BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Islam sebagai
agama rahmatan lil’alamin
tidak membedakan kedudukan
dan derajat antara
laki-laki dan perempuan,
dan yang membuatnya
beda hanyalah keimanan
dan ketaqwaannya. Segala
hal yang berusaha
menyudutkan wanita baik
marginalisasi, diskriminasi, ataupun
subordinasi tidak pernah
lahir dari ajaran
Islam. Justru perlu adanya rekonstruksi
terhadap pemahaman yang
kabur mengenai konstruksi gender terutama di lingkungan
pesantren.
-
Firman Allah dalam Q.S. al -Hujurat: “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu
berbangsa -bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ”(Depag RI,
2009: 517) - Fiman Allah dalam QS.
an-Nahl ayat “Barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan
pahala yang lebih
baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.”( Depag RI, 2009: 218) Menurut Tafsir
Quran Karim dalam
Q.S. al -Hujurat ayat 13 menjelaskan
bahwa “manusia diciptakan untuk saling berkenal-kenalan, berpasang-pasangan, berkasih-kasihan antara
satu dengan yang
lain, tidak ada
yang lebih mulia
di sisi Allah
kecuali orang yang bertaqwa”(Yunus,
2004: 766). Dan Q. S. an-Nahl ayat 97 menjelaskan bahwa “barangsiapa yang beramal shaleh baik
laki-laki atau perempuan, sedang ia
beriman kepada Allah
niscaya dihidupkan Allah
dengan penghidupan yang
senang, sentosa, dan dibalas dengan
pahala yang lebih
baik daripada amalannya
itu”( Yunus, 2004:
394-395). Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan
yaitu manusia baik laki -laki atau perempuan
di hadapan Allah
adalah sama, yang
membedakan hanyalah keimanan dan
ketaqwaannya.
Dalam perkembangan
pemikiran Islam dewasa
ini, wacana mengenai
gender dikaitkan dengan
ajaran Islam, terutama
fiqh klasik.
Salah satu
sumber nilai, ide,
dan ajaran dalam
sosialisasi gender di pesantren
yang penting adalah teks-teks kitab
klasik yang diajarkan di pondok
pesantren. Materi dalam
kitab-kitab tersebut meliputi
Tauhid, Fiqh, Tarikh (sejarah),
Akhlak, Bahasa, Tafsir, dan Hadist. Setiap pokok materi
ini mengandung tema
atau unsur gender,
baik yang disebutkan dengan jelas ataupun tidak. Kesemua materi
tersebut merupakan bahan dialog sosialisasi
gender. Akan tetapi,
tidak semua materi
sosialisasi gender dapat
dipisahkan secara tersendiri
dari bahan ajar
kitab-kitab.
Kesulitan itu
disebabkan oleh ciri
kitab yang tidak
secara langsung mengungkapkan
keterkaitannya dengan masalah
gender. Kesulitan lainnya
dikarenakan ketika materi
itu diajarkan ia
tidak dimaksudkan sebagai materi gender (Marhumah, 2011: 135).
Isu gender merupakan
wacana yang baru di dunia pesantren. Isu ini
mengandung sikap resistensi
dan kontroversi karena
dipandang sebagai unsur
yang datang dari
Barat dan tidak
berakar pada tradisi pesantren.
Isu gender masuk
dalam komunitas pesantren,
diakui atau tidak,
didorong oleh sensitivitas
gender yang muncul
sebagai sikap kritik
atas berbagai bias
kultural dalam tubuh
pesantren (Marhumah, 2011: 9).
Oleh karena itu, penulis ingin
menganalisis persepsi seorang kiai tentang
isu-isu gender dalam salah satu kitab yang diajarkan di pondok pesantren, kaitannya kiai sebagai seorang
ulama, sebagai sumber ilmu, yang
memiliki peran substansional dalam mensosialisasikan konsep dan ajaran
agama dengan santri
dan masyarakat. Kiai
yang memimpin pondok
pesantren, secara sosiologis
juga sebagai sosok
yang mempunyai legitimasi dan karisma. Dalam penelitian ini, penulis
akan menganilisis persepsi
Kiai tentang isu-isu
gender dalam Kitab ‘Uqudullujain karya
Syekh Muhammad bin
Umar Nawawi, karena Kitab
‘Uqudullujain mengisyaratkan keberpihakan
nyata kepada lakilaki dan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri.
Menurut feminis
Muslim dari berbagai
ormas Islam di
Indonesia penafsiran teks-teks
keagamaan dan fiqh
yang kurang bersahabat dengan
perempuan perlu adanya
rekonstruksi. Seperti Kitab ‘Uqudullujain karya Syekh Muhammad bin Umar Nawawi merupakan salah
satu kitab yang
dianggap sarat nuansa
ketidakadilan gender, terutama dalam pola relasi suami istri (Jamhari, 2003: 54). Sadar akan hal tersebut, para feminis Muslim di Indonesia
melakukan telaah kritis atas hadist-hadist
yang terdapat dalam
Kitab ‘Uqudullujain dengan mengungkapkan hadist-hadist shahih lain
termasuk ayat-ayat Al-Qur’an yang isinya
lebih adil gender,
sehingga menurut penulis
dalam kitab tersebut ada kaitannya dengan gender. Penulis
memilih objek penelitian Kiai Ulin Nuha
Al-Hafidz di Pondok Pesantren Al-Kholiqiyyah, karena beliau
mempunyai pemikiran bahwa tidak
hanya perempuan (istri) yang harus menyelesaikan
pekerjaan domestik, dan
istrinya juga menjadi tenaga pengajar di madarasah dan di pondok
pesantren. Kiai Ulin Nuha Al-Hafidz
mempunyai pengaruh yang besar di daerahnya. Beliau adalah cucu
dari Al Maghfurulah
KH. Abdul Kholiq
yang notabene ulama termashur
di daerah Pati Selatan, dan beliau yang meneruskan Pondok Pesantren Salaf Bani Abdul Kholiq.
Dari latar
belakang tersebut, maka
penulis mengambil judul “Persepsi Kiai
Muhammad Ulin Nuha
Al-Hafidz tentang Isu-Isu Gender dalam Kitab ’Uqudullujain.
1. 2 Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan penulis kaji dalam
penelitian ini adalah: 1.
Apa isi Kitab
‘Uqudullujain karya Syekh
Muhammad bin Umar Nawawi?
2. Bagaimana persepsi Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz tentang Isu-isu Gender dalam Kitab ’Uqudullujain? 3. Bagaimana analisis persepsi Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz tentang
Isu-Isu Gender dalam
Kitab ’Uqudullujain menurut perspektif dakwah? 1. 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan
di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui isi
Kitab ‘Uqudullujain karya
Syekh Muhammad bin Umar Nawawi.
2. Untuk mengetahui persepsi
Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz tentang Isu-isu Gender dalam Kitab
’Uqudullujain.
3. Untuk mengetahui kaitannya
persepsi Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz
tentang isu-isu gender
dalam Kitab ’Uqudullujain dengan perspektif dakwah.
Adapun manfaat
yang diperoleh dalam
penelitian ini secara teoritik
adalah untuk menambah,
memperdalam, memperjelas, memperkuat
teori serta mengembangkan
Ilmu Dakwah atau
yang berkaitan, khususnya
di bidang penelitian
Ilmu Komunikasi dan penerbitan
Islam.
Sedangkan manfaat secara praktis
diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan (referensi) bagi para pecinta ilmu pengetahuan khususnya di bidang
ilmu komunikasi dan
penerbitan Islam. Dan
dapat diharapkan serta memberikan perkembangan pemikiran yang
lebih maju mengenai kesetaraan gender
demi kepentingan dan kemajuan dakwah itu sendiri.
4 Tinjauan Pustaka Untuk menghindari
terjadinya pengulangan skripsi
maka penulis merujuk
pada beberapa penelitian
yang menelaah masalah
yang berkaitan dengan studi
yang dilakukan oleh
penulis. Maka ditemukan beberapa
hal yang ada
dalam literatur skripsi
dan telaah buku
dengan penelitian ini,
diantaranya adalah: 1. Penelitian
Kusumawati yang membahas
“Kesetaraan Gender dalam
Perspektif Islam di
Pondok Pesantren Nurul
Ummah,” Kotagede, Yogyakarta,
2000. Studi Kusumawati
ini menemukan perbedaan penafsiran yang terjadi antara para
kiai pengasuh pondok pesantren di
satu sisi dengan
nyai dan santri
di sisi yang
lain mengenai konsep
Islam terhadap relasi
laki-laki dan perempuan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi