Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, dalam tatanan  kehidupan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Kehidupan semacam ini  dikenal dengan kehidupan bermasyarakat.Dalam kehidupan bermasyarakat satu  dengan yang lain memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dengan adanya  kepentingan-kepentingan tersebut menimbulkan perselisihan, maka dikawatirkan  akan menimbulkan kejahatan-kejahatan yang dapat merugikan diri sendiri  maupun masyarakat. Patut disadari bahwa kejahatan merupakan salah satu  bentuk tingkah laku manusia dan merupakan gejala norma dalam setiap  masyarakat yang memiliki karakter berbeda dan perkembangannya akan  mengganggu kehidupan sosial sehingga kejahatan tak mungkin dimusnahkan.
Kejahatan sangat berkaitan dengan pemidanaan, sebab mereka yang  melakukan kejahatan akan diajukan ke Pengadilan dan dijatuhi pidana yang  sesuai apa yang dilakukannya.
Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang  paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman  sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana agar menjadi insaf dan  menjadi anggota msyarakat yang baik. Adanya model pembinaan bagi   narapidana bertujuan untuk menghadapi kehidupan selesai menjalani hukuman  (bebas).
Sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum atau narapidana bertujuan  untuk mencapai reintegrasi sosial ataupulihnya kesatuan antara warga binaan  dan masyarakat.

 Dalam mengembangkan berberapa pogram kebijakan  pembinaan narapidana sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 12  Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, program kebijakan tersebut meliputi  pembebasan bersyarat.
Pembebasan bersyarat dikenal di hampir semua sistem peradilan pidana.
Sistem hukum di Yunani dan Swiss mengenalnya dengan sebutan parole.
 Belanda menyebutnya vervroegde invrijheidstelling. Di Indonesia, istilah yang  dipakai dalam perundang-undangan berbeda-beda, sebagian besar menggunakan  istilah pembebasan bersyarat, kecuali Undang-Undang Kejaksaan yang  menyebutnya dengan “lepas bersyarat”.
Penerapan pembebasan bersyarat (pelepasan bersyarat) di Indonesia  (dalam KUHP) tidak terlepas dalam hukum pidana Belanda, yang mengenal  pembebasan bersyarat (vervroegde invrijheidstelling) dalam kitab Undangundang hukum pidana.
 Hal ini berarti sebelum berakhirnya masa pemidanaan  dengan ketetapan bahwa sisa dari sanksi pidana tidak perlu dijalani terpidana  jika yang dilepaskan dalam jangka waktu percobaan, jika orang yang dilepaskan   Undang-undang R.I No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, h. 3   Barda Nawawi, Berberapa Masalah Perbandingan Hukum Pidana, h. 79   R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya, h. 44   dalam jangka waktu percobaan tidak melakukan tindak pidana dan juga  mentaati sejumlah persyaratan lain yang ditetapkan.
Pembebasan bersyarat merupakan pelaksanaan pidana penjara untuk  dilepas menjelang bagian akhir masa pidananya, agar menjalani sisa pidana di  luar Lembaga Pemasyarakatan.
Secara umum, pembebasan bersyarat memberi hak kepada seorang napi  untuk menjalani masa hukuman di luartembok penjara. Syaratnya: hukuman  yang dikenakan lebih dari sembilan bulan, sudah menjalani 2/3 masa hukuman,  plus berkelakuan baik selama dalam masa “pembinaan”. Pasal 1 angka (7) PP No.
32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan  Pemasyarakatan menyimpulkan: pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan  narapidana di luar Lapas setelah menjalani sekurang-kurang 2/3 masa pidana dari  minimal 9 bulan.
 Intinya, yang berhak mendapat hak pembebasan bersyarat  bukan narapidana yang divonis hukuman kurungan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana berserta komentarkomentarnya, menyebutkan bahwa pembebasan bersyarat bernilai edukatif, yaitu  memberi kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya.
 Tak semua  narapidana yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman memperoleh pembebasan  bersyarat. Ada syarat yang harus dipenuhi. Misalnya, narapidana sudah harus   Peraturan Pemerintah RI No 32 Th 1995 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak  Warga Binaan Pemasyarakatan, h. 2   R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya, h. 44   menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang dia lakukan. Selain  itu, dia telah menunjukkan budi pekerti yang baik, mengikuti kegiatan  pembinaan dengan tekun, selama masa pembinaan tak pernah melanggar hukum  disiplin.
Dalam pembebasan bersyarat terdapattahapan yang harus dijalani agar  pembebasan bersyarat tersebut dapat diberikan kepada terpidana. Tahapan  tersebut menyangkut syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat  substansif dan administratif yang harus dipenuhi oleh terpidana atau anak  pidana.
Syarat substansif ini mengacu padapasal 14 Undang-undang No. 12  Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa  seorang terpidana yang menjalani 2/3 masa pidananya berhak memperoleh masa  pembebasan bersyarat. Sedang syarat administratif mengacu pada salinan  putusan kasus yang bersangkutan.
Adapun wewenang dan prosedur pemberian pembebasan bersyarat secara  khusus diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI  No.M.2.Pk.04-10 Th 2007 tentang Pembebasan Bersyarat. Dalam memberikan  pembebasan bersyarat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki peran  penting atas putusan tersebut.
Diberikannya pembebasan bersyarat kepada narapidana diharapkan  mereka betul-betul dapat berintegrasi kembali terhadap masyarakat serta   menyesuaikan diri dengan nilai-nilai positif yang ada di masyarakat itu pula.
Selain bertujuan untuk menyatukan kembali narapidana dengan masyarakat  sesuai dengan proses dan tujuan dari pemasyarakatan, pemberian pogram  pembebasan bersyarat juga bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan  masyarakat dalam pembinaan narapidanaguna mengurangi peran negara dalam  pembinaan dan perawatan narapidana. Karena dengan diberikannya pembebasan  bersyarat kepada narapidana yang telah memenuhi syarat maka narapidana itu  tidak dibina lagi dalam lapas melainkan dibina ditengah-tengah masyarakat.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi