BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Motivasi merupakan
dorongan kebutuhan jasmani
dan seruan paling dalam
pada diri manusia
guna memenuhi kebutuhannya
(Rafiudin, 2007:56).
Setiap perbuatan
yang dilakukan oleh
manusia baik yang disadari atau
yang tidak disadari
pada dasarnya adalah
wujud untuk menjaga
keseimbangan hidup. Jika
keseimbangan ini terganggu
maka akan timbul
suatu dorongan untuk mengembalikan suatu keseimbangan
tersebut (Shaleh, 2004:129).
Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia sebagai
makhluk sosial tentu saja ingin
memenuhi segala kebutuhannya
baik kebutuhan primer,
sekunder, ataupun kebutuhan
tersier. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap perbuatan yang
dilakukan oleh manusia
adalah dengan adanya
sebuah dorongan akan pemenuhan
suatu hal tertentu, yaitu motivasi.
Sebagaimana motivasi
yang merupakan perbuatan
manusia yang dilakukan
untuk menjaga keseimbangan
hidup mereka, kesadaran
akan kebutuhan agama
tidak bisa terlepas
dalam kehidupan manusia.
Hal ini dikarenakan fitrah manusia adalah mengakui kekuatan maha besar di luar diri mereka yang disebut Tuhan.
Tujuan belajar
agama adalah membentuk
seseorang agar menjadi manusia
yang “beragama”. Manusia
“beragama” ini tentu
saja tidak sekedar mengetahui
berbagai konsep dan
ajaran agama, melainkan
juga meyakini, menghayati,
mengamalkan dan mengekspresikan agama
dalam kehidupan kesehariannya
( Arwani/ articles/
algaer.wordpress.com/
2010/05/10/ dimensidimensi -
keberagamaan ).
Dalam mengekspresikan sikap
keberagamaannya, seorang individu dalam sehari-hari
tidaklah hanya sebatas
hal-hal yang kecil
atupun sebagian dari
ajaran agama itu
sendiri, melainkan keberagamaan
harus bersifat menyeluruh, seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 208 : “Hai
orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu”.
Di dalam
ajaran agama Islam,
terdapat beberapa statement
yang menunjukkan beberapa
bentukan dorongan yang
mempengaruhi manusia.
Dorongan-dorongan tersebut
dapat berbentuk dorongan
naluriah, ataupun dorongan terhadap hal-hal yang dapat
memberikan kenikmatan. Hal ini terdapat pada
beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut “
Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas,
perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)
(Q.S. Ali Imron :14).
Ayat tersebut
menunjukkan bahwa manusia
pada dasarnya memiliki kecintaan
yang kuat terhadap
dunia dan syahwat
(sesuatu yang bersifat kenikmatan pada badan), yang terwujud dalam
kesukaan terhadap perempuan, anak dan
harta kekayaan. Selain ayat tersebut,
ada ayat lain yang menerangkan tentang dorongan
manusia yang sudah
ada sejak lahir.
Ayat tersebut adalah Q.S. Ar-Rūm : 30, yaitu “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah
itu. tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”.
Ayat tersebut menekankan sebuah
motif bawaan dalam wujud fitrah, sebuah
potensi dasar. Potensi
dasar yang memiliki
makna sifat bawaan, mengandung arti bahwa manusia sejak diciptakan
memiliki sifat bawaan yang menjadi
pendorong untuk melakukan berbagai macam bentuk perbuatan, tanpa di
sertai peran akal
sehingga terkadang manusia
tanpa disadari bersikap
dan bertingkah laku
untuk menuju pemenuhan
fitrahnya (Shaleh, 2004
: 142).
Adapun fitrah itu sendiri
merupakan potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan
dan kesucian untuk
menerima pengaruh dari
luar menuju pada kesempurnaan dan kebenaran (Sururin, 2004
: 37).
Manusia sejak
lahir memiliki potensi
kejiwaan dan dasar-dasar kehidupan ber-Tuhan (Ahyadi, 2005 : 40). Isi, warna, dan corak
perkembangan ber-Tuhan seseorang
dipengaruhi oleh perjalanan hidupnya masing-masing. Hal inilah yang nantinya akan dikenal dengan
kehidupan beragama. Bagi seseorang yang sehat
secara fisik, tentu
tidak akan menjadi
kendala yang cukup
besar ketika ingin
mengapresiasikan dirinya dalam
beragama di dalam
masyarakat.
Berbeda dengan
bagi mereka yang
mengalami kecacatan fisik
pada segi penglihatan
atau sering juga
disebut dengan tunanetra.
Keterbatasan pada penglihatan mengakibatkan akses yang mereka
dapat dalam mendalami agama menjadi
sangat terbatas, tentu hal ini menjadi permasalahan mengetahui dalam kehidupan
beragama sangatlah luas
cakupannya. Hal ini
berakibat negatif terhadap
kepercayaan diri penyandang
tunanetra pada umumnya
yang tentu juga berdampak terhadap motivasi beragama bagi
penyandang tunanetra.
Dalam keadaan
apapun manusia tidak
bisa lepas dari
agama, baik dalam
kondisi senang ataupun
susah. Agama merupakan
fitrah munazzalah (diturunkan)
yang diberikan Allah untuk menguatkan fitrah yang ada pada diri manusia
secara alami. Fitrah
beragama dalam diri
manusia merupakan naluri yang
menggerakkan hatinya untuk
melakukan perbuatan yang
diilhami oleh Allah
SWT. Fitrah manusia
bersifat suci, yang
dengan nalurinya tersebut,
ia secara terbuka menerima
kehadiran Allah SWT (Sururin, 2004 : 29). Hal inilah yang
membuat agama menjadi
obat mujarab atas
segala kegelisahan dan persoalan
yang dihadapi oleh manusia.
Setiap individu
memiliki fitrah beragama
tanpa terkecuali, baik
lakilaki maupun perempuan, tua maupun muda, miskin ataupun kaya. Tak
ubahnya pula dengan
seseorang yang memiliki
kecacatan fisik seperti
tunanetra, kelumpuhan, tunarungu,
dan lain sebagainya yang tentunya
menemui kendala tertentu ketika
mereka ingin mencukupi
kebutuhannya dalam hal
beragama.
Kalangan tunanetra
misalnya, mereka kesulitan
untuk mendapat akses
yang sesuai dengan
keterbatasan yang mereka
alami. Al-Qur’an dan
Hadits yang menjadi pedoman pokok bagi kaum muslim, tidak
bisa dicermati dengan mudah karena keterbatasan
penglihatan mereka. Hal
ini berpengaruh pada
kualitas keimanan mereka
yang notabene adalah
seorang muslim. Berdasarkan
data yang ada di Dinas Sosial, populasi tunanetra di Indonesia
adalah sebesar 1,5% dari total
penduduk Indonesia, maka
diperkirakan sejumlah 3.000.000
(tiga juta) orang,
delapan puluh persen
dari mereka adalah
adalah muslim, atau sekitar 2,4
juta orang adalah
kaum muslim (http:
// sosbud.kompasiana.com/ 2010/0208/
fundraising-untuk-muslim-tunanetra).
Hal ini harus
menjadi perhatian pemerintah
Indonesia dalam menangani kaum tunanetra di Indonesia.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi