Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:HUKUMAN PERCOBAAN TERHADAP ORANG TUA YANG MENELANTARKAN ANAK DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PUTUSAN NO.348/PID.B/2012. PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO PERSPEKTIF FIQIH JINAYAH


BAB I PENDAHULUAN
 A.  Latar Belakang Masalah Seringkali  orang  tua  tidak  mengerti  bahwa  mereka  telah  melakukan  kesalahan  terhadap  anak-anak  mereka  bahkan  mereka  telah  menelantarkan anak-anak  mereka.  Menelantarkan  anak  di  bawah  umur  adalah  suatu  perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan itu akan desertai  hukuman (sanksi) yang berupa pidana tertentu. Suatu perbuatan  baru  dianggap sebagai  tindak pidana apabila  unsurunsurnya terpenuhi. Adapun unsur-unsur  pidana dapat dikatagorikan menjadi  2  (dua):  Pertama  unsur  formil  yaitu  perbuatan  manusia  yang  dilarang  oleh  suatu aturan hukum yang disertai sanksi tertentu. Kedua unsur materiel yaitu  perbutan itu harus bersifat melawan hukum, yaitu benar-benar dirasakan oleh  masyarakat sebagai perbuatan yang tak patut dilakukan.  Dari  uraian  di  atas  ini,  menelantarkan  anak  di  bawah  umur  adalah  tindak  pidana  yang  melawan  hukum  yang  harus  diberikan  sanksi.  Hakim  memberikan  sanksi  kepada  penelantaran  anak  di  bawah  umur  hukuman  percobaan  (bersyarat) karena  tersangka masih mempunyai  2 (dua) anak yang  masih belum cukup umur, dan butuh perawatan orang tuanya.  
Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia , (Bandung: Alfabeta, 2010), 10. 1   Dari  hukuman pidana percobaan (bersyarat) di atas ini, maka dapat  dijelaskan: Pidana  bersyarat  yang  bisa  disebut  peraturan  tentang  ‚hukuman  dengan  perjanjianatau‚hukuman  dengan  bersyaratatau‚hukuman  janggelan artinya adalah: orang dijatuhi hukuman, tetapi hukuman itu tidak  usa  dijalankan,  kecuali  jika  kemudian  ternyata  bahwa  terhukum  sebelum  habis  tempo  percobaan  berbuat  peristiwa  pidana  atau  melanggarkan  perjanjian  yang  diadakan  oleh  hakim  kepadanya,  jadi  penjatuhan  hukuman  tetap ada.  Selain  mengenai  pengertian  pidana  bersyarat  (percobaan)  di  atas  maksud  dari  penjatuhan  pidana  bersyarat  ini  adalah  untuk  memberi  kesempatan  kepada  terpidana  supaya  dalam  tempo  percobaan  itu  ia  memperbaiki  dirinya  dengan  jalan  menahan  diri  tidak  akan  berbuat  suatu  tindak  pidana  lagi  atau  melanggar  perjanjian  (syarat-syarat)  yang  telah  ditentukan hakim kepadanya. Hakim  dalam  menjatuhkan  hukuman  pidana  bersyarat  (percobaan)  dilihat dari keberadaan pelaku secara umum, dikaitkan dengan bentuk-bentuk  tindak  pidana  tertentu  atau  kejahatan  seseorang  pelaku  tindak  pidana  melainkan harus didasarkan atas kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan  setiap kasus.  Kasus penelantaran anak yang terjadi bukanlah  persoalan  baru,  hanya  saja perhatian masyarakat, pemerintah, serta berbagai kalangan kurang peduli   R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, (Bogor:  Politea, 1991), 53.  Tolib Setiady, Pokok- Pokok Hukum Penitensier  Indonesia, 120.  terhadap masalah ini.  Bahkan penanganannya masih diskriminatif, baik dari  perhatian  pemerintah,  lembaga  hukum,  dan  pemberitaan  media  masa. Misalnya, diskriminasi terjadi ketika kasus penelantaran anak oleh orang tua yang telah terjadi di Mojokerjo karena  faktor ekonomi.  Mereka tidak sadar  bahwa  menelantarkan  anak  adalah  sebuah  tindak  pidana    melawan  hukum  yang  telah  diatur  dalam  Undang-Undang.  RI.  No.  23  Tahun  2002.Tentang  perlindungan anak, Pasal 77 huruf (b). Pasal  305  KUHP  juga  dijelaskan  tentang  larangan  untuk  menempatkan  anak  yang  umurnya  masih  belum  7  (  tujuh  )  tahun  untuk  ditemu, atau meninggalkan anak itu,  dengan maksud untuk melepasakan diri  darinya diancam dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun 6 (enam)  bulan.  Kasus penelantaran anak yang dilakukan oleh orang tuanya di  Desa  Glatik  Kabupaten  Mojokerto.  Hakim  menjatuhkan  pidana  penjara  kepada  tersangka  selama  1  (satu)  tahun  6  (enam)  bulan  dan  tersangka  dikenakan  denda  sebesar  Rp  5.000.000  (lima  juta)  dan  subsidair  6  (enam)  bulan  kurungan. Hakim menjatuhkan tersebut karena tersangka mempunyai 2 (dua)  anak yang masih belum cukup umur, dan butuh perawatan  orang tuanya.  UU  No.23  Tahun  2003  Tentang  Perlindungan  Anak,  Pasal  77  hruf  b;  penelantaran  anak  yang  mengakibatkan  anak  mengalami  sakit  atau   Moelyatno, KUHP  (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 113.  penderitaan, baik fisik, mental maupun sosial, akan dikenakan pidana penjara  paling  lama  5  (lima)  tahun  atau  denda  paling  banyak  Rp  100.000.000  (seratus juta rupiah).  Mukaddimah  Deklarasi  PBB  tersurat  bahwa  umat  manusia  berkewajiban  memberikan  yang  terbaik  bagi  anak-anaknya.  Semua  menyetujui  peran anak  merupakan harapan  masa depan. Ketentuan tentang  perlindungan  anak,  dimuat  dalam  Pasal  34  UUD  NRI.  Ketentuan  ini  menegaskan  pengaturannya  dengan  dikeluarkan  UU  No.4  Tahun  1974  tentang  kesejahteraan  anak dan kemudian diubah dengan UU No. 23 Tahun  2002  Tentang Perlindungan Anak. Anak mempunyai  eksistensi sebagai anak  manusia yang merupakan totalitas kehidupan dan kemanusian.  Anak merupakan makhluk ciptaan Tuhan  yang  wajib dilindungi dan  dijaga  kehormatan,  martabat,  dan  harga  dirinya  secara  wajar.  Baik  hukum,  ekonomi, politik, maupun sosial  budaya tanpa membedakan suku, agama ras,  dan  golongan.  Sebagaimana  yang  telah  disebutkan  dalam  Undang-Undang  No.  23  Tahun  2002  Tentang  Perlindungan  Anak,  bahwa  anak  merupakan  karunia Tuhan, yang senantiasa harus dijaga. Sebab di dalam dirinya  melekat  harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijungjung tinggi. Hak Asasi Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia ( HAM ) yang   Wardi, Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,  99.  Setya  Wahyudi,  Inplementasi  Ide  Diversi  dalam  Pembaharuan  Sistem  Peradilan  Pidana  Anak di Indonesia , (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), 22.  termuat  dalam  UUD  NRI  dan  Konvensi  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  Tentang Hak-Hak Anak.  Dunia  anak  merupakan  dunia  yang  paling  unik,  penuh  keceriaan,  kegembiraan,  fantasi  dan  suka  cita.  Anak  seharusnya  dilindungi  oleh  orang  tua bukan ditelantarkan. Oleh karena itu, pertumbuhannya harus diperhatikan  oleh  orang  tua,  baik  pertumbuhan  fisik  maupun  pertumbuhan  pisikis. Pengaturan  hak-hak  Anak,  pada  pokoknya  diatur  dalam  UU  No.23  Tahun  2002 Perlindungan Anak, dan Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 tentang  pengesahan konvrensi  hak-hak  anak. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal I  ayat  (12)  UU  No.  23  Tahun  2002  Tentang  Perlindungan  Anak,  bahwa  hak  anak  bagian  dari  Hak-Asasi  Manusia  yang  wajib  dijamin,  dilindungi,  dan  dipenuhi oleh orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan negara.  Suatu  perbuatan  dinamai  jarimah  (tindak  pidana)  apabila  perbuatan  tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat baik jasad  (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, tata aturan masyarakat,  nama baik atau perasaan ataupun hal-hal yang lain yang harus dipelihara dan  dijungjung  tinggi  keberadaannya.  Jadi  yang  menyebabkan  suatu  perbuatan  tersebut  dianggap sebagai suatu  jarimah  adalah dampak dari prilaku tersebut   Wardi,  Undang-Undang  No.23  Tahun  2002  Tentang  Perlindungan  Anak,  (Yogyakarta:  Bening, 2010), 58.  Setya  Wahyudi,  Implementasi  Ide  Diversi  dalam  Pembaharuan  Sistem  Peradilan  Anak  di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publising, 2011), 22.  yang menyebabkan kerugian kepada pihak lain, baik dalam bentuk material  (jasad, nyawa atau harta benda) maupun nonmateri atau gangguan nonfisik.  Hukuman  percobaan  jika  dikaitkan  dengan  hukum  pidana  Islam  disebut  ta’zir,  hukuman  ta’zir  kadangkala  dijatuhkan  sebagai  hukuman  tambahan yang menyertai hukuman pokok  bagi  jarimah hudud  atau  qishash  diyat.  Hal ini  bila menurut pertimbangan sidang pengadilan dianggap perlu  untuk dijatuhkan sebagai hukuman tambahan. Disamping hukuman ini, dapat  pula  dikenakan  bagi  jarimah  hudud  dan  qishash  diyat  yang  karena  suatu  sebab tidak dapat dijatuhkan kepada pelaku, atau adanya subhat  baik dalam  diri  pelaku,  korban  atau  tempat.  Dalam  hal  ini  keberadaan  sanksi  ta’zir  menempati hukuman pengganti hudud atau qishash diyat.  Agama  Islam  mengajarkan  pemeluknya  untuk  memberikan  perlindungan terhadap anak. Perlindungan anak tersebut berupa jaminan dan  perlindungan  hak-haknya  sehingga.  Anak  dapat  hidup  tumbuh  berkembang  dan  berpartisipasi  secara  optimal  sesuai  dengan  harkat  dan  martabat  kemanusian,  serta  mendapat  perlindungan  dari  setiap  tindak  kekerasan  dan  diskriminasi.   Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), 17.  Ibid., 143.  Giwo Rubianto Wiyogo,  Perlindungan Anak  Menurut  Perspektif Islam,  (Jakarta: Komisi  Perlindungan Anak Indonesia 2007), 1.  Dengan  demikian  anak  harus  dilindungi  oleh  orang  tua,  walaupun  kesulitan  dalam  ekonomi  untuk  memberi  makan  untuk  anak  karena  anak  sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi oleh orang tua. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam  dirinya  melekat  harkat  dan  martabat  sebagai  manusia  seutuhnya,  anak  merupakan  tunas,  potensi  dan  generasi  muda  penerus  cita-cita  perjuangan  bangsa,  memiliki  peran  strategis  dan  mempunyai  ciri  sifat  khusus  yang  menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.  Anak  dikatakan  amanah  karena  dengan  dikarunia  anak  orang  tua  mendapatkan  tugas  atau  kewajiban  dari  Allah.  Kewajiban  untuk  merawat,  membesarkan  mendidik  anak,  sehingga  dapat  mengemban  tugas  sebagai khalifatullah  ketika  sudah  dewasa.Tidak  ada  alasan  bagi  orang  tua  mengabaikan  kewajibanya  dalam  memberikan  perlindungan  kepada  anakanaknya.  Hakikat  perlindungan  anak  dalam  Islam  adalah  penampakan  kasih  sayang,  yang  diwujudkan  kedalam  pemenuhan  hak  dasar,  dan  pemberian  perlindungan  dari  tindakan  kekerasan  dan  perbuatan  diskriminasi.  Jika  demikian halnya, perlindungan anak dalam Islam berarti menampakkan apa  yang  dianugrahkan  oleh  Allah  SWT  di  dalam  hati  kedua  orang  tua  yaitu   Wardi,  UU   No.  23  Tahun  2002  Tentang  Perlindungan  Anak,  

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi