Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 285 K/AG/ 2006 TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR :219/Pdt.G/2005/PTA. Sby, dan PENGADILAN AGAMA SURABAYA NOMOR: 1728/Pdt.G/2004/PA. Sby, TENTANG SISTEM PEMBUKTIAN HARTA BERSAMA


 BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Sudah menjadi kodrat manusia antara yang satu dengan yang lainnya saling  membutuhkan, karena manusia makhluk sosial. Sejak dilahirkan manusia telah  dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama orang lain. Naluri  untuk hidup bersama tersebut mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup  teratur.
Demikian pula diantara perempuan dan laki-laki saling membutuhkan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Rum, ayat 21 "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa  tentram kepadanya. Dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih sayang,  sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi  kaum yang berfikir.”  Pada prinsipnya tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan  di Indonesia pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang   Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 644  1   wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)  yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
 Dalam perkawinan ada hak dan kewajiban suami isteri. Kewajiban antara  suami terhadap isteri, yaitu kewajiban yang bersifat materi (nafaqoh) dan  kewajiban yang tidak bersifat materi (menggauli isteri secara baik dan patut).
Oleh karena itu, hubungan suami isteri harus harmonis, penuh kebahagian lahir  batin, kebahagiaan rohani dan jasmani, baik moral, materiil, maupun spiritual,  dilandasi dengan ma'ruf, sakinah, mawaddah, warah}mah.
Menurut Moh. Idris Ramulyo yang dimaksud dengan ma'ruf, sakinah,  mawaddah, warah} mah,yaitu:  Ma'ruf adalah pergaulan suami dan isteri itu harus saling menghormati,  saling menjaga rahasia masing-masing, suami sebagai  top figure, sebagai  nahkoda, ibarat kapten kapal yang memimpin pelayaran mengarungi samudra  yang badai yang maha dahsyat, harus menenagkan gejolak jiwa, baik seluruh  penumpang maupun seluruh kru, menjaga pergaulan yang harmonis baik antara  suami isteri maupun dengan anak-anak.
Sakinahadalah penjabaran lebih lanjut dari ma’ruf, yaitu agar suasana  kehidupan dalam rumah tangga itu terdapat keadaan aman dan tentram, tidak  terjadi perselisihan paham yang prinsipil.
 Undang-Undang Perkawinan di Indonesia dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal1 ,h. 5   Mawaddah dan roh}mah yaitu agar kehidupan rumah tangga itu selalu dan  harus dijamin, Saling mencintai dikala masih muda remaja, di pupuk terus agar  saling menyantuni dikala tua renta dan kakek nenek.
 Didalam al-Qur’an juga dijelaskan sesuai dengan firman Allah Q.S. anNisā’, ayat 21:  Perkawinan itu adalah sesuatu perjanjian yang suci.”  Begitu kuat dan kokohnya hubungan antara suami isteri, maka tidak  sepantasnya apabila hubungan tersebut di rusak dan disepelekan. Setiap usaha  untuk menyepelekan hubungan pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci  oleh Islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara  suami dan isteri.
 Hidup dalam perkawinan merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Itulah  yang dikehendaki oleh Islam. Sebaliknya melepaskan diri dari kehidupan  perkawinan itu menyalahi kehendak Allah dan sunnah Rasul. Menyalahai  kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warra h}mah.
Meskipun demikian, bila hubungan pernikahan tidak dapat lagi  dipertahankan, dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan   Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 225-226   Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 120   Aminudin, Slamet Abidin, Fikih Munakahat 2, h. 9-10   kemundaratan. Islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan  demikian, pada dasarnya perceraian atau t}alaqitu adalah sesuatu yang tidak  disenangi (makruh). Adapun ketidaksenangan Nabi itu terlihat dalam hadits Nabi  dari Ibnu Majah dan disahkan oleh hakim, sabda Nabi “Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW. telah bersabda, sesuatu yang h}alal yang amat  dibenci Allah ialah t}alaq.”  Perceraian yang datang baik dari pihak suami maupun dari pihak isteri  terdapat harta bersama. Hal ini diatur dalam pasal 35 ayat (1) UU. No. 1 Tahun  1974 yang berbunyi “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi  harta bersama.” Ini berarti terbentuknya harta bersama dalam perkawinan ialah  sejak saat tanggal terjadinya perkawinan sampai ikatan bubar. Kalau begitu apa  saja yang diperoleh terhitung sejak saatdilangsungkan akad nikah, sampai saat  perkawinan pecah, baik oleh salah satu meninggal atau oleh karena perceraian,  seluruh harta tersebut dengan sendirinya menurut hukum harta bersama.
 Apabila dalam perceraian terjadi perselesihan tentang harta bersama  diantara mereka, maka pengadilan berwenang menyelesaikan sengketa diantara   Ima>m H}afit} Abi> Da>wud Sulaiman Ibn Asy‘as| As-Sajasta>ni>, Sunan Abi> Da>wud juz 2, Kitab  T}ala>q, No. 2178, h. 120   M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h. 272   mereka. Dalam hal ini Pengadilan Agama yang berwenang menangani sengketa  harta bersama. Hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 88 berbunyi  “Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka  penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.”  Sengketa harta bersama masing-masing pihak harus bisa membuktikan,  apakah harta benda tersebut termasuk harta benda bersama atau harta bawaan.
Adapun asas yang berlaku bahwa pihak yang mengakui sesuatu hak sebagai dasar  bantahan wajib membuktikan.
Di dalam Islam juga di atur bahwa bukti itu dibebankan kepada penggugat.
menurut riwayat al-Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas yang berbunyi "Bukti itu wajib atas penggugat  dan sumpah itu wajib orang yang  digugat.”  Berangkat dari keterangan di atas, telah ditemukan suatu perkara tentang  harta bersama yang ada di Pengadilan Agama Surabaya. Alasan mengajukan  gugatan harta bersama yaitu setelah kedua belah pihak bercerai dan harta yang  diperoleh selama perkawinan belum dibagi.
Pada permasalahan ini, obyek sengketa adalah rumah dan tanah. Dalam  putusan Pengadilan Agama Surabaya tidak menerima gugatan penggugat,   Imam Abi Muslim, S}ahih Muslim juz 12, h. 3-4   dikarenakan tidak bisa membuktikan bahwa tanah yang ditempati tergugat  merupakan harta bersama, karena penggugat tidak dapat menunjukkan bukti  autentik (sertifikat tanah) tersebut, dan keterangan saksi yang diajukan  penggugat dianggap lemah, sebab tidak mengetahui secara langsung proses  pembelian tanah. Putusan inilah yang menjadikan penggugat keberatan dengan  putusan Pengadilan Agama Surabaya, dan mengajukan banding di Pengadilan  Tinggi Agama Surabaya.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi