Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS TENTANG SAHNYA WANITA MENIKAH TANPA WALI MENURUT PENDAPAT AHMAD HASSAN


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Perkawinan adalah sunnatulla>h, hukum alam di dunia. Perkawinan  dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan olah tumbuh-tumbuhan.
 Pernikahan  dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dapatlah dipahami  bahwa nikah merupakan suatu ikatan perjanjian yang sakral dan kekal antara  seorang lelaki (calon suami) dengan seorang perempuan (calon istri) untuk  bersama-sama sepakat saling mengikat diantara keduanya, hidup bersama  dalam membentuk lembaga keluarga(rumah tangga) agar memperoleh  kedamaian hati, ketentraman jiwa, dan cinta kasih.
 Sebagaimana yang  difirmankan oleh Allah SWT dalam surat ar-Ru>mayat 21 :  َ Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan  untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa  tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
 Al-Hamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), h.

 Didi Jubaedi Ismail, Membina Rumah Tangga Islami di Bawah Ridha Ilahi, h. 64   Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi  kaum yang berpikir.(Q.S. ar-Ru>m : 21).
 Serta dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan  bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang wanita dan  seorang pria sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah  tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”  Sementara itu, dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 disebutkan  bahwa “perkawinan yang sah menurut hukum Islam merupakan pernikahan,  yaitu akad yang kuat atau mis|a>qan gali>d}anuntuk menaati perintah Allah dan  melaksanakannya merupakan ibadah.”  Dan yang dimaksud istilah Kompilasi Hukum Islam adalah sebuah  buku yang berisi kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah atau garis-garis  hukum Islam sejenis, yakni mengenai hukum perkawinan, hukum kewarisan,  dan hukum perwakafan yang disusun secara sistematis.
 Sesuai dengan fitrahnya, bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri,  dalam arti ia memiliki sifat ketergantungan dan saling membutuhkan.
Demikian halnya antara pria dan wanita, mereka sama-sama saling  membutuhkan. Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa hidup berpasangpasangan, hidup berjodoh adalah nalurisegala makhluk Allah, termasuk   Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
 Depag RI, Bahan Penyuluhan Hukum (UU no.1 tahun 1974),pasal 1, h.
 Depag RI, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, pasal 2, h.
 Depag RI, Bahan Penyuluhan Hukum, h. 38   manusia.
 Dari makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT berpasangpasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang biak  dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya,sebagaimana tercantum  dalam surat an-Nisa>’ayat 1 Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah  menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan  istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan  perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan  (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan  (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan  mengawasi kamu. (Q.S. an-Nisa>’ : 1).
 Agar hubungan antara pria dan wanita ini dapat terjalin secara  harmonis dan lebih langgeng, maka Islam mengaturnya melalui ketentuanketentuan hukum tata cara hidup berumah tangga, yang lebih dikenal dengan  fiqih muna>kah}at(hukum perkawinan).
Agama Islam mengisyaratkan nikah sebagai satu-satunya bentuk  hidup secara pasangan yang dibenarkan yang kemudian dianjurkan untuk  dikembangkan dalam pembentukan keluarga. Melalui lembaga nikah,  kebutuhan naluriah manusia (yang mengharuskan dan mendorong adanya   Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, h.
 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 114   hubungan antara pria dan wanita) tersalurkan secara terhormat sekaligus  memenuhi panggilan watak kemasyarakatan dari kehidupan manusia itu  sendiri dan panggilan moral yang ditegakkan oleh agama.
Nikah adalah satu asas atau pokok yang terutama untuk hidup dalam  pergaulan yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat  mulia untuk teraturnya kehidupan rumah tangga dan turunan, tetapi ia pun  sebagai satu pintu untuk berkenalan antara satu kaum dengan yang lain, yang  mana perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan kepada tolong  menolong antara satu dengan yang lainnya.
Dalam hukum Islam, untuk dapat melakukan perkawinan secara sah,  harus dilakukan sesuai rukun dan syarat perkawinan. Tanpa terpenuhinya  syarat maupun rukun-rukun yang dimaksud, maka perkawinan dinyatakan  batal. Hukum Islam mamasukan adanyawali bagi mempelai perempuan  sebagai salah satu rukun perkawinan. Suatu perkawinan yang dilangsungkan  tanpa wali, atau wali bukanlah orang yang berhak, maka perkawinan tersebut  menjadi batal (tidak sah).
 Dalam prakteknya tidak sedikit adanya hubungan muda-mudi yang  tidak direstui orang tuanya sehinggamengambil jalan pintas dengan cara  menikah tanpa wali. Dalam kaitan ini ada hadits yang menegaskan sebagai  berikut :   Slamet Abidin dkk, Fiqih Munakahat, h. 100   Dalam riwayat Abi> Burda>h ibn Abu> Musa> dari Rasulullah SAW,  beliau bersabda  Artinya : “tidak ada nikah sama sekalikecuali dengan adanya seorang wali”  (H.R Kelompok Imam lima kecuali an-Nasa>’i).
Dari hadits di atas menunjukkan bahwa adanya wali merupakan  bagian yang mutlak untuk sahnya pernikahan. Akan tetapi adanya keberanian  muda-mudi melakukan nikah tanpa walibukan tidak berdasar, melainkan  karena adanya sebagian ulama yangmembolehkan wanita gadis menikah  tanpa wali. Salah seorang di antaranya adalah Ahmad Hassan yang  menegaskan :  Keterangan-keterangan itu tak dapat dijadikan alasan untuk  mewajibkan perempuan menikah harus disertai wali, karena berlawanan  dengan beberapa keterangan dari al-Qur'an, Hadits dan riwayatnya yang  sahih dan kuat. Dengan tertolaknya keterangan-keterangan yang mewajibkan  wali itu, berarti wali tidak perlu, artinya tiap-tiap wanita boleh menikah  tanpa wali. Jika sekiranya seorang wanita tidak boleh menikah kecuali harus  ada wali, tentunya al-Qur'an menyebutkan tentang itu.
 Pernyataan Ahmad Hassan diatas menarik untuk dikaji dari sisi  pertama, bahwa dia adalah tokoh panutan dari satu organisasi sosial  keagamaan yang sangat banyak pengikutnyayakni Persatuan Islam (PERSIS)  dan kedua, bahwa pernyataan ini keluaratau berbedea dengan pendapat yang   Ahmad Hassan, Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, h. 386   diyakini oleh mayoritas ulama. Darisinilah maka perlu dikaji secara  mendalam, bagaimana metode istinbath hukum yang dugunakan Ahmad  Hassan dan bagaimana pandangan ulama lain tentang hal tersebut. Masalah  menarik lainnya yang mungkin dibahas adalah apakah pendapat Ahmad  Hassan ini mengandung dampak positifataukah negatif dalam kontek  hubungannya dengan arti penting peran dan kedudukan seorang wali dalam  pernikahan. Bertolak dari ini mendorong peneliti mengangkat tema ini  dengan judul : “STUDI ANALISIS TENTANG SAHNYA WANITA  MENIKAH  TANPA WALI MENURUT PENDAPAT AHMAD HASSAN”  
B.  Rumusan Masalah  Sesuai dengan gambaran latar belakang masalah di atas, penulis  dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut :  1.  Apa dasar Ahmad Hassan menyatakan sahnya pernikahan wanita tanpa  wali ?  2.  Bagaimana metode istinba>t} hukum Ahmad Hassan tentang sahnya wanita  menikah tanpa wali ? 3.  Bagaimana pandangan ulama lain terhadap pendapat Ahmad Hassan  tentang sahnya wanita menikah tanpa wali ? 
C.  Kajian Pustaka  Adapun beberapa kitab atau buku yang mengungkapkan tentang  kedudukan wali dalam pernikahan antara lain dapat disebutkan di bawah ini :  1.  Fiqih Muna>kah}at disusun oleh Abd.Rahman Ghazaly, dalam buku ini  dijelaskan kedudukan wali dalam pernikahan adalah rukun dari  perkawinan dan ini menentukan sah dan tidaknya suatu ibadah  (perkawinan).
 2.  Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama disusun oleh Ahmad  Hassan dalam buku ini diungkapkan bahwa membolehkan wanita  menikah tanpa wali. Menurutnya, keterangan-keterangan yang  mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan itu tak dapat dijadikan  alasan untuk mewajibkan perempuan menikah harus disertai wali,  karena berlawanan dengan beberapa keterangan dari al-Qur'an, Hadits  dan riwayatnya yang sahih dan kuat.
 3.  Fikhus Sunnahdisusun oleh Sayyid Sabiq dalam buku ini dijelaskan  panjang lebar tentang masalah pernikahan. Dalam hubungannya  dengan wali bahwa wali merupakan suatu ketentuan hukum yang  dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya.
Wali ada yang umum dan ada yang khusus. Yang khusus ialah   Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, h.
 A. Hassan, Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, h. 370   berkenaan dengan manusia dan harta benda. Di sini yang dibicarakan  wali terhadap manusia, yaitu masalah perwalian dalam perkawinan.
 4.  Fiqih Wanitahasil karya Ibrahim Muhammad al-Jamal. Dalam buku  ini diungkapkan pula beberapa hadits yang menegaskan tidak sahnya  nikah jika tanpa wali.
 5.  Fiqih Tujuh Madzhabyang dikarang oleh Mahmud Syalthut. Dalam  buku itu diungkapkan bahwa nikah tanpa wali terdapat perbedaan  pendapat yaitu ada yang menyatakan boleh secara mutlak, tidak boleh  secara mutlak, bergantung secara mutlak, dan ada lagi pendapat yang  menyatakan boleh dalam satu hal dan tidak boleh dalam hal lainnya.
 Sedangkan penelitian saat ini yangdijadikan tokoh analisis adalah  Ahmad Hassan yang pendapatnya dianggap bertentangan dengan hukum  positif di Indonesia. Dari perbedaan yang tegas dan jelas tersebut, maka tidak  mungkin ada upaya penjiplakan atau pengulangan kembali.
D. Tujuan Penelitian  Dengan melihat rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian  ini adalah :   Sayyid Sabiq, Fihkus Sunnah, jil 2, h.
 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita, terj. Ansori Umara Sitanggal, h. 34\  Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf, h. 121   1.  Untuk mengetahui apa dasar pendapat Ahmad Hassan tentang sahnya  pernikahan wanita tanpa wali  2.  Untuk mengetahui metode istimbath hukum Ahmad Hassan tentang  bolehnya wanita menikah tanpa wali  3.  Untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama lain terhadap pendapat  Ahmad Hassan tentang sahnya wanita menikah tanpa wali.
E.  Kegunaan Hasil Penelitian  Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat, dan berguna serta  minimal dapat digunakan untuk dua aspek, yaitu :  1.  Teoritis  a.  Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan mutu  serta prestasi di bidang hukum, baik hukum Islam maupun Hukum  Positif.
b.  Sebagai acuhan referensi bagi peneliti selanjutnya dan bahan  tambahan pustaka bagi siapa saja yang membutuhkan, khususnya di  bidang kekeluargaan Islam yang terkait dengan masalah wali dalam  pernikahan.
2.  Praktis  a.  Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat.
b.  Sebagai bahan kajian dan sumber pemikiran bagi Fakultas Syari'ah  IAIN Sunan Ampel Surabaya yang merupakan lembaga pendidikan   tinggi formal dalam mempersiakanmahasiswanya sebagai calon  professional dalam kajian Hukum Islam 


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi