Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:PERSEPSI KIAI MUHAMMAD ULIN NUHA AL-HAFIDZ TENTANG ISU-ISU GENDER DALAM KITAB ‘UQUDULLUJAIN'


BAB I PENDAHULUAN
1.  1 Latar Belakang Islam  sebagai   agama  rahmatan  lil’alamin  tidak  membedakan  kedudukan  dan  derajat  antara  laki-laki  dan  perempuan,  dan  yang  membuatnya  beda  hanyalah  keimanan  dan  ketaqwaannya.  Segala  hal  yang  berusaha  menyudutkan  wanita  baik  marginalisasi,  diskriminasi,  ataupun  subordinasi  tidak  pernah  lahir  dari  ajaran  Islam.  Justru  perlu  adanya  rekonstruksi  terhadap  pemahaman  yang  kabur  mengenai  konstruksi gender terutama di lingkungan pesantren.
-  Firman Allah dalam Q.S. al -Hujurat: “Hai  manusia,  sesungguhnya  Kami  menciptakan  kamu  dari  seorang  laki-laki  dan  seorang  perempuan  dan  menjadikan  kamu  berbangsa  -bangsa  dan  bersuku-suku  supaya  kamu  saling  kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah  orang  yang  paling  taqwa  di  antara  kamu.  Sesungguhnya  Allah  Maha  Mengetahui lagi Maha Mengenal. ”(Depag RI, 2009: 517) -  Fiman Allah dalam QS. an-Nahl ayat “Barangsiapa  yang  mengerjakan  amal  saleh,  baik  laki-laki  maupun  perempuan  dalam  keadaan  beriman,  maka  sesungguhnya  akan  Kami  berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami  beri  balasan  kepada  mereka  dengan  pahala  yang  lebih  baik  dari  apa  yang telah mereka kerjakan.”( Depag RI, 2009: 218) Menurut  Tafsir  Quran  Karim  dalam  Q.S.  al -Hujurat  ayat  13  menjelaskan bahwa “manusia diciptakan untuk saling berkenal-kenalan,  berpasang-pasangan,  berkasih-kasihan  antara  satu  dengan  yang  lain,  tidak  ada  yang  lebih  mulia  di  sisi  Allah  kecuali  orang  yang  bertaqwa”(Yunus, 2004: 766). Dan Q. S. an-Nahl ayat 97 menjelaskan  bahwa “barangsiapa yang beramal shaleh baik laki-laki atau perempuan,  sedang  ia  beriman  kepada  Allah  niscaya  dihidupkan  Allah  dengan  penghidupan  yang  senang,  sentosa,  dan  dibalas  dengan  pahala  yang  lebih  baik  daripada  amalannya  itu”(  Yunus,  2004:  394-395).  Dari  penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu manusia baik laki -laki  atau  perempuan  di  hadapan  Allah  adalah  sama,  yang  membedakan  hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.

Dalam  perkembangan  pemikiran  Islam  dewasa  ini,  wacana  mengenai  gender  dikaitkan  dengan  ajaran  Islam,  terutama  fiqh  klasik.
Salah  satu  sumber  nilai,  ide,  dan  ajaran  dalam  sosialisasi  gender  di  pesantren  yang penting adalah teks-teks kitab klasik  yang diajarkan di  pondok  pesantren.  Materi  dalam  kitab-kitab  tersebut  meliputi  Tauhid,  Fiqh, Tarikh (sejarah), Akhlak, Bahasa, Tafsir, dan Hadist. Setiap pokok  materi  ini  mengandung  tema  atau  unsur  gender,  baik  yang  disebutkan  dengan jelas ataupun tidak. Kesemua materi tersebut merupakan bahan  dialog  sosialisasi  gender.  Akan  tetapi,  tidak  semua  materi  sosialisasi  gender  dapat  dipisahkan  secara  tersendiri  dari  bahan  ajar  kitab-kitab.
Kesulitan  itu  disebabkan  oleh  ciri  kitab  yang  tidak  secara  langsung  mengungkapkan  keterkaitannya  dengan  masalah  gender.  Kesulitan  lainnya  dikarenakan  ketika  materi  itu  diajarkan  ia  tidak  dimaksudkan  sebagai materi gender (Marhumah, 2011: 135).
Isu gender  merupakan  wacana  yang  baru di dunia pesantren. Isu  ini  mengandung  sikap  resistensi  dan  kontroversi  karena  dipandang  sebagai  unsur  yang  datang  dari  Barat  dan  tidak  berakar  pada  tradisi  pesantren.  Isu  gender  masuk  dalam  komunitas  pesantren,  diakui  atau  tidak,  didorong  oleh  sensitivitas  gender  yang  muncul  sebagai  sikap  kritik  atas  berbagai  bias  kultural  dalam  tubuh  pesantren  (Marhumah,  2011: 9).
Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis persepsi seorang kiai  tentang isu-isu gender dalam salah satu kitab yang diajarkan di pondok  pesantren, kaitannya kiai sebagai seorang ulama, sebagai sumber ilmu,  yang memiliki peran substansional dalam mensosialisasikan konsep dan  ajaran  agama  dengan  santri  dan  masyarakat.  Kiai  yang  memimpin  pondok  pesantren,  secara  sosiologis  juga  sebagai  sosok  yang  mempunyai  legitimasi dan karisma. Dalam penelitian  ini, penulis  akan  menganilisis  persepsi  Kiai  tentang  isu-isu  gender  dalam  Kitab ‘Uqudullujain  karya  Syekh  Muhammad  bin  Umar  Nawawi,  karena  Kitab  ‘Uqudullujain  mengisyaratkan  keberpihakan  nyata  kepada  lakilaki dan ketidakseimbangan  hak dan kewajiban  antara suami dan  istri.
Menurut  feminis  Muslim  dari  berbagai  ormas  Islam  di  Indonesia  penafsiran  teks-teks  keagamaan  dan  fiqh  yang  kurang  bersahabat  dengan  perempuan  perlu  adanya  rekonstruksi.  Seperti  Kitab ‘Uqudullujain  karya Syekh Muhammad  bin Umar Nawawi  merupakan  salah  satu  kitab  yang  dianggap  sarat  nuansa  ketidakadilan  gender,  terutama dalam pola relasi suami istri   (Jamhari, 2003: 54). Sadar akan  hal tersebut, para feminis Muslim di Indonesia melakukan telaah kritis  atas  hadist-hadist  yang  terdapat  dalam  Kitab  ‘Uqudullujain  dengan  mengungkapkan hadist-hadist shahih lain termasuk ayat-ayat Al-Qur’an  yang  isinya  lebih  adil  gender,  sehingga  menurut  penulis  dalam  kitab  tersebut ada kaitannya dengan gender. Penulis memilih objek penelitian  Kiai Ulin Nuha Al-Hafidz di Pondok Pesantren Al-Kholiqiyyah, karena  beliau  mempunyai pemikiran  bahwa tidak hanya perempuan (istri) yang  harus  menyelesaikan  pekerjaan  domestik,  dan  istrinya  juga  menjadi  tenaga pengajar di madarasah dan di pondok pesantren. Kiai Ulin Nuha  Al-Hafidz mempunyai pengaruh yang besar di daerahnya. Beliau adalah  cucu  dari  Al  Maghfurulah  KH.  Abdul  Kholiq  yang  notabene  ulama  termashur di daerah Pati Selatan, dan beliau yang meneruskan Pondok  Pesantren Salaf Bani Abdul Kholiq.
Dari  latar  belakang  tersebut,  maka  penulis  mengambil  judul “Persepsi  Kiai  Muhammad  Ulin  Nuha  Al-Hafidz  tentang  Isu-Isu  Gender dalam Kitab ’Uqudullujain.
1.  2 Rumusan Masalah Adapun  permasalahan yang akan penulis kaji dalam penelitian ini  adalah:  1.  Apa  isi  Kitab  ‘Uqudullujain  karya  Syekh  Muhammad  bin  Umar  Nawawi? 2.  Bagaimana persepsi  Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz tentang  Isu-isu Gender dalam Kitab ’Uqudullujain? 3.  Bagaimana analisis persepsi  Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz  tentang  Isu-Isu  Gender  dalam  Kitab  ’Uqudullujain   menurut  perspektif dakwah? 1.  3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan  permasalahan  di  atas,  maka  tujuan  yang  hendak  dicapai dalam penelitian ini adalah :  1.  Untuk  mengetahui  isi  Kitab  ‘Uqudullujain  karya  Syekh  Muhammad bin Umar Nawawi.
2.  Untuk mengetahui  persepsi  Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz  tentang Isu-isu Gender dalam Kitab ’Uqudullujain.
3.  Untuk mengetahui  kaitannya  persepsi  Kiai Muhammad Ulin Nuha  Al-Hafidz  tentang  isu-isu  gender  dalam  Kitab  ’Uqudullujain dengan perspektif dakwah.
Adapun  manfaat  yang  diperoleh  dalam   penelitian  ini  secara  teoritik  adalah  untuk  menambah,  memperdalam,  memperjelas,  memperkuat  teori  serta  mengembangkan  Ilmu  Dakwah  atau  yang  berkaitan,  khususnya  di  bidang  penelitian  Ilmu  Komunikasi  dan  penerbitan Islam.
Sedangkan manfaat secara praktis diharapkan dapat menjadi salah  satu bahan (referensi) bagi para pecinta ilmu pengetahuan khususnya di  bidang   ilmu  komunikasi  dan  penerbitan  Islam.  Dan  dapat  diharapkan  serta memberikan perkembangan pemikiran yang lebih maju mengenai  kesetaraan gender demi kepentingan dan kemajuan dakwah itu sendiri.
4 Tinjauan Pustaka Untuk  menghindari  terjadinya  pengulangan  skripsi  maka  penulis  merujuk  pada  beberapa  penelitian  yang  menelaah  masalah  yang berkaitan  dengan  studi  yang  dilakukan  oleh  penulis.  Maka  ditemukan  beberapa  hal  yang  ada  dalam  literatur  skripsi  dan  telaah  buku  dengan  penelitian ini, diantaranya adalah:  1.  Penelitian  Kusumawati  yang  membahas  “Kesetaraan  Gender  dalam  Perspektif  Islam  di  Pondok  Pesantren  Nurul  Ummah,”  Kotagede,  Yogyakarta,  2000.  Studi  Kusumawati  ini  menemukan  perbedaan penafsiran yang terjadi antara para kiai pengasuh pondok  pesantren  di  satu  sisi  dengan  nyai  dan  santri  di  sisi  yang  lain  mengenai  konsep  Islam  terhadap  relasi  laki-laki  dan  perempuan.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi