Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:BERITA ACARA PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM PEMILU LEGISLATIF DI KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2009 DALAM PRESPEKTIF FIQH SIYASAH (Studi Kasus Pasal 220 UU No. 10 Th. 2008 Tentang Pemilu Legislatif)


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi,  dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Secara etimologis,  demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “Demos” (rakyat) dan “kratos” (kekuasaan), yang berarti pemerintahan dari rakyat. Secara  historis, istilah  demokrasi telah dikenal sejak abad ke 5 SM, yang pada awalnya sebagai respon  terhadap pengalaman buruk monarki dan kediktatoran di negara-negara kota  Yunani kuno. Pada waktu itu demokrasi dipraktikkan sebagai sistem dimana  seluruh warga negara lembaga legistatif.
 Dalam khazanah ke-Islam-an istilah demokrasi dikenal dengan konsep  ”as-Syura”dalam arti musyawarah. Mayoritas ulama syariat dan pakar undungundang konstitusional meletakkan ”as-Syura”sebagai kewajiban ke-Islam-an  dan prinsip konstitusional yang pokok diatas prinsip-prinsip umum dan dasardasar baku yang telah ditetapkan oleh nash-nashal-Qur’an dan hadis-hadis  nabawi. Oleh karena itu, musyawarah ini lazim dan tidak ada alasan bagi  seseorang untuk meninggalkan.
  Masykuri Abdillah, Demokrasi Dipersimpangan Makna, Respon Keintelektualan Muslim  Indonesia Terhadap konsep Demokrasi (1966-1993), h. 71   Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 35  1   Jika musyawarah maksudnya adalah prinsip partisipasi politik dalam  pemikiran politik Barat, maka prinsip  amar ma’ruf nahih munkaryang  merupakan tujuan dari semua kewenangan dalam Islam, sebagaimana yang  dikatakan oleh Ibnu Taimiyah; ”semua kewenangan dalam Islam tujuannya  hanyalah amar ma’ruf nahi munkar”.

 Pada hakikatnya-tersimbol dalam tugas pengawasan atas orang-orang  yang memiliki kekuasan-berarti mewujudnya partisipasi politik rakyat dalam  segala perkara-perkara umum dan juga dalam hukum, berawal dari kewajiban  memberikan nasihat (yang tulus).
Di kalangan ilmuwan politik sampai saat ini sebenarnya belum ada  keseragaman pemahaman tentang makna demokrasi itu sendiri. Namun, kita bisa  melihat kriteria demokrasi yang diajukan Robert Dahl yang banyak disepakati  oleh kalangan ilmuan politik. Menurutnya, setidaknya ada delapan kriteria  demokrasi, yaitu : (1) adanya hak untuk memilih, (2) hak untuk dipilih, (3) hak  para pemimpin politik untuk bersaing memperebutkan dukungan dan suara, (4)  adanya Pemilihan Umum yang bebas dan transparan, (5) Kebebasan  berorganisasi, (6) kebebasan berekspresi, (7) terdapatnya sumber-sumber  informasi alternatif, dan (8) adanya institusi-institusi pembuatan kebijakankebijakan publik yang bergantung pada suara dan ekspresi-ekspresi pilihannya.
 Dari kriteria tersebut, Pemilihan Umum merupakan bagian dari pemenuhan hak   Ibid. h. 39   Kacung Marijan, Demokratisasi di Daerah,h. 33   memilih dan dipilih sebagai wujud pemenuhan kedaulatan rakyat. Pemilu  merupakan wujud dari pelaksanaan sistem pemerintahan yang demokratis.
Sistem pemilu merupakan seperangkat metode atau aturan untuk  menampung suara dan aspirasi pemilih ke dalam suatu lembaga pemerintahan.
Dalam demokrasi pemeritahan, sistem pemilu menjadi elemen penting yang turut  membentuk struktur sistem. Perubahan sebuah sistem pemilu kepada sistem  pemilu yang lain akan berpengaruh pula pada struktur sistem politik yang akan  merubah tatanan demokrasi di negeri ini guna menciptakan pemerintahan yang  kuat seperti dalam sistem kepartaian dan sepektrum representasi.
 Di Indonesia, Pemilihan Umum memakai dua sistem. Pertama,sistem  Pemilihan Mekanis. Pada sistem ini rakyat ditempatkan sebagai suatu massa  individu-individu yang sama. Aliran liberalisme, sosialisme, dan komunisme  semua berlandaskan pandangan mekanis ini. Liberalisme mengutamakan  individu sebagai kesadaran otonom dan memandang masyarakat sebagai  kompleks hubungan-hubungan antara individu yang bersifat kontraktuil,  sedangkan sosialisme dan khususnya komunisme mengutamakan totalitas  kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu dalam totalitas kolektif  itu. Tetapi semua aliran di atas mengutamakan individu sebagai pengendali hak  pilih aktif dan memandang rakyat (korpspemilih) sebagai suatu massa individu- Sigit Pamungkas, Perihal Pemilu, h, 13   individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara (suara dirinya sendiri)  dalam setiap pemilihan.
Kedua, sistem Pemilihan Organis.  Pandangan organis menempatkan  rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai  macam faktor hidup: geneologis (rumah tangga, keluarga) ekonomi dan industri,  lapisan-lapisan sosial (buruh), tani, dan sebagainya. Masyarakat dipandangnya  sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organ yang mempunyai  kedudukan dan fungsi tertentu dalam  totalitas organisme itu, seperti  persekutuan-persekutuan hidup. Berdasarkan pandangan ini, persekutuanpersekutuan itulah yang diutamakannya sebagai pengendali hak pilih, atau dalam  perkataan lain sebagai pengendali hak untuk mengutus wakil-wakil kepada  perwakilan masyarakat.
 Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)legislatif 2009 adalah pemilihan  umum untuk memilih calon dari beberapa partai secara langsung di seluruh  Indonesia oleh penduduk/warga Negara Indonesia. Hal ini meliputi pemilihan  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI, DPRDProvinsi, DPRD Kota /Kabupaten).
Dalam pemilu legislatif 2009 ini adalahsuatu pesta demokrasi rakyat Indonesia  yang telah diatur dalam undang-undang No. 10 tahun 2008.
Dalam pemilihan ini, banyak partai dan banyak para calon legislatif yang  mendaftarkan diri. Pola pendaftaran pun pada tahun ini tidaklah sulit, di mana   M. Kusnardi Dan Harmaily Ibrahim, “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”, h. 332-334   calon legislatif mendapat rekomendasi dari sebuah partai dan tingkat  pendidikannya minimal Sekolah Tingkat Menengah (SMA) dan maksimalnya  sampai ke Perguruan Tinggi. Pemilihan umum kali ini, bertolak belakang dengan  pemilu tahun 2004 yakni calon yang berada di nomor urut 1 adalah dapat  dipastikan dia menjadi anggota legislatifatau (DPR) Dewan Perwakilan Rakyat,  namun kali ini berbalik yakni menggunakan sistem suara terbanyak.
Implikasinya, semua orang yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif  dituntut berkompetisi dan cerdik untuk dapat meraih simpati konstituen untuk  dipilih. Sehingga dalam hal ketentuan suara terbanyak ini, calon legislatif bukan  saja harus berkompetisi dengan calon legistif dari partai lain, melainkan dengan  sesama calon legislatif dari partai yang sama. Akibatnya, pelanggaran menjadi  sangat sulit dihindari dan sangat mudah ditemui di lapangan. Hal ini akibat  persaingan bebas karena faktor tuntutan dan tekanan sebuah sistem itu sendiri  dan persaingan kehormatan individu calon legislaif itu sendiri. Sedangkan partai  politik hanya adalah sebagai jembatan untuk dapat mengikuti pesta demokrasi.
Dengan demikian, dalam pemilu 2009 ini pada dasarnya merupakan suatu  proses politik menuju kehidupan yang demokratis (kedaulatan rakyat),  transparan, dan bertanggungjawab. Selain itu pemilihan calon legislatif (caleg)  menandakan adanya perubahan sistem yang sangat hebat dan terasa di hati  masyarakat, yakni bukan sekedar distribusi kekuasaan semata antar tingkat   pemerintahan secara vertikal.
 Namun sistem suara terbanyak juga membuka  peluang lebih besar adanya pelanggaran dalam pemilu, bahkan bukan dilakukan  oleh Partai politik, melainkan juga oleh calon legislatif itu sendiri.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi