masyarakat.
Tentang keadilan hakim Syafi’i
memasukkannya ke dalam bagian dari syarat hakim. Menurutnya tidak sah mengangkat hakim
kecuali dari orang yang adil.
Widiana, Wahyu, Penyatuatapan Peradilan Agama
pada Mahkamah Agung dalamPeradilan Satu
Atap dan Profesi Advocat, h. 93 Al-Siddi>qy,
Hasbi, Peradilan Islam, h. 17 4 Syafi’i sangat tegas dalam menentukan kriteria
adil ini, menurutnya adil tidak hanya
dalam putusannya tapi juga orangnya yang memang dikenal adil. Orang yang adil lebih menjamin putusan hukum yang
adil.
Keadilan memang sulit ditentukan
ukurannya. Dalam hal keadilan putusan hakim
ini Islam mempunyai prinsip kebenaran hukum pada yang tampak yaitu atas dasar keterangan yang dikemukakan oleh
masing-masing pihak. Nabi bersabda Artinya:
“Rasul SAW bersabda, kalianmengadukan perkara kepadaku sedang aku sesunguhnya adalah manusia biasa, mungkin
di antara kalian ada yang lebih pandai
berhujjah dari pada yang lain, maka jika aku memutuskan sesuatu kepada salah satu di antara kalian
yang merupakan hak saudaranya, sesungguhnya
aku telah memberinya potongan dari api neraka, maka jangan mengambilnya sesuatupun.” (HR.
At-Tirmi>z}i>) Dalam hal ini
Rosihan Rasyid juga mengatakan bahwa ukuran kebenaran bagi hakim adalah hanya pada batas kebenaran
material menurut kemampuan manusia.
At-Tirmi>z|i>, Al-Ja>mi’ al-S}ahi>h, Juz II, h.
Rasyid, Hukum Acara, h. 10 5 Jika Allah yang menjadi hakim di mukabumi ini,
sudah pasti tidak akan ada ketidakadilan
karena Allah pasti mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Tetapi Allah bukan manusia
melainkan Dzat yang berbeda dengan makhluk (mukha>lafatu li al-hawa>di>s|i).
Jadi mustahil Allah hadir selayaknya manusia sebagai hakim yang mengadili di tengah-tengah
masyarakat. Sehingga yang menjadi
kehendak Allah ialah menjadikanmanusia sebagai khalifah di muka bumi ini, salah satunya untuk menegakkan hukum
dan keadilan. Sebagaimana dalam
al-Quran: ( Atinya: “Hai Daud,
sesugguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan(perkara)
di antara manusia dengan adil”. (Q.S.
S}a>d: 26) Jadi, hakim tidak lain
merupakan wakil Allah di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan-Nya, yang sebenarnya merupakan
tugas kepala negara/khalifah.
Walaupun hanya menentukan kebenaran
berdasarkan pada yang tampak, tetap saja
tidak mudah bagi hakim untuk mampu melakukannya. Oleh sebab itu kemampuan hakim harus ditunjang dengan
pengetahuan yang luas khususnya tentang
hukum. Bahkan ada ulama{}{‘ yang mensyaratkan hakim harus mampu Departemen Agama, Al-Quran, h. 736 6 berijtihad
(mujtahi>d). sedangkan mujtahi>dsaat ini sangat jarang ditemukan, atau bahkan tidak ada lagi seorang
mujtahi>dzaman sekarang.
Kurangnya pengetahuan hakim tentang hukum akan
menjerumuskannya pada kemungkinan besar
terjadi kesalahan-kesalahan dalam menghukum. Tentu tidak diharapkan demikian itu terjadi pada seorang
hakim. Maka bagaimana kemudian difikirkan
tentang sebuah cara mengangkat seorang hakim yang berpengetahuan luas dengan mengadakan semacam tes/ujian
sebelum menjadi hakim. Barangkali tidak
cukup pengetahuan saja tetapi meliputi ujian terhadap keseluruhan yang menjadi tolak ukur kapasitas dan integritas
hakim.
Hukum adalah mencegah. Disebut hakim karena
dia mencegah orang berbuat aniaya
terhadap orang lain.
Apabila kita mengatakan: "hakim telah menghukumkan begini", maka pengertianya
ialah hakim telah meletakkan sesuatu hak
pada tempatnya atau telah mengembalikan hak kepada pemiliknya.
Mencegah yang dilakukan oleh
hakim ini dengan memberikan putusan yang adil dan benar.
Tentang bagaimana seharusnya
hakim menghukum, al-Kasyani mengatakan dalam
definisinya tentang qad}a>’ Al-Siddi>qy,
Peradilan Islam, h. 34 Ibid, h. 35 7 Artinya:
“Menghukum manusia dengan benar atau dengan hukum yang Allah telah turunkan”.
Al-Kasya>ni mengatakan bahwa
hakim menghukum dengan pedoman kebenaran atau hakim menghukum dengan pedoman
hukum-hukum Allah. Definisi di atas mensiratkan
penegasan bahwa hakim harus mampu mewujudkan kebenaran dan juga harus memahami hukum-hukum Allah.
Jadi hakim merupakan sosok
yang mempunyai peranan penting dalam penegakan hukum. Dia adalah bagian intidari
lembaga peradilan. Dia bertugas memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara secara adil. Dia juga dituntut mampu untuk melakukan tugasnya sebagai hakim,
khususnya mampu berijtihad.
Secara umum yang harus melekat
pada diri seorang hakim adalah kapasitas dan integritasnya sebagai penegak hukum.
Untuk menemukan sosok hakim yang
tepat, yaitu yang punya kapasitas dan integritas
sebagai penegak hukum, maka penting artinya persyaratan ditetapkan bagi calon hakim yang hendak diangkat menjadi
hakim. Karena persyaratan menjadi alat
penentu dalam memilih hakim yang tepat dan sesuai.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi